tag:blogger.com,1999:blog-28713473562275643892024-03-05T03:47:31.802-08:00AKUNTANSI SYARIAHtempat belajar akuntansi syariahAji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.comBlogger24125tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-42399165009575853152014-02-05T04:11:00.002-08:002014-02-05T04:42:14.139-08:00Kritik atas Net Revenue Sharing Akuntansi Mudharabah<span style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">Berikut adalah artikel kami, Virginia Nur Rahmanti, Ari Kamayanti dan saya, berjudul "Menggeser paradigma Stock Concept Menuju Flow Concept: Kritik atas Net Revenue Sharing pada Akuntansi Mudharabah". Artikel ini pernah dipresentasikan pada Silaturahmi Nasional 3 Forum Dosen Ekonomi dan Bisnis Islam yang diadakan di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS) tanggal 26 November 203. Silakan klik link di sebelah ini </span><a href="http://ajidedim.lecture.ub.ac.id/files/2014/01/2013_Rahmanti-Mulawarman-Kamayanti.pdf" target="_blank">Kritik Net Revenue Sharing atas Akuntansi Mudharabah</a>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-67230986712654589782014-02-05T04:06:00.002-08:002014-02-05T05:39:02.651-08:00AKUNTANSI KRITIS ala HOS TJOKROAMINOTO<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Selama ini berfikir kritis selalu berkiblat pada pemikiran Eropa seperti Horkheimer atau Habermas lewat Critical Thought-nya German Ideology atau Marx-Engels lewat Materialisme Dialektik Historisnya, atau yang lain seperti Gramsci misalnya. Pendekatan kritis lebih baru ada itu Pierre Bourdieu atau Foucault, dan lainnya. Kalau di Akuntansi ada Tony Tinker, Bryer atau Puxty, dan lainnya. Saya tidak melihat berfikir kritis seperti itu kecuali hanya melakukan "copy paste" dari tokoh-tokoh Barat, dan kita seperti tidak berdaya atas serangan Orientalisme Berfikir yang menjangkiti Ke-Indonesia-an kita. Mengapa tidak menggali langsung dari tokoh-tokoh nasional? Saya menganggap tokoh-tokoh seperti Hidajat Nataatmadja, Sudjatmoko, Armahedi Mahzar, Kuntowijoyo, Kahrudin Yunus, Hamka, atau yang akan saya kupas sekarang HOS Tjokroaminoto pemikirannya tidak kalah dan bahkan "lebih" cerdas dari Eropa atau Barat Sentris.<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Kali ini, setelah sebelumnya mencoba menggali pemikiran Hidajat Nataatmadja, saya menggali lebih dalam mengenai pemikiran HOS Tjokroaminoto untuk mendesain akuntansi Indonesia, terutama gagasan saya ke depan mengenai Akuntansi Pertanian. Tulisan ini (dipresentasikan pada acara ACCOUNTING RESEARCH TRAINING SERIES 5 - Paradigma Kritis, diadakan oleh Program Doktor Ilmu Akuntansi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, tanggal 22-23 Januari 2014) lebih dekat ke metodologi riset menggunakan HOS Tjokroaminoto untuk membangun Islamic Farm Tjokrounting, yaitu Akuntansi Pertanian Islami lewat gagasan pemikiran jenius Sang Raja Tanpa Mahkota, Sang Heru Tjokro. Selamat menikmati (klik link ini untuk mendapatkan artikel lengkap) <a href="http://ajidedim.lecture.ub.ac.id/files/2014/01/ajidedim_arts5.pdf" target="_blank">ISLAMIC TJOKRO-AN for ISLAMIC FARM TJOKROUNTING</a></div>
Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-51675326273601886212014-02-05T03:55:00.001-08:002014-02-05T05:39:24.360-08:00MASJID DAN PASAR: Sinergi Oposisi Biner Yang (Kadang) Terlupakan (2)<blockquote class="tr_bq">
<em style="border: none; line-height: 1.5;">Suatu pagi mullah Nasruddin sedang berjalan-jalan di pasar ketika ia melihat orang-orang berkerumun dengan gairah mengelilingi seorang pedagang yang sedang menawarkan seekor burung. "Sepuluh dinar", Dua puluh", "Lima puluh". Orang-orang itu bersahutan. Dengan keheranan sang mullah ikut merubung. Akhirnya ia tahu bahwa hari itu sebangsa unggas mempunyai pasaran yang baik. Buru-buru dia pulang dan kembali dengan seekor kalkun yang gemuk untuk dijual. Orang-orang memang mengerumuninya, tetapi tawaran tidak ada yang lebih dari lima dinar. Walhasil ia berontak: Unggas sebesar ini hanya lima dinar, uh". Seorang yang berkerumun menyahut cepat, "Iya, karena itulah harganya." Mullah memprotes, "Tetapi kalian baru saja membeli seekor unggas dengan harga lima puluh dinar." Jawab yang hadir, "Betul itu karena unggas itu seekor beo pintar bicara". Mullah pun terdiam. Tetapi sebentar lagi ia angkat bicara, sambil menunjuk pada unggasnya yang tenang dengan bulu-bulu halus dan mata membelalak, "Betul. Unggas saya memang bukan sebangsa tukang ngomong. Tetapi Pemikir." Dan diapun nyelonong pergi.</em><br />
<a name='more'></a></blockquote>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Mengapa sampai Nasruddin bersikap skeptis seperti di atas? Skeptisisme beliau terjadi karena kecenderungan "masyarakat yang telah mapan dan hidup di zona aman" hanya melihat mekanisme pasar sebagai mekanisme <em style="border: none; line-height: 1.5;">technical</em>, boleh bebas asal tidak menabrak masalah moral dapat dibenarkan. Sindiran itu mungkin perlu dielaborasi lebih lanjut sebagaimana penulis jelaskan di akhir Bagian 1 tulisan mengenai Masjid dan Pasar, telah sampai pada pertanyaan mengenai mengapa Allah sedemikian mencintai Masjid dan sebaliknya sedemikian membenci Pasar. Kuntowijoyo (1999: 97) memahami Hadits Nabi SAW tersebut sebagai bentuk dialektika dan bukan semata-mata hitam putih yang saling menegasikan. Tetapi lebih dari itu, dialektika nanti akan kita lihat di bawah, sarat dengan "ruh" substantif daripada hanya teknis seperti pembeli-penjual di pasar unggas berdasarkan cerita atas.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Ya, Rasulullah memang menegaskan di banyak Hadits mengenai pentingnya pasar, perdagangan, dan interaksi penjual dan pembeli, dan lain sebagainya. Penjelasan mengenai baiknya pasar, interaksi ekonomi dan semua yang berhubungan dengannya itulah yang banyak didiskusikan di ranah Ekonomi Islam saat ini. Melakukan aktivitas di pasar itu boleh dan "baik" dengan syarat jujur, tidak mengurangi timbangan, tidak menjual barang yang dilarang, tidak boleh melakukan tipu daya, tidak boleh melakukan sumpah palsu, tidak menimbun, tidak memonopoli, dan semua aspek etis maupun tema-tema kebaikan lainnya. Tetapi penulis melihat diskusi seperti itu kok jadinya sangat teknis dan rasional, tidak masuk "ruh" sebenarnya, yaitu Adagium Besar "Masjid".</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Rasulullah jelas sekali sebenarnya bukan hanya melakukan oposisi biner atas Masjid dan Pasar, tetapi juga nanti akan kita lihat bahwa apa yang dilakukan beliau adalah sinergi oposisi biner dengan meletakkan "ruh" masjid sebagai payungnya. Kuntowijoyo (1999; 100) mengatakan hal itu sebagai bentuk pertemuan sistem budaya universal dan serba khusus, sebuah lingkaran makna yang akan mempersatukan dengan menunjuk kekuatan kedua seimbol tersebut. Masjid, bagi Kuntowijoyo adalah lingkaran makna yang akan mempersatukan konfigurasi budaya Umat Islam, mempersatukan aspek-aspek budaya menjadi satuan yang koheren. Penjelasan detilnya:</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
"Budaya sebagai, sebuah sistem ide dan nilai yang dikaitkan bersama secara logis, haruslah mempunya mekanisme integrasi yang membuat baik keseluruhan maupun aspek-aspeknya menjadi satuan yang integral. Jika masjid ditunjuk sebagai sebuah tema yang mempersatukan, maksudnya tentu saja Nabi ingin dengan jelas mengatakan dengan lambang yang konkret, eksistensial, dan sekaligus struktural, tidak hanya esensi dan abstraksi. Demikian juga lambang pasar yang empiris, dan menunjuk pada kekuatan sejarah yang nyata, yang menggerakkan dunia modern". (Kuntowijoyo, 1999: 100-101)</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Kuntowijoyo seakan ingin menyelami ketegasan universalitas itu ada pada Masjid dan sebagai pusat budaya, sedangkan Pasar sebagai realitas modern saat ini yang selalu berubah tidak boleh menjadi sentral dan menggerus nilai-nilai utama Islam yang terefleksi dalam bentuk Masjid. Masjid bukan hanya esensi dan abstraksi, tetapi eksistensial, konkret sekaligus struktural, jelas sekali tidak kemudian seperti yang dilakukan oleh Ekonomi Islam saat ini.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Sayangnya, Ekonomi Islam melihat nilai-nilai logis pasar dari "Barat" menjadi ruang penting sedangkan nilai-nilai etis yang ada di masjid selama itu sama dengan logika kemanusiaan dan empiris, maka konsep pasar menjadi panglima. Pasar adalah panglima, sedangkan nilai-nilai kebaikan mengikuti, bahkan selama logika kebaikan universal itu diterima dan "dapat dicocokkan" dengan Islam maka menjadi benarlah Pasar. Artinya pula Pasar sebagai simbol menjadi Payung, sedangkan Masjid sebagai simbol mengikuti "kuasa" Pasar. Pasar, lanjut Kuntowijoyo (1999, 103-104):</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
"...adalah kekuatan revolusioner dan proses pemasaran masyarakat mempunyai akibat yang jauh bagi perkembangan pasar. Pasar menuntut perilaku rasional dalam menentukan pilihan-pilihan. Dari rasionalisasi yang dimulai oleh pasar ini terjadilah rasionalisasi dalam nilai-nilai. Keraguan terjadi atas perilaku yang berdasar nilai... menjadi pemujaan kepada perilaku yang berdasar perhitungan ekonomis... Dalam kehidupan beragama hal ini dapat nampak dalam cara orang menentukan sifat keagamaan. Meskipun orang barangkali tidak akan mudah berpindah agama atau mengalami <em style="border: none; line-height: 1.5;">deconversi</em> atau <em style="border: none; line-height: 1.5;">reconversi</em>, tetapi <em style="border: none; line-height: 1.5;">mode of religiosity</em> dapat terpengaruh. Cara beragama disesuaikan dengan situasi pasar juga. Di sinilah munculnya ide-ide sekularisasi yang memisahkan agama dari struktur sosial... yang menempatkan agama "di tempatnya" sendiri. Agama dapat merupakan komoditi konsumen dan lembaga-lembaga dakwah sebagai agen-agen pemasaran. Dalam keadaan ini,... agama yang semula disebarkan dengan cara otoritatif sekarang terpaksa harus <em style="border: none; line-height: 1.5;">dipasarkan</em>."</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Reduksi Pasar dari peran "ruh" Masjid jelas sekali sebenarnya dari konsep Pasar yang "dirasionalkan" dalam buku-buku daras, artikel dan riset-riset di ranah Ekonomi Islam. Contoh paling baik adalah buku Ekonomi Islam yang diterbitkan oleh salah satu perguruan tinggi di Indonesia dan banyak dipakai secara nasional. Pasar dalam buku itu disebutkan sebagai:</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
"...sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar. Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil. Beliau menolak adanya suatu price intervention seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar. Namun pasar di sini mengharuskan adanya moralitas, antara lain, persaingan yang sehat (<em style="border: none; line-height: 1.5;">fair play</em>), kejujuran (<em style="border: none; line-height: 1.5;">honesty</em>), keterbukaan (<em style="border: none; line-height: 1.5;">transparancy</em>) dan keadilan (<em style="border: none; line-height: 1.5;">justice</em>). Jika nilai-nilai ini telah ditegakkan, maka tidak ada alasan untuk menolak harga pasar."</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Rasionalisasi Islam lewat Ekonomi dan Bisnis tidak hanya sampai di situ saja, bahkan seluruh logika Ekonomi Islam telah digiring pada bagaimana memotret manusia dalam kerangka pasar "yang diislamkan" atau katakanlah Islamisasi Ilmu. Islamisasi Ilmu Pasar mengedepankan apa itu pasar yang diperbolehkan dalam Islam, dengan menggunakan term-term Barat, yang dianggap sebagai term Islam Klasik, seperti pasar bebas tanpa intervensi asal adil, sehat, jujur dan terbuka. Pasar adalah tempat bertemunya permintaan dan penawaran, keseimbangan pasar, serta ujungnya adalah pasar boleh bebas, dan diperbolehkannya pula ada mekanisme pengawasan atas pasar (<em style="border: none; line-height: 1.5;">Al-Hisbah</em>).</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Menjadi logis ketika negeri kita, Indonesia misalnya, atas cara bekerjanya logika pasar, seperti ditegaskan Kuntowijoyo (1999: 104-105) kemudian melihat adanya proses industrialisasi, liberalisasi, urbanisasi, dan masyarakat organisasional lainnya sebagai gejala yang memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung serta logis dengan pembentukan "masyarakat pasar". Baginya, di sinilah proses gradasi sekularisasi (wilayah yang dibebaskan dari "ruh" religi) masyarakat Indonesia ("lokal") terjadi, mulai dari yang paling tinggi tingkatannya yaitu masyarakat perkotaan/industrial sampai yang paling rendah yaitu masyarakat perdesaaan/agraris. Mengapa masyarakat perkotaan/industrial paling sekular? Kuntowijoyo melanjutkan:</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
"Oleh karena industrialisasi adalah penerapan secara rasional ilmu pengetahuan dalam produksi, maka proses rasionalisasi kemudian juga menurunkan status agama sebagai petunjuk yang benar tentang realitas. Dengan adanya realitas baru buatan manusia yang artifisial, rujukan agama yang selalu menunjuk pada realitas pertama dan kedua, yaitu Tuhan dan alam semesta, tidak lagi menjadi daya panggil yang kuat".</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Penulis dapat menerjemahkan lebih lugas apa yang dikatakan oleh Kuntowijoyo di atas bahwa proses sekularisasi paling tinggi derajatnya adalah di dunia yang dekat dengan "Pasar", yaitu akuntansi. Mengapa akuntansi? Ya, karena akuntansi adalah perangkat ilmu paling rasional, matematis-numerik, dan terstruktur yang menjadi tulang punggung organisasi bisnis yang nantinya mendorong kapitalisme ekonomi untuk menghitung "uang" dan proses transaksi bisnis yang terekam dalam laporan keuangan. Hal ini menjadi benar bila kita merujuk pada statement Weber (1930; pp. xxxv) dalam bukunya <em style="border: none; line-height: 1.5;">The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism</em> yang fenomenal itu:</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
