Minggu, 18 Februari 2001

EXPOSURE DRAFT AKUNTANSI SYARIAH

Bapak ibu saudara sekalian, berikut ini saya posting usulan yang pernah saya ajukan untuk review dan saran perubahan mengenai Exposure Draft Akuntansi Syariah. EP tersebut dikeluarkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), sekarang telah disetujui menjadi SAK 101-106 tentang Akuntansi Syari'ah. Usulan ini sih masih diajukan di tingkat tim review Jurusan Akuntansi FE Universitas Brawijaya. Usulan resmi dari Jurusan Akuntansi FE Universitas Brawijaya ya gak begini bentuknya. Wong baru usulan saya...hehehe :) . Tapi gpp, makanya daripada tulisan ini nganggur di laptop lebih baik diposting di website aja. Semoga ada manfaatnya...

Draf Review dan Saran Perubahan
Atas Exposure Draft Akuntansi Syariah
Oleh: Aji Dedi Mulawarman

Bismillahirrahmaanirrahim

1. Miskonsepsi Paradigma Transaksi Syariah dalam Akuntansi Syariah

Terdapat miskonsepsi antara Paradigma, Asas dan Karakteristik Transaksi Syariah (Kaidah 1) dengan Tujuan Laporan Keuangan, Asumsi Dasar dan Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan (Kaidah 2). Kaidah 1 mengatur fungsi transaksi yang dilakukan entitas syariah. Kaidah 2 mengatur fungsi pencatatan dan penyampaian informasi yang dilakukan entitas syari’ah. Perbedaan fungsi Kaidah 1 dan Kaidah 2 merupakan kriteria yang sangat mendasar. Kaidah 1 memang dapat berpengaruh terhadap kaidah 2 , berkaitan apa yang akan dicatat dan diinformasikan dalam laporan keuangan. Tetapi fungsi kaidah 2 sebenarnya tidak hanya melakukan pencatatan dan penginformasian transaksional saja. Kaidah 2 di samping mencatat fungsi transaksi, juga mencatat kejadian atau aktivitas ekonomi yang tidak dan belum melibatkan transaksi yang dicantumkan dalam Kaidah 1. Kejadian ekonomi berhubungan dengan:

a. Aset dan Kewajiban

Penilaian aset dan kewajiban dipengaruhi kejadian baik sebagian atau keseluruhannya di luar transaksi. Contohnya adalah kenaikan harga, akresi (pertumbuhan alamiah), apresiasi (selisih nilai pasar wajar) penyusutan, pencurian, kejadian luar biasa, intangible asset, operasi mesin atau pabrik untuk produksi, goodwill, pemeliharaan, beban pengiriman barang dan jasa, dan lain-lain.

b. Pendapatan

Proses produksi yang dipengaruhi kejadian menyebabkan naiknya nilai aset sebelum dilakukan penentuan harga jual dan dilakukan penjualan, dan lain-lain. Dalam konsep pembentukan pendapatan terdapat titik-titik tertentu yang tidak berhubungan dengan proses transaksi. Misalnya produk selesai diproduksi sebelum penjualan untuk industri ekstraktif seperti pertambangan, pertanian, perkebunan, dan lainnya. Kemudian, pemindahan barang jadi dari pabrik ke gudang

c. Biaya

Penurunan nilai aset, sediaan barang atau ekuitas yang dipengaruhi kejadian dapat dianggap sebagai biaya. Dalam proses pembentukan biaya juga terdapat biaya yang tidak terkait dengan transaksi, seperti kos produksi, kos non produksi. Di samping pembentukan biaya juga terdapat masalah yang menyebabkan terjadinya biaya seperti produk Usang dan Barang Rusak. Juga mengenai depresiasi baik akibat proses akumulasi dana, pemulihan investasi, proses penilaian.

d. Eksternalitas yang berhubungan aktivitas sosial dan lingkungan

e. Kejadian yang berhubungan aktivitas non-ekonomi lainnya

2. Tujuan, Asumsi Dasar, Unsur, Pengakuan dan Pengukuran Laporan Keuangan

ED akuntansi syariah hanya memusatkan pada dua hal yang utama, yaitu informasi ekonomi dan sosial. Informasi ekonomi masih menekankan pada pentingnya bottom line laba yang tidak sesuai dengan paradigma transaksi syariah. Informasi sosial hanya berhubungan dengan bentuk qardhul hasan dan pengelolaan zakat. Dalam paradigma transaksi syari’ah paragraf 12, 13, 14 memuat beberapa prinsip utama:

a. Akuntabilitas

Akuntabilitas utama dalam paragraf 12 adalah pada Allah SWT sebagai pencipta alam semesta, dan untuk kebahagiaan hidup dan kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual. Hal ini tidak nampak pada laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas dan laboran perubahan modal untuk entitas bisnis syari’ah. Bottom line laba dalam laporan laba rugi jelas memberi prioritas utama pertanggungjawabannya kepada pemilik modal atau investor. Sedangkan hubungannya dengan stakeholders, alam dan Tuhan dianggap sebagai biaya. Artinya disini akuntabilitas yang dipentingkan bukan kepada Allah, dan implikasinya kepada alam dan stakeholders, tetapi utamanya kepada pemilik modal maupun investor.

b. Perangkat Syari’ah dan Akhlak sebagai prinsip dari asas transaksi syariah (paragraf 15 -26) dan karakteristik transaksi syariah (paragraf 27-29) hanya nampak dalam tujuan laporan keuangan tetapi tidak nampak secara utuh dan menyeluruh (kecuali dalam beberapa poin) dalam asumsi dasar, karakteristik, unsur dan pengakuan laporan keuangan.