"Organisasi-organisasi rasional modern dari aktivitas kapitalistik tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya dua faktor penting, yaitu pemisahan bisnis dari pemilik yang memang menjadi bentuk perusahaan modern, dan memiliki hubungan yang sangat erat dengan tata buku yang rasional"</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Dengan adanya logika berfikir ketat rasional, matematis-numerik, dan terstruktur itulah akuntansi telah mendorong masyarakat bisnis dan termasuk di dalamnya akademisi masuk dalam logika Darwinisme Sosial bernama "<em style="border: none; line-height: 1.5;">Growth</em>" atau "Pertumbuhan" sehingga mengarahkan, yang dikatakan Kuntowijoyo (1999: 106-108),:</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
"...organisasi-organisasi sosial cenderung menjadi birokrasi dengan penerapan kebijakan yang memerlukan ketepatan, kecepatan, pengetahuan, kelestarian, subordinasi yang keras, dan kepastian dengan sebanyak mungkin mengurangi harga material dan personal - pendek kata suatu model administrasi birokratis. Sistem <em style="border: none; line-height: 1.5;">big-organization</em> akan menyingkirkan jauh-jauh urusan cinta, dendam, dan segalanya yang bersifat personal, irasional, dan elemen-elemen emosional yang lain... Ciri yang paling utama masyarakat pasar tentu saja ialah Kapitalisme... Dengan kata lain, sesuai dengan semboyan masa kini, manusia modern yang demikian tidak dapat menjadi manusia yang utuh."</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Kuntowijoyo (1999: 109) sendiri juga telah mencoba menawarkan "ruh" Masjid harusnya masuk dalam ruang Pasar melalui pendekatan bagaimana dialektika Rasulullah dilakukan untuk merubah situasi kapitalistik Mekkah, lewat penghancuran "berhala-berhala" yang dipertuhankan sebagai pengaman dan pendamai mekanisme pasar masyarakat Arab waktu itu. Menurutnya, masyarakat ber-ruh "Masjid" adalah antitesis dari kesatuan kekuatan masyarakat ber-ruh "Pasar". Rasulullah meyakini bahwa penyebab kemusrikan waktu itu adalah "ruh" pasar yang membentuk rasionalisasi masyarakat Arab.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Stigma rasionalisasinya adalah "tuhan-tuhan" pengaman dan pendamai kejiwaan seluruh mekanisme pasar yang ter-"materialisasi" dan ter-"rasionalisasi" dalam bentuk berhala. Satu-satunya cara untuk menumbangkan kekuatan pasar, yang dihancurkan adalah perekat pasar itu sendiri, pusat materialisme dan rasionalisme masyarakat Arab, yaitu "berhala". Bila berhala utama adalah pasar, dan disimbolkan oleh Kuntowijoyo sebagai Teori Ekonomi Kapitalis atau Ekonomi Liberal saat ini. Turunan-turunan berhala konkrit waktu itu adalah Suku Arab pro Pasar, di era kita saat ini berbentuk <em style="border: none; line-height: 1.5;">Multinational Companies. </em>Turunan lainnya saat itu adalah kepala suku Arab, sekarang ini berubah wujud menjadi para bankir dan pengusaha besar. Untuk lengkapnya Kuntowijoyo (1999: 110) menjelaskan di bawah ini:</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
"Tidak ragu lagi saya yakin bahwa Nabi melihat penyebab kemusyrikan pada waktu itu ialah kekuatan pasar. Ketika pada akhirnya kekuatan masjid berhadapan dengan kekuatan pasar, maka titik strategisnya ialah penghancuran berhala yang menjadi perwujudan konseptual bagi kepentingan pasar dan menjadi alat legitimasi kepentingan ekonomi... Dengan berpikir dialektik kita akan menjadi dinamis, bukankah <em style="border: none; line-height: 1.5;">amar ma'ruf nahi munkar</em> adalah suatu ajaran filsafat perbuatan yang dialektik dan revolusioner... Suku-suku Arab sekarang ini telah menjelma menjadi <em style="border: none; line-height: 1.5;">big corporation</em> dan <em style="border: none; line-height: 1.5;">multinational corporation</em>, kepala-kepala suku adalah bankir-bankir dan pengusaha besar, dan berhala-berhala adalah teori ekonomi kapitalis."</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Bila kita mau lebih dalam lagi, proses pembelajaran melepaskan diri dari kekuatan pasar "kapitalisme arab", penumbangan "berhala pasarisme" diawali dan dilakukan Rasulullah dengan mengajak para sahabat ber-Hijrah ke Madinah. Para sahabat diajak untuk menggerus sifat "berhala pasarisme" dengan bertani, berkebun, bercocok tanam, aktivitas produktif lain seperti kerajinan, membuat peralatan dan persenjataan dari logam, selain mengenal pasar yang hanya mereka kenal di Mekkah waktu itu. Para sahabat dari Mekkah (Muhajirin) diajak berinteraksi sosial dengan kesantunan dan berbagi seperti masyarakat Madinah asli (Anshor) lakukan. Para sahabat juga diajarkan lewat hadits "yang lebih baik itu berdagang, tetapi yang lebih baik lagi adalah dengan tanganmu". Makna hadits itu bukan hanya berdagang yang baik, malahan yang paling baik adalah produktif...</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Ya, diskusi merubah mentalitas para sahabat penting di Madinah itu, tetapi yang paling penting lagi sebenarnya adalah penumbangan "ruh berhala pasarisme". Jadi? Bagaimana kemudian? Apakah perlu keseimbangan Masjid dan Pasar? Atau Masjid menjadi Payung atau "ruh" atas Pasar? Atau sebaliknya Pasar menjadi Payung asal tetap ber-ruh Masjid? Atau buang saja Pasar dan menggantikannya dengan Ekonomi ber-ruh Masjid saja?</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
BERSAMBUNG...</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Referensi:</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Kuntowijoyo. 1999. Masjid atau Pasar: Akar Ketegangan Budaya di Masa Pembangunan. dalam buku: <em style="border: none; line-height: 1.5;">Budaya dan Masyarakat</em>. Tiara Wacana. Yogyakarta.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Weber, M. 1930. <em style="border: none; line-height: 1.5;">The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. </em></div>
Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-62866138455504373602014-02-05T03:53:00.001-08:002014-02-05T05:40:05.631-08:00MASJID DAN PASAR: Sinergi Oposisi Biner Yang (Kadang) Terlupakan (1)<blockquote class="tr_bq">
Masjid dan Pasar adalah dua "dunia" yang menjadi bagian tema-tema abadi lain dari prioritas aktivitas setiap Muslim. Tema-tema abadi seperti Keadilan, Anti-Rasisme di seluruh lini, Ketakwaan, Ibadah-ibadah Mahdah, dan lainnya selalu didengungkan, untuk diresapi dan diaplikasikan secara "<em style="border: none; line-height: 1.5;">kaffah</em>" (menyeluruh, total, holistik) setiap manusia yang mengatakan dirinya Muslim, Orang Islam.<br />
<a name='more'></a></blockquote>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Mengapa tema-tema abadi tersebut penting dan bahkan banyak diulang-ulang dalam Qur'an, Hadits maupun <em style="border: none; line-height: 1.5;">Ushwah</em> Rasul? Ya, karena tema-tema abadi itulah ciri khas Islam. Ironisnya, tema-tema abadi itupun sekaligus banyak terlupakan, atau kalau tak terlupakan ya terkalahkan dengan tema-tema duniawi rekaan dan karya-karya kemanusiaan yang lebih menggiurkan, seperti pasar saham, demokrasi, liberalisasi, hak asasi manusia, hak paten, kapital, income, kesetaraan gender, interest/bunga, dll.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Masjid dan Pasar salah satunya yang kadang tidak dibicarakan sepaket, tetapi parsial, bahkan pembicaraan sepaket atau bahasa "kerennya" itu sinergi oposisi biner banyak terlupakan atau terkalahkan oleh pemisahan ekstrim masjid dan pasar, maupun yang hanya sekedar haditsnya dibaca, dihafal, dan diletakkan di diskusi kitab-kitab ibadah mahdah. Padahal, Masjid dan Pasar adalah satu kesatuan yang tak dapat dilepaskan dari konteks di mana Islam berkembang. Bentuk Sinergi Oposisi Biner yang (kadang) terlupakan dan lebih suka dibahas dalam logika oposisi biner. Ketika membahas masjid ya masjid saja, ketika membahas pasar ya pasar saja. Ketika membahas ibadah shalat dan masjid sebagai tempat sujud/shalat tidak lupa membahas bahwa pasar adalah tempat terburuk dan paling dibenci Allah. Tetapi ketika membahas pasar dalam sistem ekonomi Islam, sangat sulit, jarang atau bahkan sering terlupakan bahwa pasar adalah tempat yang paling buruk dan paling dibenci Allah, sedangkan masjid (baik itu makna <em style="border: none; line-height: 1.5;">hakiki</em> maupun <em style="border: none; line-height: 1.5;">majazi</em>) sendiri lepas dari pembahasan ekonomi Islam.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Penulis melihat ada semacam keterlepasan bawah sadar (kalau tidak mau dikatakan sekularisasi berpikir) ketika mendiskusikan pasar dengan memberi porsi minimal bahkan reduksi total atas konsep masjid. Entah memang keterlepasan itu bawah sadar rasionalitas yang telah "<em style="border: none; line-height: 1.5;">in depth</em>" karena kebiasaan ekonom, ahli keuangan atau akuntan membahas ekonomi model "Barat" yang hanya bersifat orientasi keuntungan, kapital, human orientation, self interest, rasional, empiris, dan urusan dunia saja, sedangkan urusan masjid adalah urusan di rumah, agama pribadi, tidak berhubungan dengan logika ekonomi, bisnis maupun akuntansi di manapun. Kalaupun mau ngomong Ekonomi Islam, ya yang dibicarakan itu yang konkret, rasional, empiris dan terkait langsung dengan logika ekonomi, yaitu riba, <em style="border: none; line-height: 1.5;">just that</em>. Karena pula riba adalah pusat dari permasalahan ekonomi Barat dan dengan demikian urusan masjid, karena tidak berkoneksi langsung dengan uang, ya tidak perlu dibahas.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Penulis melihat keterpisahan masjid dan pasar tidak bisa berlangsung terus menerus. Masjid dan pasar adalah dua tema abadi yang sinergis tak terpisahkan. Lihat saja, Rasulullah ketika membangun Masjid Nabawi di Madinah, setelah itu membangun pasar di dekat Masjid Nabawi. Ketika Umar memasuki kota baru yang telah diislamkan, maka yang dibangun pertama adalah Masjid, baru kemudian Pasar. Berdasarkan kenyataan historis maupun kultural Islam dapat pula penulis katakan tak berlebihan sebuah refleksi kalimat "Di mana ada Pasar, di sana pasti ada Masjid, di mana ada Masjid di sana pasti ada Pasar. Sampai kinipun, misalnya kita ke Masjid Nabawi di Madinah atau bahkan Masjidil Haram di Mekkah, di sekitarnya bertebaran berbagai aktivitas pasar, baik tradisional maupun modern. Tak perlu jauh-jauh, simbol Keraton-keraton dan kota-kota di Nusantara, terutama di Jawa, selalu terdapat simbol-simbol alun-alun sebagai pusat, masjid, pasar atau pusat aktivitas ekonomi, dan keraton atau pusat kekuasaan. Kota-kota dan keraton atau kesultanan Jawa memang sangat dipengaruhi oleh Islam.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Pertanyaan lugu penulis , apakah saat ini kita akan membangun masjid dahulu baru kemudian pasar? Ekonomi kita saat ini selalu membangun Maal terlebih dahulu, dengan lahan dan bangunan yang beribu-ribu meter persegi, sedangkan tempat ibadahnya sepetak, di lantai bawah sempit, dan lagi dibangun setelah dibangun WC terlebih dahulu. Mudahnya, kalau dulu ummat Muslim membangun Masjid besar dan pertama kali, baru kemudian pasar, sekarang manusia modern membangun Pasar besar dan pertama kali, baru kemudian musholla kecil di sebelah WC. Sepertinya memang terjadi pergeseran yang signifikan atas makna Masjid dan Pasar.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Penulis <em style="border: none; line-height: 1.5;">jane</em> mikir meski ini tidak pas juga, apakah Pasar Saham saat ini, atau misalnya Pasar Syariah atau Efek Syariah di negeri ini dibangun dengan logika seperti Maal juga atau seperti logika Rasulullah ketika masuk ke Madinah pertama kali? Bisa saja perdebatan merujuk pada arah "darurat", Efek Syariah dibangun di bawah IDX di Jakarta. Maka dari itu, daripada mendiskusikan yang sangat "<em style="border: none; line-height: 1.5;">technical and debatable</em>", apalagi perdebatan "<em style="border: none; line-height: 1.5;">material terms in Islam</em>", penulis akan lebih jauh masuk dalam "<em style="border: none; line-height: 1.5;">symbolic terms in Islam</em>". Salah satu yang paling penting adalah simbol yang dihadirkan Nabi Muhammad SAW. mengenai sinergi oposisi biner masjid dan pasar lewat hadits-haditsnya.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Abu Hurairah menyampaikan Sabda Rasulullah Muhammad SAW:</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
<a data-mce-href="http://ajidedim.lecture.ub.ac.id/files/2014/01/04.gif" href="http://ajidedim.lecture.ub.ac.id/files/2014/01/04.gif" style="color: #743399; line-height: 1.5;"><img alt="hadits masjid dan pasar" class="alignnone size-full wp-image-153" data-mce-src="http://ajidedim.lecture.ub.ac.id/files/2014/01/04.gif" src="http://ajidedim.lecture.ub.ac.id/files/2014/01/04.gif" height="213" style="border: 0px; color: #444444; cursor: default; height: auto; line-height: 1.5; margin: 0px; max-width: 100%;" width="460" /></a></div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
"Tempat yang paling dicintai Allah adalah Masjid-masjidnya, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah Pasar-pasarnya." (HR Muslim).</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Hadits Riwayat Muslim mengenai Masjid dan Pasar merupakan salah satu "icon" pentingnya tema tersebut. Hadits Riwayat Muslim lain, misalnya pada saat terjadi dialog antara Rasulullah Muhammad SAW dan Malaikat Jibril AS. Sang Rasul, Muhammad SAW., di suatu waktu bertanya kepada Malaikat Jibril AS.:"Wahai Jibril, tempat manakah yang disenangi oleh Allah?" Mendengar pertanyaan itu kemudian Jibril AS. menjawab: "Masjid-masjid, dan yang paling disenangi adalah orang yang pertama masuk dan terakhir keluar meninggalkannya." Sang Rasul, Muhammad SAW kembali bertanya: Tempat manakah yang paling tidak disukai oleh Allah Ta'ala?" Jibril AS menjawab: "Pasar-pasar dan orang yang paling dahulu memasukinya dan paling akhir meninggalkannya."</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Berdasarkan pemikiran dan makna <em style="border: none; line-height: 1.5;">Ijmal</em> (umum dan logis), dialog antara Muhammad SAW dan Jibril AS di atas menyiratkan dua hal, yaitu Tempat dan Manusia. Pertama, berkenaan dengan tempat paling dicintai Allah adalah Masjid, sedangkan yang paling dibenci Allah adalah Pasar. Kedua, Manusia yang paling dicintai Allah adalah manusia yang berlama-lama beribadah di Masjid dan mengurangi semaksimal mungkin untuk beraktivitas keduniawian di Pasar. Sebaliknya orang yang dibenci Allah adalah manusia yang berlama-lama di Pasar dan tidak kerasan di Masjid.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Sebenarnya, kita dapat melakukan <em style="border: none; line-height: 1.5;">Tahlilul Lafdzi</em> (analisis kata per kata) maupun <em style="border: none; line-height: 1.5;">Tahlilul Tarkib</em> (analisis gramatikal) atas Hadits tersebut. Penulis mencoba melihat dua padanan atas kata (1) masjid-pasar; dan (2) cinta-benci. Pertama, padanan kata masjid dan pasar dalam Hadits tersebut ditulis dalam bentuk jamak, <em style="border: none; line-height: 1.5;">masaajidu</em> (masjid-masjid) dan <em style="border: none; line-height: 1.5;">aswaaqu</em> (pasar-pasar). Kedua, padanan kata cinta-benci ditulis dalam bentuk kaidah <em style="border: none; line-height: 1.5;">isim tafdhil,</em> kata benda yang mempunyai arti sangat/paling/lebih, yaitu <em style="border: none; line-height: 1.5;">ahabbu</em> (paling dicintai) dan <em style="border: none; line-height: 1.5;">abghodu</em> (paling dibenci).</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Dua padanan kata masjid-pasar dan cinta-benci itu dirangkai dalam bentuk kalimat masjid yang paling dicintai, sedangkan pasar yang paling dibenci. Setiap masjid yang ada di seluruh pelosok negeri dan bahkan saat ini di seluruh bumi, adalah tempat paling dicintai Allah. Kata cinta yang digunakan dalam hadits bukan cinta sembarangan, tetapi berasal dari runtutan kata yang mengikuti kaidah <em style="border: none; line-height: 1.5;">fi'il madi</em> (kata kerja lampau) - <em style="border: none; line-height: 1.5;">fi'il mudhori</em> (kata kerja saat ini) - <em style="border: none; line-height: 1.5;">masdar</em> (kata benda), yaitu <em style="border: none; line-height: 1.5;">habba - yuhibbu - mahabba</em>. Bahkan penggunaan masdar untuk menunjukkan cinta paling puncak tidak menggunakan kata lain, tetapi menggunakan kata <em style="border: none; line-height: 1.5;">Mahabbatullah</em> atau Cinta kepada Allah.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Jadi, kata cinta paling puncak (<em style="border: none; line-height: 1.5;">ahabbu</em>) dari Allah untuk tempat paling baik di seantero bumi, hanyalah Masjid. Sebaliknya, tempat yang paling dibenci (<em style="border: none; line-height: 1.5;">abghodu</em>) 0leh Allah adalah Pasar. Bahkan, kalimat <em style="border: none; line-height: 1.5;">ahabbu</em> dan <em style="border: none; line-height: 1.5;">abghodu</em>, keduanya merupakan bentuk kata yang berlaku terus menerus tak putus. Artinya, "<em style="border: none; line-height: 1.5;">ahabbul bilaadi Ilallahi masaajiduhaa</em>" dapat diartikan sebagai tempat-tempat di negeri yang akan selalu dicintai Allah tanpa putus dan tak akan pernah tidak dicintai sampai kapanpun adalah Masjid. Sedangkan "<em style="border: none; line-height: 1.5;">abghodul bilaadi Ilallahi aswaaquhaa</em>" dapat diartikan sebagai tempat-tempat di negeri yang akan selalu dibenci Allah tanpa putus dan tak akan pernah tidak dibenci sampai kapanpun adalah Pasar. Katakanlah Masjid berada di ekstrim ujung yang paling dan selalu dicintai Allah selamanya sedangkan Pasar berada ekstrim ujung lainnya yang dibenci Allah selamanya yaitu Pasar.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
<span style="font-size: x-small;">PASAR --(ekstrim kebencian)-- ALLAH --(esktrim kecintaan)-- MASJID</span></div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
<span style="font-size: x-small;">PASAR --(benci terus menerus)-- ALLAH --(cinta terus menerus)-- MASJID</span></div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
<span style="font-size: x-small;">PASAR --(benci selamanya)-- ALLAH --(cinta selamanya)-- MASJID</span></div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Mengapa Allah begitu mencintai Masjid, mencintainya terus menerus tanpa jeda dan selamanya? Imam Nawawi menjelaskan, karena masjid merupakan rumah ketaatan dan pondasi dasarnya adalah ketakwaan. Bahkan Imam Qurtubi lebih detil menjelaskan, karena masjid merupakan tempat yang dikhususkan untuk beribadah, berzikir, berkumpulnya orang-orang Mukmin, penampakan simbol-simbol agama, dan hadirnya para Malaikat</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
Sebaliknya, Mengapa Allah begitu membenci Pasar tanpa henti tanpa jeda terus menerus dan selamanya? Imam Nawawi menjelaskan karena pasar merupakan tempat berbuat kecurangan, tipu daya, riba, sumpah palsu, pengingkaran janji, dan penghalangan dari zikir kepada Allah serta lain sebagainya. Dijlentrehkan lebih jauh oleh Imam Kurtubi, karena pasar merupakan tempat yang khusus untuk mengejar duniawi dan berbagai kesenangan manusia, yang menghalang-halangi mereka dari zikir kepada Allah, dan karena merupakan tempat sumpah palsu, sekaligus menjadi medan pertempuran bagi syaitan, di sana pula syaitan menjunjung tinggi panjinya.</div>
<div style="color: #444444; font-family: Georgia, 'Bitstream Charter', serif; font-size: 16px; line-height: 1.5; margin-bottom: 24px;">
BERSAMBUNG...</div>
Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-63867701058431345942009-10-24T02:24:00.000-07:002014-02-05T05:40:56.517-08:00SIMPOSIUM NASIONAL PENDIDIKAN DASAR ISLAM<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc5STiezWM5_B8MYdd1SfhvzTQ3UfNL_49CJgoKW7ESI6_GAydbxLoNz326cbAAlQUtVFbQMOtiE6OC9PaxO2SoHU2ieffAnCrl0qakTLRgrJd_rm9xrXfaeGjGy1pd1gpW0SSZ-U4KzwA/s1600-h/simponas.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc5STiezWM5_B8MYdd1SfhvzTQ3UfNL_49CJgoKW7ESI6_GAydbxLoNz326cbAAlQUtVFbQMOtiE6OC9PaxO2SoHU2ieffAnCrl0qakTLRgrJd_rm9xrXfaeGjGy1pd1gpW0SSZ-U4KzwA/s400/simponas.jpg" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5396096589315884658" style="cursor: hand; cursor: pointer; display: block; height: 400px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 283px;" /></a>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-68085459497564170532009-04-11T17:42:00.000-07:002014-02-05T05:41:35.268-08:00PEMILU BIKIN KEIMANAN RASA BABI?: SIMULAKRUM KYAI DAN MUSLIM<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;"></span></span><br />
<div style="-webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-attachment: initial; background-color: white; background-image: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial; font: normal normal normal 13px/19px Georgia, 'Times New Roman', 'Bitstream Charter', Times, serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0.6em; padding-left: 0.6em; padding-right: 0.6em; padding-top: 0.6em;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">PENGANTAR<br />Pengalaman penulis mengikuti pemilu 2009 meski bukan sebagai caleg, akhirnya mendapatkan frustrasi masa depan politik yang menyedihkan. Kesimpulan penulis bahwa realitas politik kita memang sekuler terbukti. Islam sudah jadi simulakrum pikiran dan perbuatan. Simulakrum seperti dijelaskan oleh Baudrillard sebagai kenyataan yang ada di dunia ini adalah kenyataan yang tak terdefinisi lagi. Realitas yang ada adalah bentuk2 simulasi tak konkrit. Donald duck misalnya, merupakan simulasi dari bebek, padahal kita tahu donald duck bukanlah bebek, tapi simulasi kartun berbentuk bebek. Donald duck tidak pernah ada di realitas, hanya ada di media televisi, video maupun komik DIsney. Jadi, kalau bisa kita metaforakan, keislaman dalam pemilu sekarang ini, seorang caleg yang kebetulan kyai sekarang ini bukanlah kyai yang pernah ada dalam sejarah. Kyai atau Muslim sekarang dalam konteks Pemilu telah berubah menjadi Donald duck - Donald duck baru, simulasi-simulasi baru orang-orang Islam dalam perpolitikan Indonesia.</span></span><br />
<a name='more'></a><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">POLITIK KYAI DAN MUSLIM SEBELUM ERA REFORMASI</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">Perbedaan mencolok politik Islam dari politikus muslim dan para kyai di Indonesia tahun 2009 dan pemilu "80-an ke bawah dapat dilihat dari kepentingan politikus dan masyarakatnya. Ketika tahun 1980-an masyarakat mendapatkan pressure politik era Orde Baru, penguatan orientasi "guyub" masyarakat yang diwakili oleh para politikus menjadi kentara. Politikus saat itu adalah bagian dari perjuangan mempertahankan prinsip, mempertahankan eksistensi Islam dan perjuangan menegakkan "izzul Islam wal Muslimin" sebagai keseluruhan pandangan hidup termasuk dalam bidang politik. Di era itu jelas sekali sosok manusia kyai dan politikus muslim sebagai representasi politik Islam. Perlawanan yang dilakukan adalah bebas dari tekanan kekuatan politik orde baru yang mencengkeram kebebasan politik masyarakat Indonesia. Uang bukan didapatkan dari politikus untuk menyebarkan "bisyaroh" kepada masyarakat. Tetapi "shadaqah" dari masyarakat bertebaran untuk mendukung keterwakilan masyarakat Muslim di panggung politik. Masyarakat berlomba-lomba menyumbangkan rejeki yang didapatkannya untuk mendukung wakil-wakilnya untuk menyuarakan aspirasi "yang terbungkam" oleh kekuasaan otoriter. Jadi "bisyaroh" jelas-jelas tidak berfungsi sebagai dana perjuangan. Bahkan para kyai yang masih idealis akan melakukan "shadaqah berjamaah".</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">Berbeda dengan para kyai di partai represif memang memiliki pointers "terselubung" yang memanfaatkan politik untuk kepentingan ketentraman "bashiro" komunitasnya.Dalam hal ini memang dimungkinkan orientasi politik kyai tidak menempatkan dirinya pada posisi yang ambigu. Saya rasa strategi politik yang diambil adalah untuk mengamankan kepentingan "Jam'iyyah" agar tak tersudut bahkan tergeser sebagai akibat lanjutan serangan kaum nasionalis atas "Idealisme Jam'iyyah" yang berani berseberangan dengan kekuatan otoriter saat itu. Prinsipnya adalah Islam sebagai "ummatan wasathan" harus tetap nampak dalam situasi politik saat itu.</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">POLITIK KYAI DAN MUSLIM DI ERA REFORMASI</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">Kondisi era sebelum Reformasi menjadi terbalik dan bahkan ambigu ketika Reformasi menjadi pilihan masyarakat Indonesia. Keran demokrasi begitu hiruk pikuk melanda hampir seluruh kepentingan masyarakat saat ini. Termasuk di dalamnya adalah politik Muslim dan para Kyai. Ambiguitas tersebut kemudian mengembangkan "varietas politik" baru yang belum pernah ada dalam sejarah perpolitikan Muslim Indonesia. Ambiguitas menjadi Simulakrum-simulakrum baru Kyai dan Muslim Indonesia. Sekarang sudah tidak ada lagi politik "perlawanan" sebenarnya. Politik "perlawanan" sekarang telah berubah wujud menjadi rivalitas dan oposisi politik yang masuk dalam koridor ilmu politik modern. </span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">Tak ketinggalan para kyai dan politikus Muslim telah berubah wujud menjadi pembawa bendera politik era "neoliberalisme" yang bebas dan tak tersekat dalam bentuk perlawanan ideologis. Perlawanan ideologis menjadi "simbol" atau "sign" baru. Sign Simulakra Politik Muslim Indonesia baru. Para Kyai dan politikus Indonesia akan terlegitimasi secara politis apabila mereka dapat menyediakan dan menggerakkan emosi para kader partai sehingga mesin partai berjalan normal. Uang dalam koridor politik modern memang sebagai salah satu syarat mutlak. Seperti diketahui, kemenangan politik dalam "koridor politik modern" diukur dari keluasan jaringan, kemampuan politikus dalam mengemas ide untuk kepentingan rakyat, dan yang paling penting semuanya harus di-"drive" oleh dana yang cukup (baca: uang). </span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">Jadi, kalau logika uang adala sebagai salah satu motor penting politik modern, maka tidak ada lagi keikhlasan politik, yang ada adalah bagaimana para politikus Muslim dan para Kyai memberi "bisyaroh" kepada para konstituen dan simpatisannya demi suara kemenangan partai politik peserta pemilu. Tidak ada lagi dikotomi politikus Muslim dan Kyai "Idealis" dan "Strategis". Politikus Muslim dan Kyai bisa berada di mana-mana dan kemana-mana sesuai dengan kepentingan yang terjalin berkelindan antara partai, masyarakat dan calegnya. Hilanglah suasana idealis yang diwujudkan dalam bentuk "shadaqah" simpatisan ataupun konstituen untuk mendukung partai yang memperjuangkan "izzul Islam wal Muslimin". Yang ada tinggallah bagaiman para politikus Muslim dan Kyai Politik bisa menyediakan "bisyaroh" masa sosialisasi, masa kampanye, bahkan sampai masa tenang (yang kemudian jadi wadah efektif melakukan gelontoran uang "bisyaroh" untuk kepentingan masyarakat). Kyai sudah tidak malu-malu lagi untuk menyeberang dari partai yang dulunya "sangat pragmatis nasionalistik" ke partai yang "idealis" karena segalanya sudah berubah. Partai tidak lagi merepresntasikan kepentingan masyarakatnya, tetapi partai dibuat untuk menyalurkan sumbatan aspirasi elitis dan kemudian menggunakan kekuatan jaringan mereka untuk mendapatkan posisi/kursi politik di dewan perwakilan rakyat (baik daerah, propinsi sampai pusat). </span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">Yang kasihan adalah politikus idealis, jadi bahan fitnah dan cemoohan, ketika mereka tidak mau meskipun sebenarnya sanggup untuk melakukan "money politik model bisyaroh" di masa kampanye sampai masa tenang yang biasanya disebut "serangan fajar". Para politikus dan kyai idealis seperti itu sebenarnya juga mendapatkan dukungan luas, tetapi menjadi bulan-bulanan ketika para politikus "kutu loncat" dan "pragmatis" Muslim atau bahkan Kyai Politik melakukan fitnah tidak dewasa dan melakukan "money politics". </span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;"><br /></span></span>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">PENUTUP</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">Karena sudah tidak jelas lagi mana yang minyak samin dan mana minyak babi, maka yang terjadi kemudian baik politikus Muslim dan Kyai Politik melakukan praktik "dagang babi" yang jelas-jelas dianggap halal asal tetap dalam koridor tujuan akhirnya, menguasai "parlemen" untuk berjuang atas nama Islam. Jadi apakah yang kita dukung itu politikus Muslim dan Kyai Politikus Simulakrum atau politikus Muslim dan Kyai Politik yang masih mengedapankan idealisme untuk membangkitkan perjuangan "izzul Islam wal Muslimin"?</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">Jadi, ketika kyai dan politikus muslim yang "haus" kekuasaan masih ingin dipilih dari hasil "bisyaroh untuk masyarakat" dan menanggalkan "bashiro"-nya, maka hancurlah dunia politik Islam yang diidamkan. wallahu'a'lam</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 22px; white-space: pre;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; font-size: 16px; white-space: normal;">Itulah Simulakrum Keimanan Politik...</span></span></div>
Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-47223436098498224732009-02-06T00:18:00.000-08:002014-02-05T05:42:50.354-08:00LAUNCHING LEMBAGA THINK TANK EKONOMI ISLAM (CISFED) DAN BUKU AKUNTANSI SYARIAH<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"></span><br />
<div class="messageEnclosure">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"></span></span></span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #0c3c94; font-family: 'Times New Roman'; font-size: 18pt; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">CISFED<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></b></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #0c3c94; font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and development</span></span></span></span></div>
<a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #0c3c94; font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"> <o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Bismillahirrahmaani<wbr style="line-height: 1.22em;"></wbr>rrahim.</b></span><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Mengundang Bapak/Ibu/Saudara:</b></span><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Launching perdana CISFED</b></span><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Insya Allah tanggal 11 Pebruari 2009</b></span><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Pukul 10.00 - 13.00 WIB</b></span><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Bertempat di Financial Club Jakarta,</b></span><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Multi Function Room, Gedung Graha Niaga,</b></span><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Jalan Jendral Sudirman Kav. 58 Jakarta.</b></span><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Sekaligus dilakukan launching buku kedua dari Executive Director, Dr. Aji Dedi Mulawarman, yang berjudul: </b></span></span></span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">AKUNTANSI SYARIAH: TEORI, KONSEP DAN LAPORAN KEUANGAN </b></span></span></span></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #777777; font-family: LucidaGrande; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">(Gratis Buku bagi yang hadir).</b></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #0b48c1; font-family: 'Times New Roman'; font-size: 16pt; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;"> <o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></b></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="color: #0b48c1; font-family: 'Times New Roman'; font-size: 16pt; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">ABOUT<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></b></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"> <o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">CISFED is a Jakarta based think tank focusing on Islamic studies in finance, economics, and development. It<span style="line-height: 1.22em;"> </span>aims to offer alternative thoughts integrating faith and science, particularly social sciences, in the above disciplines, reviving Islamic intellectual traditions in the modern world.<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">CISFED believes that mankind, be it in the developing or developed countries, is in need of an alternative paradigm of development, a paradigm that is more ethical, human, and just.<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">CISFED will produce high-quality Islamic policy research, publication, discussion, and other related activities that can provide innovative and practical policy recommendations for decision makers.<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">CISFED is committed to contribute in strengthening the awareness and understanding of the people on Islamic approaches in finance, economics, and development, creating references for policy makers to produce policies that can foster the economic and social welfare of the people.<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Founded by young Muslim scholars and professionals from various disciplines and backgrounds, the CISFED has strength in combining classical and modern Islamic methodologies to produce high quality policy research and recommendation.<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;"> <o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></b></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">The FOUNDER<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></b></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Farouk Abdullah Alwyni</b></span><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">, <i style="line-height: 1.22em;">CHAIRMAN</i></span><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Mr. Alwyni currently is a Chairman of CISFED.<span style="line-height: 1.22em;"> </span>He is an Islamic finance practitioner with international experience, spending eight years in a variety of professional activities at the Jeddah-based Islamic Development Bank Headquarters in Jeddah, Saudi Arabia. Currently, he is the Director of PT. Al-Ijarah Indonesia Finance, the first Joint-Venture Islamic Multi-Finance in Indonesia. He obtained his MA degree in economics from New York University, USA and MBA degree in International Banking & Finance from Birmingham Business School, the University of Birmingham, UK. He has published a number of articles related to finance, economics, development, and politics.<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Aji Dedi Mulawarman</b></span><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">, <i style="line-height: 1.22em;">EXECUTIVE DIRECTOR</i></span><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Mr. Mulawarman currently is an Executive Director of CISFED and a lecturer in the graduate program in economics<span style="line-height: 1.22em;"> </span>at the University of Brawijaya, Malang. He obtained his Ph.D in accounting from the faculty of economics at the same university. He won for three times in a row a prestigious national award in the writing of accountancy. He combines his time for social as well as business activity. Running his own several businesses, including developing an International Islamic School of Bani Hasyim in Malang, East Java.<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Masyudi Muqorobin</b></span><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">, <i style="line-height: 1.22em;">DIRECTOR<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></i></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Mr. Muqorobin currently is a director of CISFED and the Head of the program of Economics in the University of Muhammadiyah Yogyakarta. He obtained his Ph. D. in Islamic Economics from the International Islamic University Malaysia. His activity includes lecturing in a number of universities, researching in islamic economics, and facilitating workshop and dialogue on Islamic economics and finance domestically as well as internationally.<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Saat Suharto</b></span><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">, <i style="line-height: 1.22em;">DIRECTOR<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></i></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Mr. Suharto currently is a director of CISFED and the CEO of a Jakarta-based PT. BMT Holding, a growing Islamic venture capital company. Formerly is a president director of BMT Center, an association of hundreds of Indonesia’s BMT Islamic micro finance business. He is also the Chairman of TAMZIS, a micro-financing company. His long experience in developing micro-finance business in Indonesia has inspired several parties to have more attention in islamic micro business in Indonesia.<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Yusuf Hidayat,</b></span><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><i style="line-height: 1.22em;"> DIRECTOR</i></span><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Mr. Hidayat currently is a director of CISFED and lecturer at the University of Al- Azhar Indonesia. Formerly is a student activist, he was the President of the Central Board of the Islamic Association of University Students (PB-HMI) in 1999-2001. Currently, he is a Ph. D Candidate in Islamic Business Complience in State Islamic University (UIN) Jakarta. He is also the Director of the Center on Economics and Technology Studies and has been involved in Islamic economic law research.<b style="line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></b></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Nasyith Majidi, </b></span><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><i style="line-height: 1.22em;">TRUSTEE</i></span><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Mr. Majidi currently is a board of trustee member of CISFED and<span style="line-height: 1.22em;"> </span>chairman of BRIGHT Indonesia, a Jakarta based independent economic think tank. He owns several business entities including financial, publishing, and education institutions.<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;">Awalil Rizky, </b></span><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><i style="line-height: 1.22em;">TRUSTEE</i></span><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><b style="line-height: 1.22em;"><o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></b></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Mr. Rizky curently is a board of trustee of CISFED and Managing Director of BRIGHT Indonesia, a Jakarta based independent economic think tank. Former activist of student and social movement, and author of several economic books, including (with Nasyith Majidi) a nine series of Indonesian Economy: Undercover Economy.<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"> <o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">For more information:<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">CISFED<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"><i style="line-height: 1.22em;">Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></i></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;"> <o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">South Wing Suite<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Jl. Taman Ubud no.03, Embassy District Kuningan<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Jakarta 12950<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Phone : (021) 70917302<o style="font-size: 0px; line-height: 1.22em;"></o></span></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 1.22em; margin: 0px 0px 1em; text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande'; font-size: 12px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Helvetica;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'times new roman'; font-size: 16px; line-height: 19px;"><span lang="SV" style="font-family: 'Times New Roman'; line-height: 1.22em;">Email : cisfed@gmail.<wbr style="line-height: 1.22em;"></wbr>com</span></span></span></span></div>