b.1. Asumsi dasar laporan keuangan akuntansi syariah masih menetapkan kelangsungan usaha dan sistem akrual (paragraf 41 dan 43). Dua asumsi tersebut sangat bertentangan dengan prinsip dan akhlak syariah bahkan tujuan laporan keuangan akuntansi syariah. Asumsi kelangsungan usaha memang memiliki pendekatan akuntabilitas berbasis entity theory yang mementingkan pemilik modal dan investor saja (lihat point 2.i.a.). Sedangkan dalam asumsi dasar akrual tidak sepenuhnya dapat digunakan secara langsung. Seperti diketahui bahwa prinsip akrual melakukan pencatatan fakta (merekam arus kas masa kini), potensi (merekam arus kas masa depan) dan konsekuensi (merekam arus kas masa lalu). Khusus mengenai pencatatan potensi menggunakan prinsip present value yang sarat dengan penghitungan bernuansa riba dan gharar.

b.2. Unsur laporan keuangan akuntansi syariah terutama laba masih menggunakan konsep income yang memang merupakan konsekuensi digunakannya entity theory. Tidak menyesuaikan konsep income berdasar pada shari’ate enterprise theory yang menggunakan konsep nilai tambah yang sesuai prinsip transaksi syariah.

b.3. Pengakuan unsur-unsur dalam laporan keuangan akuntansi syariah masih didasarkan pada prinsip akuntansi konvensional (paragraf 110). Proses pengakuan seperti ini akan berdampak pada hilangnya paradigma transaksi syariah dan akhlak (seperti tidak mengandung unsur riba, haram, gharar, dan prinsip syariah lainnya.

3. Bentuk Laporan Keuangan

Dampak miskonsepsi antara Kaidah 1 dan Kaidah 2 jelas kurang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan tujuan syariah (maqashid asy-syari’ah). Laporan Nilai Tambah Syariah, Neraca Berbasis Nilai Sekarang, Aliran Kas Syariah dan Laporan Respon Sosial dan Lingkungan, tidak menjadi laporan utama dan bahkan tidak di akomodasi dalam laporan keuangan syari’ah dalam ED.

4. Saran-saran Perbaikan ED Akuntansi Syariah

Perlu dilakukan perubahan dan perbaikan mengenai beberapa hal agar terdapat konsistensi dengan paradigma syariah. Berikut beberapa hal yang perlu dilakukan perubahan:

a. Perubahan Paradigma Transaksi Syariah

Agar paradigma transaksi syariah dapat memayungi seluruh kejadian dan aktivitas yang berhubungan dengan pencatatan akuntansi bagi entitas syariah diperlukan perubahan dari Paradigma Transaksi Syariah menjadi Paradigma Transaksi dan Kejadian Ekonomi Syariah. Perubahan ini akan memberi tuntunan yang lebih pasti terhadap ketentuan-ketentuan pencatatan sampai penyampaian informasi akuntansi yang menyeluruh baik mengenai transaksi maupun kejadian ekonomi lain dalam entitas bisnis.

b. Perubahan Asumsi Dasar Akuntansi Syariah

Asumsi dasar akrual seharusnya dirubah menjadi Sinergi Akrual dan Cash Basis. Khusus akrual diperlukan penjelasan lebih detil khusus pencatatan potensi untuk menghindari terjadinya transaksi dan kejadian ekonomi lainnya yang bertentangan paradigma transaksi dan kejadian ekonomi syariah. Sedangkan asumsi dasar kelangsungan usaha dirubah menjadi asumsi dasar kerjasama usaha yang berbasis pada shariate enterprise theory. Asumsi dasar kerjasama usaha mengakui bahwa akuntabilitas bukan hanya pada kepentingan pemilik modal dan investor saja, tetapi akuntabilitas yang lebih luas. Akuntabilitas pada partisipan langsung (pemegang saham, karyawan, pemerintah, kreditor, pemasok, pelanggan dan lainnya) tidak langsung (mustahiq, lingkungan alam) serta dilakukan dalam rangka ketundukan (pertanggungjawaban kepada Allah/abd’Allah) dan kreativitas (pertanggungjawaban kepada manusia, sosial dan alam/khalifatullah fil ardh).

c. Perubahan Unsur Laporan Keuangan Akuntansi Syariah

Perubahan asumsi dasar akan berdampak pada unsur laporan keuangan, terutama pada unsur laba (income). Perubahan laba dari laba akuntansi menjadi nilai tambah syari’ah harus selalu bernilai suci (tazkiyah) mulai dari proses pembentukan sumber, proses, sampai distribusinya. Semua harus jelas pengakuan dan pengukurannya yang sesuai syariah. Artinya, unsur atau elemen laba dirubah menjadi elemen nilai tambah syariah.

d. Perubahan Pengakuan Laporan Keuangan Akuntansi Syariah

Penggunaan nilai tambah syariah berdampak pada prinsip pengakuan. Transaksi dan kejadian ekonomi lain dapat diakui ketika telah disucikan (tazkiyah) atau disesuaikan dengan prinsip pengakuan halal, bebas riba dan bebas gharar.

e. Perubahan Bentuk Laporan Keuangan Akuntansi Syariah

Berdasarkan pada perubahan-perubahan poin a-e, maka bentuk laporan keuangan yang diperlukan perubahannya adalah:

e.1. Laporan Laba Rugi dirubah menjadi Laporan Nilai Tambah Syariah
e.2. Neraca dirubah menjadi Neraca Berbasis Nilai Sekarang
e.3. Perlu penambahan Laporan Sosial dan Lingkungan


Demikian review dan saran yang kami sampaikan, semoga dapat menjadi bahan revisi Exposure Draft Akuntansi Syariah secara komprehensif.

Billahittaufiq wal hidayah.

Malang, 11 Desember 2006