</div>
Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-40220215116718483552008-12-28T23:18:00.000-08:002009-01-27T09:06:12.373-08:00BUKU AKUNTANSI SYARIAH BARU: In Progress<span class="Apple-style-span" style="font-family:Times;font-size:16px;"><div style="color: rgb(0, 0, 0);font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif;font-size: 10px;background-image: initial;background-repeat: initial;background-attachment: initial;-webkit-background-clip: initial;-webkit-background-origin: initial;background-color: rgb(255, 255, 255);font: normal normal normal 13px/19px Georgia, 'Times New Roman', 'Bitstream Charter', Times, serif;padding-top: 0.6em;padding-right: 0.6em;padding-bottom: 0.6em;padding-left: 0.6em;margin-top: 0px;margin-right: 0px;margin-bottom: 0px;margin-left: 0px;background-position: initial initial;"><p><span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">break news</span>,</p><p>Insya Allah saya akan menerbitkan buku <span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">A</span><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">KUNTANSI SYARIAH: Teori, Konsep dan Laporan Keuangan</span>, terbitan E-Publishing Company Jakarta. Launching perdana rencananya akan dilaksanakan Awal Pebruari 2009 bersamaan dengan pendirian lembaga <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">think-tank</span> ekonomi Islam,<span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Center for Islamic Studies in Finances, Economics and Development (CISFED)</span> di Jakarta.<img src="http://ajidedim.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif" mce_src="http://ajidedim.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif" alt="" class="mceWPmore mceItemNoResize" title="More..." style="border-style: initial;border-color: initial;border-style: initial;border-color: initial;border-right-width: 0px;border-bottom-width: 0px;border-left-width: 0px;border-style: initial;border-color: initial;border-top-width: 1px;border-top-style: dotted;border-top-color: rgb(204, 204, 204);display: block;width: 100%;height: 12px;margin-top: 15px;background-image: url(http://ajidedim.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/more_bug.gif);background-repeat: no-repeat;background-attachment: initial;-webkit-background-clip: initial;-webkit-background-origin: initial;background-color: rgb(255, 255, 255);background-position: 100% 0%;" /></p><p>Buku kedua tersebut akan melengkapi gagasan-gagasan awal saya mengenai perlunya Akuntansi Islam atau Akuntansi Syariah yang memiliki Koeksistensi Universalitas Islam dan Keindonesiaan. <span mce_style="line-height:12px;" style="line-height: 12px;">Secara umum buku baru ini merupakan jawaban atas pertanyaan mendasar:</span></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><span mce_style="font-weight:normal;line-height:12px;" style="font-weight: normal;line-height: 12px;">"</span><span mce_style="font-weight:normal;" style="font-weight: normal;">Apakah akuntansi Islam atau juga biasa disebut akuntansi syariah memang memiliki jiwa asalinya, memiliki jiwa universal sekaligus lokal?"</span></span></p><p>Universalitas berkenaan dengan akuntansi merupakan bangunan keilmuan yang diturunkan dari nilai nilai universal Islam. Sedangkan Lokalitas berkenaan dengan akuntansi sebagai ilmu tidak mungkin bebas nilai, lepas dari nilai-nilai budaya, religius, etis dan lokal. </p><p>Dalam buku tersebut akan diperlihatkan secara utuh bahwa aspek budaya, sosial, religius, etis, dan loikal sangat mempengaruhi bentuk dan "<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">taste</span>" akuntansi yang memiliki koeksistensi nilai universalitas Islam sekaligus nilai lokal khas Indonesia. Akuntansi syariah ber-"jiwa" universal sekaligus lokal tak dapat dipungkiri telah menjadi potret differensiasi atas akuntansi Barat yang selama ini selalu dan "sengaja" dipaksakan sebagai bebas nilai dan dapat digunakan dimanapun akuntansi diterapkan. </p><p>Buku Kedua Akuntansi Syariah ini akan memunculkan gagasan-gagasan baru. Gagasan tersebut mulai dari tujuan akuntansi syariah, konsep dasar teoritis akuntansi syariah, tujuan laporan keuangan akuntansi syariah, prinsip-prinsip dan karakter laporan keuangan syariah, sampai dengan bentuk laporan keuangan syariah yang saya sebut sebagai TRILOGI LAPORAN KEUANGAN SYARIAH. </p><p>wassalam</p><p><a href="http://www.blogger.com/ajidedim@gmail.com" mce_href="ajidedim@gmail.com">ajidedim@gmail.com</a></p></div></span> <!-- multiply:no_crosspost --><p class="multiply:no_crosspost"></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-89313310920882047002008-12-14T12:28:00.001-08:002008-12-14T17:51:45.752-08:00BBM TURUN, RUU MINERBA, BUSH DILEMPAR SEPATU<a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/12/15/bbm-turun-bush-dilempar-sepatu-ruu-minerba/">http://ajidedim.wordpress.com/2008/12/15/bbm-turun-bush-dilempar-sepatu-ruu-minerba/</a> <!-- multiply:no_crosspost --><p class="multiply:no_crosspost"></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-81965519450063642842008-12-12T18:51:00.000-08:002008-12-12T23:56:48.064-08:00HARMONISASI AKUNTANSI INTERNASIONAL = NEOKOLONIALISME? <div class="snap_preview"><p>Berikut adalah kesimpulan dampak globalisasi pada harmonisasi akuntansi internasional yang saya kutip dari tulisan <strong><em>Diaconu Paul, Lecturer di Academy of Economic Studies Bucharest yang berjudul Impact of Globalization on International Accounting Harmonization</em></strong> (http://ssrn.com/abstract=958478):<span id="more-913"></span></p> <p><em>“USA is also involved in developing international accounting standards with IASB (International Accounting Standard Board, added). Most of the countries which trade with USA prepare their accounts according to US GAAP this in turn makes US GAAP accepted not only in USA but in other countries as well. As USA being the biggest and the strongest economy in the world and its ability to control a large part of the capital market poses a great challenge for the IASB because the companies in USA using IAS (International Accounting Standards, added) issued by the IASB need reconciliation with the US GAAP. T<strong>his implies that IAS cannot be adopted without the approval of FASB (Financial Accounting Standards Board, <span style="font-style: normal;"><span style="font-weight: normal;">added</span></span></strong><strong>)</strong>. Furthermore IASB will have difficulties in refusing the proposals made by USA because of its heavy involvement. This will hinder the harmonization of account standards. <strong>One can argue that countries, which are economycally superior to other countries, will have their way out in setting the international accounting standards</strong>.”</em></p> <p><em>Kalau diartikan secara bebas kesimpulan di atas mungkin gini:</em></p> <p><em>Amerika Serikat juga terlibat dalam pengembangan standar akuntansi internasional dengan IASB. Banyak negara yang melakukan perdagangan dengan USA mempersiapkan akuntansi mereka yang sesuai dengan US GAAP atau Pedoman Akuntasi Berterima Umum di Amerika Serikat, yang hal ini berdampak pula pada penerimaan US GAAP tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di negara-negara lain yang berhubungan dengannya. USA sebagai negara yang secara ekonomi memang kuat dan besar di dunia dan kemampuannya untuk mengendalikan sebagian besar capital market posisinya sangat kuat terhadap perubahan IASB karena perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat memang menggunakan Standar Akuntansi Internasional dari IASB dan perlu direkonsiliasi dengan US GAAP. <strong>Dampaknya jelas, IAS tidak dapat diadopsi tanpa persetujuan dari FASB.</strong> Terlebih lagi IASB akan kesulitas menolak usulan dari Amerika Serikat karena keterlibatan yang sangat kuat. Hal ini pula yang menghambat harmonisasi standar akuntansi. <strong>Dapat pula diartikan di sini bahwa negara yang secara ekonomi memiliki superioritas terhadap negara lain, akan melakukan setting terhadap standar akuntansi internasional.</strong></em></p> <p>Jadi, gimana? Kita termasuk negara yang secara ekonomi superior atau inferior? Kalo ternyata kita secara ekonomi harus tergantung pada negara-negara lain, terutama USA dan Eropa yang superior, maka artinya harmonisasi akuntansi adalah bentuk neokolonialisme lewat globalisasi ekonomi atau neoliberalisme ekonomi……? gitu gak ya? Silakan jawab deh para standard setter di Indonesia atau para akuntan kita… <img src="http://s.wordpress.com/wp-includes/images/smilies/icon_biggrin.gif" alt=":D" class="wp-smiley"> </p> </div> <!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-69269347078271061822008-09-20T02:38:00.000-07:002008-09-20T07:45:42.469-07:00MERAYAKAN IDUL FITRI: MATERIALISASI KEIMANAN ATAU PUNCAK RELIGIUSITAS?<span class="Apple-style-span" style="line-height: 19px;font-family:'Lucida Grande';"><blockquote><p mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Oleh: Aji Dedi Mulawarman</span></p></blockquote><blockquote><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(102, 102, 102); line-height: 16px; font-size:11px;">Lek Salim…sang lugu dari dukuh girirembang…Sosok manusia desa dengan rejeki pas-pasan…Sedang mencari makna keikhlasan dan ketundukan pada Tuhan menjelang Hari Raya Idul Fitri…Mencarilah sang lugu ke sekeliling desa…Tak puas dengan desa…Mencarilah dia ke kota yang katanya tempat segala sesuatu ada…Termasuk mencari ketundukan dan khusyu’nya ibadah…Di tengah kota dia lihat spanduk bertajuk …Mendekat Kepada Tuhan Lewat Ibadah…atau…Mencapai Ibadah Lewat Khusyu’…Setelah sang lugu mendekat spanduk…Tak kuasa dia menahan tangis…Seketika itu juga dia kangen suasana desa…Tanpa Uang dan Tanpa Harta…Tetapi setiap Kehadiran Menuju Kesadaran Ketuhanan…Hanya perlu dibayar dengan keikhlasan guru dan murid</span><p mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">Abstraksi</span><br /></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Mendekati Idul Fitri gerakan masyarakat Muslim selalu mengalami gejala yang sama. Gejala tersebut dibagi menjadi 3 gejala utama. Pertama adalah gejala sosial, kedua spiritual, dan ketiga religius. Ketiga gejala tersebut kadang memiliki derivasinya dengan berbagai gejala lain sepeti gejala politik, atau saling bersinggungan antar tiga gejala tersebut. Masalahnya adalah gejala sosial yang lebih materialistik ternyata lebih menonjol perangainya dalam konfigurasi kemanusiaan masa sekarang. Tren religiusitas telah termaterialisasikan sedemikian rupa sehingga tidak lagi memiliki relevensi ketakwaan yang diinginkan sebagai Agenda Normatif Ketuhanan, yaitu Menggagas Kesadaran Berketuhanan sebagai Nilai Keutamaan dalam hidup serta Menggagas Implementasi Kesadaran Berketuhanan dalam untuk mencerahkan diri, keluarga, lingkungan sosial dan alam. Semua yang terjadi sekarang adalah bentuk materialisasi religiusitas, materialisasi spiritualitas yang mengarah pada kepentingan ego dunia...Untuk melihat sejauh mana peran ketiga gejala utama menjelang perayaan Idul Fitri berikut disampaikan perkembangan terbaru tiga gejala tersebut.<br /></span></p></blockquote><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">1. Gejala Sosial</span></p><p>Idul Fitri merupakan aktivitas yang telah menjadi budaya masyarakat. Idul Fitri telah menjadi "ikon kegembiraan" masyarakat menuntaskan agenda pribadi-komunitasnya melakukan kewajiban agama. Ikon kegembiraan setelah selesai dari kewajiban ritus puasa. Seperti kita ketahui ritus puasa dalam Islam sebenarnya secara material-batiniah berhubungan dengan menahan lapar, haus, marah, sedih, berhubungan seksual bagi suami-istri dan aktivitas-aktivitas lain yang berkenaan dengan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">blow-up</span>hawa nafsu. Hawa nafsu bagi Islam tidak dilarang dalam aktivitas rutin di luar bulan ramadhan, tetapi hawa nafsu ini haruslah yang selalu dekat dengan kebaikan dan mengarah pada puncak kebaikan itu sendiri (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">nafs muthmainah</span>). Ikon kegembiraan materi dihubungkan dengan belanja untuk keperluan buka puasa atau menumpuk makanan penuh "rasa" pada hari raya. Belanja pakaian dan asesories keluarga lainnyapun tak ketinggalan, seperti sepatu, jam tangan, hp, radio, tape, kendaraan bermotor, dan lainnnya. Ikon kegembiraan batin dihubungkan dengan "mudik" ke kampung halaman untuk menyalurkan kekangenan batin "nasab" atau struktur kekerabatan manusia dengan manusia lainnya.</p><p>Maka yang terjadi, dampak internalisasi Ikon Kegembiraan dalam struktur masyarakat, muncullah keriuhan di toko-toko pakaian, elektronik, pasar-pasar, mal-mal, dan tempat-tempat pemuasan nafsu manusia itu. Keriuhan penuh manusia berebut materi (baik yang murah tapi tidak penting kualitas maupun yang mahal tapi tidak penting kuantitas) dengan menebar uang sebagai alat tukarnya. Harapannya mereka menjadi makhluk-makhluk yang "bersih materi" karena telah cantik berbajukan pakaian maupun alat elektronik baru.</p><p>Di samping Ikon Kegembiraan, sekarang ini mulai muncul model-model baru yang berkenaan dengan perubahan struktur politik masyarakat pasca reformasi, yaitu desentralisasi politik. Bentuk desentralisasi politik yang paling menonjol adalah Pilkada Gubernur dan Walikota/Bupati serta anggota DPR/DPRD/DPD. Gejala sosial baru ini telah menderivasi menjadi Gejala Politik, yang berbentuk Ikon Kekuasaan. Mau tahu bentuk ikon kekuasaan? Kita lihat banyak calon-calon gubernur/walikota/bupati beramai-ramai mulai mengucapkan selamat berpuasa. Tidak menutup kemungkinan nanti pas hari raya akan muncul agenda menunggangi ikon kegembiraan masyarakat lewat iklan selamat hari raya atas nama calon-calon gubernur/walikota/bupati. Ya ini prediksi, tapi kalo ternyata tidak ada ya sudah, artinya gejala politik belum sampai pada taraf masuk menjadi Ikon Kekuasaan. Ya kan? :) . Tapi sebenarnya yang sudah banyak merebak dan menjadi gejala politik yang terderivasi dari gejala sosial adalah Safari Ramadhan. Bukan hanya bupati, walikota, gubernur, bahkan presiden/wakil persiden-pun memanfaatkan gejala politik ini....wiiii... apa ini bisa disebut sebagai bentuk materialisasi ramadhan? Nanti pasti ada bentuk materialisasi hari raya yang berbalut Ikon Kekuasaan... Iya nggak ya?</p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">2. Gejala Spiritual</span></p><p>Idul Fitri merupakan aktivitas yang juga menjadi budaya masyarakat berkenaan dengan "Ikon Kesadaran" realitas sosiologis. Ikon kesadaran adalah pola tradisional yang masih melekat pada masyarakat kita, yaitu rajin berbuat baik, rajin menikmati sajian-sajian spiritual , mengurangi perselisihan, meningkatkan toleransi sosial, murah senyum,bermaaf-maafan, mengasah hati dan mendekatkan diri pada aras-aras kebenaran Tuhan. Bahkan bermaaf-maafan ini terefleksi menjadi keunikan-keunikan. Mulai dari silaturahim halal bihalal dari rumah ke rumah untuk mengucapkan mohon maaf lahir batin, silaturahim halal bihalal kolektif kantor, kampung atau kelompok sosial lainnya. Ada lagi yang menjadi tradisi masyarakat Indonesia dan bahkan Melayu, yaitu kalo di daerah Malang, Jawa Timur, disebut Galak Gampil (tradisi ke rumah-rumah orang baik yang kenal atau tidak untuk bersalam-salaman dan minta maaf yang tujuannya materialistik, yaitu dapat uang riyoyo atau uang galak gampil atau sumbangan). Tetapi secara substansial, gejala spiritual ini lebih dekat pada kesadaran untuk menyelam ke dalam batin spiritual manusia, bahwa setiap manusia perlu interaksi dengan manusia lainnya untuk menjadi manusia yang asali, kembali ke fitrah. Hal ini ditandai dengan lepasnya dosa setelah permintaan maaf telah terucap dan balasan jawaban maaf juga telah tersampaikan. Inti Ikon Kesadaran ini juga yang menarik manusia-manusia di kota besar untuk pulang ke kampung halaman sebagai refleksi kesadaran sifat dasar manusia yang penuh dosa. Moga-moga galak gampil sebagai gejala spiritual tidak seperti gejala sosial yang akan terderivasi menjadi gejala politik, yang muncul menjadi Galak Gampil Politik. wakakakakak....</p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">3. Gejala Religius</span></p><p>Idul Fitri juga tidak bisa lepas dari munculnya "Ikon Ketundukan" tiap individu maupun masyarakat. Aktivitas sedekah, zakat fitrah, zakat maal, shalat id, i'tikaf, dan agenda religius lainnya. Ikon ketundukan ini sebenarnya merupakan bentuk kesadaran yang terukur dengan munculnya kewajiban syari'ah yang perlu dijalankan sebagai refleksi "puasa itu adalah milik-KU" begitu titah Allah. Ikon ini bukan lagi berkenaan dengan kegembiraan materi-batin, atau kesadaran batin spiritual kemanusiaan saja. Tetapi Ikon Ketundukan adalah bentuk melampaui (beyond) materi-batin-spiritual. Itulah bentuk kepasrahan manusia untuk menjalankan apa yang menjadi titah Allah dalam Qur'an maupun syara' yang diushwahkan Rasulullah SAW. Ikon Ketundukan ini lebih bernuansa reflektif yang menghindari hiruk pikuk kegembiraan, menghindari limpah ruah materi, bahkan menghindari ketamakan batin untuk menjadi orang yang merasa diperlukan oleh orang lain karena merasa tidak bersalah, tetapi yang muda perlu minta maaf kepada yang tua misalnya. Dalam tataran ketundukan ini setiap manusia menjadi abdi Allah yang paling pasrah dan harus menegasikan segala sifat kemanusiaannya, tetapi harus menjulangkan sifat Ketuhanannya.</p><p>Apakah iya ini masih terjadi? Adakah yang bisa meyakini bahwa gejala religius masih lebih penting daripada gejala sosial di masa penuh dengan materialitas kepentingan? Artinya jaman sekarang ini memang segala sesuatunya tidak pernah lagi ukuran spiritualitas dijadikan ukuran, tetapi segala sesuatu harus diukur dengan materi. Mulai dari aktivitas atau perbuatan itu mengandung kebaikan,atau mengandung kejahatan sampai pernikahan atau perjuangan menuju sesuatu yang lebih baik. Ukurannya semua adalah materialitas. Religiusitaspun kalo perlu diukur dengan materialitas...hehehe. Bahkan religiusitas juga sekarang sudah dijadikan ukuran politik, mulai dari partai politik yang baik adalah partai yang secara material dapat menunjukkan sosok spiritualitasnya hahahahaha....ngeri....</p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">4. Idul Fitri: Mau Beyond Kemana?</span><br />Pertanyaan atas ketiga gejala utama (sosial, spiritual, religius) dan gejala ikutannya yang berbentuk kepentingan atau politik, apakah memang telah terjalin sedemikian rupa sehingga religiusitas yang seharusnya merupakan puncak kesadaran spiritual yang melampaui kesadaran individu-sosial yang materialistik, telah dijungkirbalikkan atau terjungkirbalikkan oleh materialitas? Betapa hebatnya materialitas itu telah menghancurkan koridor-koridor kebaikan religius yang asali, yang seharusnya tidak bisa dicapai dengan membeli, alis gratis. Contohnya seperti religiusitas yang sekarang hanya bisa ditempuh dengan cara membayar. Latihan atau training spiritualitas dan religiusitas untuk mendekat kepada Tuhan hanya bisa dicapai ketika kita membayar dengan UANG dan dilaksanakan di HOTEL agar khusyu'. Betapa hebatnya dan mahalnya religiusitas sekarang, sampai-sampai untuk bisa bertemu dengan Tuhan atau mendekat kepada Tuhan, atau shalat yang khusyu' ditentukan dengan pelunasan pembayaran training.</p><p>Padahal bila kita lihat sejarah, seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari atau HOS Tjokroaminoto di masa awal kesadaran nasional religius sebelum kemerdekaan, mereka bahkan kalau perlu memberi sumbangan uang dari hasil jerih payah mencari rejeki, untuk melakukan training atau penyadaran pentingnya ber-Islam untuk melawan penjajahan kolonial Belanda, Para pendiri bangsa itu berupaya dengan ikhlas tanpa kompensasi materi menyediakan diri dan harta mereka untuk melakukan penyadaran pentingnya nilai-nilai religius dan spiritual Islam sebagai dasar perjuangan kepada masyarakat. Hal ini seperti kontradiksi dengan kondisi sekarang. Penyadaran harus dibayar dengan mahal, dengan uang, para pendakwah harus dibayar atas jerih payahnya melakukan training atau penyadaran pentingnya religiusitas sebagai dasar individu dan gerakan sosial yang lebih baik.</p><p>Kalau begitu ada waktunya nanti apakah hari raya idul fitri dan puasa ramadhan harus dibeli juga dengan uang, agar hari raya dan puasa kita benar-benar bermakna religiusitas yang sebenarnya? Ada waktunya nanti masuk masjid harus membayar untuk bisa shalat khusyu' di masjid? Ada waktunya nanti berbuat baik harus membayar, dan segala sesuatu nantinya harus membayar?</p><p>Astaghfirullah, mungkin saatnya kesadaran untuk menggapai spiritualitas harusnya mulai dirubah dan didesain ulang, religiusitas perlu didudukkan kembali pada posisinya yang sakral...jangan sampai kepentingan-kepentingan selalu dihubungkan dengan materialitas. Bisakah? Mari berdoa agar religiusitas menjadi puncak kepentingan yang bebas dari kepentingan materi, tetapi memiliki kepentingan yang murni, kepentingan cinta kepada Allah semata...</p><p>Jadi? Yang paling penting bagi pendakwah/trainer/pemberi ingat individu dan masyarakat kembali ke fitrah religiusitasnya untuk menyumbangkan ilmu dan hartanya demi kebaikan individu dan masyarakatnya menjadi lebih baik? Begitukah? Atau memang sejarah telah berubah? Para pembawa panji kebenaran perlu dibayar? Kalau begitu wasiat Al Ghazali bahwa seorang guru tidak boleh meminta bayaran atas pengajaran dan pendidikannya karena ikhlas sudah tidak berlaku lagi? </p></span> <!-- multiply:no_crosspost --><p class="multiply:no_crosspost"></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-3453626143224291732008-08-30T02:03:00.000-07:002008-08-30T06:26:46.589-07:00ESQ BERBASIS SPIRITUAL COMPANY: UNTUK KEPENTINGAN SIAPA?<span class="Apple-style-span" style="line-height: 19px;font-family:'Lucida Grande';"><div mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">ESQ BERBASIS SPIRITUAL COMPANY: UNTUK KEPENTINGAN SIAPA?</span></div><p align="center"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Oleh: </span><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Aji Dedi Mulawarman</span></p><p><br /></p><blockquote><p>1. PENDAHULUAN</p><p>Model <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">spiritual company</span> saat ini banyak mempengaruhi perusahaan baik Barat maupun Indonesia. Sebut saja model-model <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Spiritual company</span> dari Zohar dan Marshall dengan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Spiritual Capital</span>-nya atau Ari Ginanjar Agustian dengan ESQ-nya. ESQ model Ari Ginanjar Agustian misalnya, tidak jauh berbeda dengan bentuk <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">spiritual company </span>yang ada. Tujuannya sama, <span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">yaitu </span></span><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">dikembangkan untuk <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">going concern</span></span><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">perusahaan dengan mengadaptasi nilai-nilai universal berbagai agama yang memiliki kesamaan dan bersifat langgeng, seperti kejujuran, ketulusan, rendah hati, menghargai harkat kemanusiaan, rela berkorban demi kemashlahatan orang banyak, dan lainnya.</span></p></blockquote><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"> </span></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">2. SPIRITUAL COMPANY SEBAGAI BAHAN DASAR ESQ</span></p><p>Apabila kita merujuk ke majalah SWA No 05/XXIII/1-14 Maret 2007 menyoroti<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">spiritual company</span> sebagai topik utamanya, menegaskan bahwa merebaknya<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">spiritual company</span> di Indonesia merupakan dampak dari perkembangannya di Barat seperti dilakukan oleh UPS, Southwest, Starbucks dan Timberland untuk melanggengkan perusahaan. Diungkapan Prama (SWA 2007, 38) bahwa jika perusahaan ingin <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">sustainable</span> dan berumur panjang, ia harus menganut nilai-nilai spiritual. Dengan begitu, integritasnya akan teruji dan dipercaya mitra bisnisnya.</p><p>Pesatnya penggunaan spiritualitas dalam perusahaan disamping untuk mempertahankan kemapanan perusahaan juga dapat memberikan kenyamanan bekerja bagi perusahaan. Kenyamanan karyawan diyakini dapat memberikan pemahaman kepada mereka bahwa bekerja bukan lagi sekedar untuk mencari nafkah atau bersosialisasi, melainkan ingin memberikan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Mulai dari memberikan makna bagi teman sekerja, perusahaan, pelanggan, pemegang saham, pemerintah, bahkan bagi masyarakat sekitar perusahaan ataupun masyarakat luas (SWA 2007, 37). Pemikiran spiritualitas dalam perusahaan juga diungkapkan oleh Chappell seperti dikutip Brandt (1996), dengan spiritualitas akan memberikan koneksi secara menyeluruh antar personal, kepada perusahaan, komunitas, <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">customers</span> dan alam semesta. Ukuran keberhasilan<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Spiritual Company</span> menurut Goenawan (2007) adalah karyawan merasa <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">happy;</span>perusahaan menerapkan pemberdayaan karyawan sebagai manusia seutuhnya; perusahaan memiliki integritas tinggi; proses berbagi tidak hanya dengan karyawan dan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">shareholders</span> saja, melainkan kepada masyarakat , baik melalui program CSR ataupun kontribusi lain. Ujung akhir kepentingan spiritualitas dalam perusahaan menurut tim riset SWA (2007, 39) adalah untuk menghasilkan nilai-nilai organisasi (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Value Based Organization</span>) dengan output sebagai berikut:</p><p>1. Menghasilkan perubahan sikap individu (seperti pencarian makna lebih pada pekerjaan pada karyawan, orientasi pada memberi/pelayanan pada orang lain).</p><p>2. Menurunkan praktik penyelewengan dan pelanggaran wewenang (fraud).</p><p>3. Meningkatkan citra/kredibilitas perusahaan di mata stakeholder.</p><p>4. Mendongkrak performa perusahaan secara berkelanjutan. </p><p><br /></p><p>Menumbuhkan spiritualitas dalam perusahaan sebenarnya merupakan mekanisme materialisasi dan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">spiritualities purposing</span> untuk kepentingan pencapaian keuntungan maupun kebahagiaan. Lihat saja ternyata bentuk tiga level spiritualitas dalam perusahaan diorientasikan mulai pada level pertama, yaitu <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">survival level</span>(tahapan bertahan hidup) untuk meningkatkan keuntungan. Level kedua, ketika perusahaan telah mencapai level pertama, maka perusahaan harus mencapai<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">success level</span> dengan menekankan hubungan (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">relationship</span> dan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">networking</span>) serta tumbuh dan berkembang (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">growing</span>). Level ketiga, yaitu <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">happiness level</span> (level kebahagiaan) dengan cara selalu memberi (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">giving/services</span>). Artinya spiritualitas dalam perusahaan adalah pendorong nilai moral sebagai penunjang nilai berpikir material untuk meningkatkan kinerja individu dan organisasi (SWA 2007, 36). Berikut ini digambarkan tiga level dalam <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Spiritual Company</span>:</p><p align="center"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Gambar 1. Penerapan Nilai-nilai Spiritual dalam Spiritual Company</span></p><p align="center"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><a href="http://ajidedim.files.wordpress.com/2008/08/spiritualcompany.jpg" mce_href="http://ajidedim.files.wordpress.com/2008/08/spiritualcompany.jpg"><img class="aligncenter size-full wp-image-522" src="http://ajidedim.wordpress.com/files/2008/08/spiritualcompany.jpg" mce_src="http://ajidedim.wordpress.com/files/2008/08/spiritualcompany.jpg" alt="" width="381" height="215" style="border-style: initial;border-color: initial;border-top-width: 0px;border-right-width: 0px;border-bottom-width: 0px;border-left-width: 0px;border-style: initial;border-color: initial;display: block;margin-left: auto;margin-right: auto;" /></a> </span></p><p><br /></p><p>Terlihat jelas bahwa dalam tiga level tersebut nilai-nilai spiritual bukan merupakan aspek yang menjadi values utama, tetapi yang menjadi pola untuk mendapatkan value based organization. Nilai-nilai spiritual memang dipergunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">going concern</span> dan keuntungan perusahaan, bukan spiritualitas perusahaan itu sendiri.</p><p><br /></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">3. IMPLEMENTASI SPIRITUAL COMPANY: PENERAPAN ESQ DI ELNUSA</span></p><p>Implementasi Spiritual Company model ESQ misalnya dilakukan oleh PT. Elnusa. Penerapan ESQ di PT. Elnusa seperti dilansir majalah <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Human Capital</span> edisi Maret tahun 2005 (<a href="http://www.portalhr.com/majalah/edisisebelumnya/strategi/1id155.html" mce_href="http://www.portalhr.com/majalah/edisisebelumnya/strategi/1id155.html">http://www.portalhr.com/majalah/edisisebelumnya/strategi/1id155.html</a>) menjelaskan bahwa PT Elnusa selama ini sudah tertuang dalam nilai-nilai perusahaan, yakni <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">clean, respecfull, and synergy</span>. Tiga semboyan itu, menurut Odang Supriatna, HR Manager Elnusa, telah ditanamkan kepada seluruh karyawan. Dengan prinsip itulah Elnusa mencoba mengelola perusahaan secara lebih bersih dan beretika.</p><p>Elnusa menurut Odang yang banyak melibatkan subkontraktor dan supplier, Elnusa memang rentan terhadap praktek kolusi, korupsi dan nepotisme. Namun, lanjut Odang, manajemen sudah menetapkan garis batas operasional perusahaan yang secara tegas melarang setiap karyawan menerima komisi dari pihak lain "Di Elnusa sudah tumbuh budaya bahwa menerima komisi merupakan suatu aib yang sangat besar," kata Odang.</p><p>Berangkat dari pemahaman tersebut, lanjut Odang, pihaknya menemukan konsep SQ yang belum ditemukan di pelatihan lain. Awalnya, karyawan Elnusa mengikuti ESQ yang diajarkan oleh Ary Ginanjar pada sekitar 3,5 tahun lalu melalui Elnusa Workover Service. Ternyata, kata Odang materi yang disampaikan sangat bagus. Kemudian, Odang mengusulkan agar seluruh karyawan Elnusa, mulai dari direksi hingga staf mengikuti ESQ.</p><p>Spiritualitas di sini bila ditilik lebih jauh berkenaan dengan kepentingan perusahaan dan lebih teknis lagi dalam konteks aliran kas ternyata bertujuan untuk mencapai aliran kas perusahaan lebih tinggi dengan menetapkan ketentuan syari'ah (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">zakat</span>) sebagai spirit seperti dilakukan PT. Elnusa. Setelah melalui masa-masa sulit selama lima tahun, PT. Elnusa seperti dikutip SWA (2007, 46) berhasil melakukan<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">turnaround</span> pada 2005 dan mencatat laba usaha tujuh puluh sembilan miliar rupiah atau melonjak 318% dibanding 2004 yang hanya sembilan belas miliar rupiah. Melalui efisiensi sepanjang tahun 2005 perusahaan telah membuktikan dapat meningkatkan labanya. Pada tahun 2009 perusahaan menargetkan peningkatan pendapatan hingga enam triliun rupiah. Penetapan angka enam triliun rupiah menurut Direktur Utama PT. Elnusa Rudi Radjab dengan ide memperbesar nilai<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">zakat</span> 2,5% kepada masyarakat:</p><p><span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Zakat</span> 2,5% adalah tabungan akhirat untuk seluruh karyawan Elnusa. Karena itu, kami ingin memberi <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">zakat double digit</span> dari 2,5% yang ditetapkan... Dengan begitu keuntungan yang harus dicapai perusahaan adalah enam ratus miliar rupiah. Itu mimpi kami. Jika enam ratus miliar rupiah itu merupakan 10% dari <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">revenue</span>, <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">total revenue</span> yang harus dicapai adalah enam triliun rupiah. Tabungan 2,5% itu menjadi dorongan yang kuat hingga ke karyawan lapisan bawah. Karyawan ikut termotivasi mencapai target itu karena mereka merasa bekerja untuk beribadah.</p><p><br /></p><p><span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Spiritual Company </span>seperti itu berdampak pada pertumbuhan bisnis sebesar 10-15% per tahun. Dari hanya empat karyawan pada saat didirikan, Internusa telah diperkuat empat ratus karyawan dengan duabelas cabang di seluruh Indonesia. Luar biasa. Tetapi, apakah seperti itu spiritualitas dalam perusahaan? Apakah spiritualitas hanya dijadikan alat untuk memperbesar keuntungan perusahaan? Simplistis sekali.</p><p><br /></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">4. INTUISI SPIRITUAL: ANTITESIS <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">SPIRITUAL COMPANY</span></span></p><p>Jadi sebenarnya, kepentingan spiritual company dan ESQ merupakan agenda menanamkan nilai-nilai spiritual karyawan dan seluruh potensi internal perusahaan untuk memperbesar keuntungan perusahaan. Caranya, dalam konteks ESQ misalnya adalah dengan melakukan kesadaran spiritual menangkap zakat dan nilai-nilai<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">shadaqah </span>Islam dengan ketundukan setiap pengelola perusahaan untuk memajukan dan membesarkan perusahaan. Mudahnya, zakat dan nilai-nilai kebaikan maupun<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">shadaqah</span> dalam Islam dijadikan alat untuk memperbesar keuntungan dalam perusahaan. Lebih konkrit lagi, mungkin dapat dikatakan spiritualitas Tuhan dijadikan alat untuk kepentingan perusahaan.</p><p>Spiritualitas dalam perusahaan seharusnya didekati dengan apa yang saya namakan dengan Intuisi Spiritual. Intuisi spiritual sebagai inti dari perusahaan menekankan pentingnya nilai-nilai spiritual, katakanlah Islam, sebagai tujuan awal, proses dan akhir dari setiap agenda berusaha (baik internal perusahaan, karyawan, maupun perusahaan). Nilai-nilai Islam bukan dijadikan alat untuk memperbesar perusahaan, tetapi nilai-nilai Islam dijadikan sebagai sumber inspirasi perusahaan, karyawan dan internal perusahaan untuk menggapai cita-cita Islam itu sendiri.</p><p>Secara konseptual, Intuisi spiritual bukan merupakan pendekatan seperti <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">spiritual company</span>, tetapi pendekatan keseimbangan pilihan bagaimana meraih nilai lebih atas materi berbentuk ekonomi, sosial dan lingkungan dalam lingkup nilai-nilai spiritual. Intuisi spiritual adalah alat bagi setiap individu dan organisasi untuk memberikan keseimbangan nilai lebih ekonomi, sosial dan lingkungan. Intuisi spiritual mengarahkan para individu dalam organisasi bahwa pencarian <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">ma'isyah</span>untuk pencapaian nilai tambah tidak hanya dalam ukuran ekonomi, tetapi pencapaian nilai tambah juga berhubungan dengan ukuran sosial dan lingkungan. Aliran kas yang didapat dari penerapan intuisi spiritual bukan meletakkan aliran kas keutamaannya untuk penilaian nilai tambah dalam bentuk ekonomi, tetapi aliran kas sosial dan lingkungan juga merupakan nilai tambah itu sendiri, yang disebut <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">barakah</span>. Keseimbangan aliran kas di sisi ekonomi, sosial dan lingkungan dalam bentuk <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">barakah</span> merupakan pembagian atas nilai tambah yang didapatkan pada tiga titik tersebut dalam koridor utama, ketentuan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">syara'</span>. Sekali lagi ditekankan di sini nilai-nilai Islam dan tujuan syari'ah bukan menjadi alat untuk menetapkan tujuan perusahaan, seperti digagas dalam <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">spiritual company</span>. Berikut digambarkan bentuk spiritualitas yang lebih baik dan lebih substansial sebagai awal, proses dan akhir dari seluruh aktivitas:</p><p align="center"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Gambar 2. Penerapan Nilai-nilai Spiritual dalam Intuisi Spiritual</span></p><p><a href="http://ajidedim.files.wordpress.com/2008/08/intuisi-spiritual.png" mce_href="http://ajidedim.files.wordpress.com/2008/08/intuisi-spiritual.png"><img class="aligncenter size-medium wp-image-523" src="http://ajidedim.wordpress.com/files/2008/08/intuisi-spiritual.png?w=300" mce_src="http://ajidedim.wordpress.com/files/2008/08/intuisi-spiritual.png?w=300" alt="" width="300" height="184" style="border-style: initial;border-color: initial;border-top-width: 0px;border-right-width: 0px;border-bottom-width: 0px;border-left-width: 0px;border-style: initial;border-color: initial;display: block;margin-left: auto;margin-right: auto;" /></a></p><p>Ujung penerapan intuisi spiritual mengarah pada akuntabilitas sekaligus apa yang disebut dengan Rezeki yang <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Barakah</span>. Rezeki yang <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Barakah</span> merupakan konsep nilai tambah dari realitas transaksi bukan dalam konteks material bertambah saja, tetapi juga berkaitan dengan transaksi material yang mungkin berkurang secara lahiriah, tidak bisa terlihat langsung secara indrawi dan lahiriah namun terkadang bisa terasakan. Sesuatu yang dirasakan mempunyai nilai tambah padahal lahirnya tidak atau malah berkurang, dikatakan mempunyai <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">barakah</span>. Melakukan seuatu tanpa membaca <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">basmalah</span> secara lahir tidak berbeda dengan melakukannya dengan membaca <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">basmalah</span>, namun dengan<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"> basmalah</span> ada nilai tambah yang tidak terlihat tapi terkadang terasakan. Karena <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">barakah</span> sifatnya batin, maka ciri-cirinya tidak semua bisa kita lihat dengan indera. Terkadang keberkahan bisa dirasakan, misal mendatangkan manfaat yang lebih dari pekerjaan yang dilakukan atau sesuatu yang dimiliki. Contohnya seorang yang mempunyai ilmu meskipun sedikit tapi bermanfaat bagi masyarakat, ini termasuk tanda-tanda ilmu tersebut diberkati. Demikian juga harta yang bisa dimanfaatkan untuk kemasalahatan merupakan tanda-tanda diberkahi. Ada harta yang meskipun jumlahnya banyak tapi tidak begitu berguna. <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Barakah</span> juga tidak hanya bersifat materi dan non materi, tetapi juga bersifat sosial dan lingkungan.</p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"> </span></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">5. CATATAN AKHIR</span></p><p>Mudahnya, intuisi spiritual menekankan pada satu hal, nilai-nilai spiritual harus menjadi substansi, bukan menjadi alat. Nilai-nilai spiritual menjadi tujuan awal, proses hingga tujuan akhir. Artinya, perusahaan adalah alat dilakukannya penyadaran pentingnya manusia sebagai makhluk Tuhan, berproses menjadi perusahaan yang dikerangka dalam spiritualitas Ketuhanan, untuk mencapai tujuan tertinggi dalam kesadaran, sebagai manusia yang selalu tunduk pada ketentuanNya (sebagai <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">'abd Allah</span>) sekaligus lahan untuk menjalankan fungsi manusia sebagai wakilnya (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">khalifatullah fil ardh</span>).</p><p>Aplikasi fungsi <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">'abd Allah</span> adalah ketundukan menjalankan perusahaan sesuai ketentuan dan tujuan - katakanlah Islam. Perusahaan harus bebas dari hal-hal yang buruk, tidak sesuai karakter Islam, seperti produk harus halal misalnya, thoyib dan bebas riba. Aplikasi fungsi <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">khalifatullah</span> adalah kreasi menjalankan perusahaan untuk kepentingan diri perusahaan tapi tidak lupa dengan kepentingan sosial maupun lingkungan. <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Wallahualam bishawab</span>. <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Billahittaufiq wal hidayah</span>.</p></span> <!-- multiply:no_crosspost --><p class="multiply:no_crosspost"></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-40588439387438389082008-08-16T19:16:00.000-07:002008-08-16T23:18:58.818-07:00MAKNA PROKLAMASI DALAM BEREKONOMI: Dari Hijrah Menuju Idul Fitri<!-- StartFragment --> <p class="MsoNormal" align="center" style="margin-bottom:13.0pt;text-align:center;line-height:19.0pt;mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace: none;"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Oleh: Dr. Aji Dedi Mulawarman</span><br></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="margin-bottom:13.0pt;text-align:center;line-height:19.0pt;mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace: none;"><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><b>Abstraksi</b></span><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"><b>Implementasi proklamasi seperti termaktub dalam naskah proklamasi itu sendiri yang dibacakan oleh Soekarno atas nama rakyat Indonesia, yaitu kata KEMERDEKAAN. Makna dan substansi dari kata kemerdekaan bisa diartikan Independence atau Freedom. Dalam tradisi Islam makna Independence atau Freedom sedikit berbeda, bukan hanya berkenaan dengan kemandirian ataupun kebebasan saja, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu IDUL FITRI. Idul Fitri yang menekankan pada kata FITRAH adalah makna paling baik dalam Islam yang merefleksikan Kemerdekaan. Karena FITRAH sebenarnya telah dicontohkan Rasulullah sebagai tonggak kemandirian setiap Muslim dalam menjalankan kehidupannya, melalui HIJRAH. Hijrah di Indonesia adalah hijrah dari penindasan menuju kebebasan. Semangat bebas dari penindasan ekonomi merupakan agenda penting di era neoliberalisme sekarang. </b></span><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"><b>Makna terpenting dari proklamasi berekonomi Indonesia saat ini, sekarang ini, bukan lagi hanya mengenang dan merefleksikan pembebasan diri para pejuang kemerdekaan untuk benar-benar bebas dari penindasan militer asing. Makna proklamasi berekonomi adalah menjalankan Hijrah menuju Fitrah Manusia Indonesia, Fitrah Rakyat Indonesia, Fitrah Negara Tercinta ini dari penjajahan Ekonomi yang tengah melanda negara ini. Proklamasi Berekonomi untuk membebaskan diri dari Penjajahan Ekonomi berjubah Neoliberalisme melalui Regulasi, Liberalisasi dan Perdagangan Bebas. Inilah makna utama dari Proklamasi Berekonomi.</b></span><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height:19.0pt;mso-pagination:none;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language:EN-US;"> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"><b>PENDAHULUAN</b></span><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Proklamasi adalah saat paling penting dari seluruh rakyat Indonesia, proklamasi 17 Agustus 1945 adalah peristiwa kemerdekaan Indonesia. Momentum Proklamasi adalah momentum deklarasi nasional seluruh rakyat Indonesia menuju kebebasan hakiki setiap manusia. Setiap manusia berhak atas kehidupan yang mandiri, berdaulat, mendapatkan hak-hak hidupnya, hak-hak individunya, hak-hak bermasyarakatnya, hak-hak politik, hak-hak hukum, hak-hak ekonomi, hak-hak bersuara, hak-hak berkumpul dan menyampaikan pendapatnya, serta yang paling penting adalah hak-hak untuk tidak ditindas oleh orang, lembaga maupun negara lain, hak untuk menikmati rezeki serta barakah dari Allah. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Implementasi proklamasi seperti termaktub dalam naskah proklamasi itu sendiri yang dibacakan oleh Soekarno atas nama rakyat Indonesia, yaitu kata KEMERDEKAAN. Makna dan substansi dari kata kemerdekaan bisa diartikan Independence atau Freedom. Dalam tradisi Islam makna Independence atau Freedom sedikit berbeda, bukan hanya berkenaan dengan kemandirian ataupun kebebasan saja, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu IDUL FITRI. Idul Fitri yang menekankan pada kata FITRAH adalah makna paling baik dalam Islam yang merefleksikan Kemerdekaan. Karena FITRAH sebenarnya telah dicontohkan Rasulullah sebagai tonggak kemandirian setiap Muslim dalam menjalankan kehidupannya, melalui HIJRAH. BAGAIMANA SEBENARNYA MAKNA PROKLAMASI KHUSUSNYA DALAM HAL PROKLAMASI BEREKONOMI?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"><b>MAKNA FITRAH DAN HIJRAH DALAM HIJRAH RASULULLAH: Perspektif Ekonomi</b></span><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Fitrah secara etimologis berasal dari kata Arab yang berarti sifat, asal kejadian, kesucian, bakat atau tabiat. Fitrah biasanya dimaknai banyak ulama sebagai kesucian. Menurut KH. Hussein Muhammad (Pikiran Rakyat, 2005) fitrah terkait dengan hadits Rasulullah "Islam itu adalah agama fitrah". Islam sebagai agama fitrah juga telah ditegaskan dalam QS. 30: 30 sebagai berikut:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Maka hadapkanlah dirimu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah) atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai fitrahnya. Tidak ada perubahan bagi ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Hamka dalam tafsir Al-Azhar Juz XXI memperjelas makna fitrah dari ayat tersebut. Menurutnya kalimat "Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai fitrahnya" menjelaskan bahwa setiap manusia harus selalu memelihara fitrahnya sendiri. Fitrah keaslian dan kemurnian dalam jiwa setiap manusia sebelum terintervensi pengaruh lain, yaitu mengakui adanya Allah sebagai pencipta, penguasa dan pemilik segala sesuatu di alam semesta.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Ragib al-Isfahani seperti dijelaskan AA Gym (Pikiran Rakyat, 2005) memaknai kata fitrah dengan merujuk pada kekuatan manusia untuk mengetahui agama dan Tuhan yang menciptakannya. Makna tersebut lanjut AA Gym selaras QS. 43: 87:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka?" mereka menjawab Allah. Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah) Allah?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"><b>Mengembangkan Ma'isyah berbasis Konsep Kembali ke Fitrah </b></span><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Bila dilihat hubungan antara konsep fitrah dan hijrah yang dilakukan Muhammad saw., sebenarnya adalah untuk segera merealisasikan reorientasi pola pikir ekonomi sesuai sifat dasarnya, yaitu nilai ma'isyah<b>.</b></span><span style="mso-ansi-language:EN-US;"> Agenda kembali ke fitrah atas nilai ma'isyah dapat ditelaah dari hadits Muhammad saw. ketika ditanya oleh sahabat beliau mengenai pekerjaan utama manusia. Beliau menjawab bahwa pekerjaan yang utama adalah pekerjaan tangan seseorang dan setiap jual-beli yang bersih (Al-Malibari 1993, 193). Hadits ini biasanya hanya dimaknai sepotong-sepotong, bahkan dianggap sebagai hadits jual-beli. Bila kita lihat lebih dalam makna hadits tersebut, jelas terdapat urutan dan kesatuan aktivitas bisnis. Berkenaan dengan urutan, ma'isyah yang pertama adalah aktivitas produksi (disimbolkan dalam pekerjaan tangan seseorang). Sedangkan ma'isyah kedua adalah jual-beli. Berkenaan kesatuan, Muhammad saw. menekankan kesatuan aktivitas produksi dan jual beli sebagai fitrah berusaha yang asali.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Kembali ke fitrah merupakan proses mengangkat kembali sifat dasar manusia untuk selalu dekat pada realitas masyarakat dan alam sekaligus. Kembali ke fitrah tidak hanya berkaitan dengan materialitas sifat dasar kemanusian, tetapi merupakan refleksi keimanan dan ketaatan seseorang melakukan ibadah. Aktivitas sesuai fitrah mensyaratkan adanya interaksi organis dengan alam sekaligus bekerja sama melakukan hubungan sosial penuh persaudaraan. Kembali ke fitrah diterapkan Muhammad saw. di Madinah pasca hijrah dalam bentuk persaudaraan antara kaum muhajirin (masyarakat Mekkah yang hijrah ke Madinah) dan anshar (masyarakat asli Madinah). <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Persaudaraan antara muhajirin dan anshar menurut Jazuli (2006, 274) telah mengukir nilai-nilai kemanusiaan dan sosial yang ideal. Nilai-nilai itu dimulai dengan kemuliaan nilai pekerjaan, yaitu gigih bekerja mencari rezeki (ma'isyah) untuk kebaikan diri, keluarga serta masyarakat. Ma'isyah sesuai fitrahnya dijelaskan Jazuli (2006, 275) dilakukan berdasar keadilan sosial bercirikan kebenaran, keadilan dan saling membantu. Berikut penjelasan beliau:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Tak diragukan lagi bahwa pengalaman yang dialami kaum Muhajirin di Madinah merupakan praktik amal pertama berdasarkan ajaran Islam yang dengan cepat memberikan produk dan hasil dengan multiefek. Efek yang dirasakan di kalangan mereka kaum muslimin saat itu dan egfek yang menjadi kontribusi besar bagi bangunan daulah Islam. Itulah tujuan pokok dari prinsip keadilan sosial masyarakat dalam Islam. Sebuah amal Islami adalah kekuatan yang terbentuk dari kerjasama antar personal dengan segala kekurangan dan kelebihannya sehingga menumbuhkan hubungan sosial kemanusiaan yang benar di antara manusia. Berdiri di atas kebenaran, keadilan, dan saling membantu. Ia menghapuskan nilai-nilai yang rusak yang selalu memihak si kuat dan menindas si miskin.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Bekerja sebenarnya memiliki kedudukan sejajar dengan iman sebagaimana ditegaskan Jazuli (2006, 275), disebut dalam Al Qur'an lebih dari tiga ratus kali. Kesejajaran iman dan bekerja ini dijelaskan oleh Dawwabah (2006, 31) dengan mengutip penegasan Rasulullah saw. (Riwayat Abu Hurairah ra.):<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Sesungguhnya di antara jenis dosa ada dosa yang tidak dapat ditebus dengan shalat, puasa, haji dan umrah. Sahabat bertanya: "Lantas apa yang bisa menebusnya ya Rasululah?". Beliau menjawab: "Yaitu kesungguhan dalam mencari rezeki." <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Ma'isyah sebagai dasar bekerja, lanjut Jazuli (2006, 275), apabila dijalankan dengan sungguh-sungguh baik untuk kepentingan diri pribadi maupun untuk masyarakat, serta untuk memenuhi kebutuhan secara materi dan maknawi, diletakkan posisinya sejajar oleh Allah dengan keimanan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"><b>Mengembangkan Rizq berbasis Konsep Mengkreasi Fitrah</b></span><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Rasulullah melihat bahwa pola perdagangan dan mendapatkan rezeki penduduk Mekkah telah meninggalkan sifat alam dan tradisi sehingga membentuk masyarakat Arab kapitalistik. Rasulullah kemudian melakukan proyeksi baru melalui hijrah ekonomi. Hijrah ekonomi menyeimbangkan pola dagang masyarakat Mekkah dengan pola produktif masyarakat Madinah. Seperti diketahui mata pencaharian utama masyarakat Madinah adalah pertanian, di samping pertambangan, kerajinan dan juga jual beli. Uswah Muhammad saw. pasca hijrah menempatkan keseimbangan mendapatkan rezeki bercirikan keseimbangan tiga pilar ekonomi, yaitu rezeki produktif, rezeki ekstraktif, dan rezeki intermediasi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Penyadaran mengkreasi fitrah untuk mendapatkan rezeki yang tidak mementingkan kekayaan materi terutama akibat aktivitas intermediasi berlebihan. Mementingkan aktivitas intermediasi berlebihan jelas menegasikan relasi "batin" manusia, masyarakat serta alam. Aktivitas intemediasi berlebihan juga akan mereduksi nilai-nilai spiritualitas yang asali. Mendapat rezeki yang hanya dijalankan dalam salah satu rantai ekonomi, yaitu intemediasi seperti perdagangan atau commerce, akan meruntuhkan sistem ekonomi secara keseluruhan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Hatta (1947, 56) menjelaskan bahwa rantai ekonomi (perniagaan), memiliki tiga rantai utama, yaitu perniagaan mengumpulkan, perantaraan dan membagikan. Perniagaan mengumpulkan berada dalam domain ekonomi produksi, perniagaan perantaraan berada dalam domain perdagangan antara perusahaan besar, sedangkan perniagaan membagikan adalah pertemuan antara pedagang dan pembeli. Ketika sistem ekonomi hanya berputar pada kepentingan perdagangan dan menegasikan kepentingan perniagaan pengumpulan maupun membagikan, maka yang terjadi adalah penumpukan kekayaan pada titik perniagaan perantaraan (intermediasi) dan permainan harga yang dominan. Dampaknya adalah reduksi kepentingan produsen dan konsumen, bahkan alam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Jalan tengah yang dilakukan Muhammad saw. untuk mengkreasi fitrah, yaitu mensinergikan usaha produktif, ekstraktif dan intermediasi. Caranya mempertemukan tradisi intermediasi kaum muhajirin (dagang dan jual beli) dengan tradisi usaha produktif dan ekstraktif kaum anshor (pertanian, kerajinan dan pertambangan). Aktivitas intermediasi tidak lagi dijadikan kegiatan utama mendapatkan rezeki. Aktivitas seperti bertani, beternak, berkebun, menjadi pengrajin, bertambang serta akitivitas lainnya juga memiliki kedudukan sama dan setara dengan berdagang. Bahkan Muhammad saw. misalnya menegaskan bertani adalah pekerjaan penuh keberkahan, sebagaimana sabdanya (Bablily 1990, 134-135):<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Setiap tanaman yang ditanam seorang Muslim apabila dimakan maka ia menjadi shadaqah, dan apabila dicuri maka ia menjadi shadaqah, dan apabila dimakan binatang buas ia menjadi shadaqah, dan apabila dimakan burung maka ia menjadi shadaqah, dan tidaklah seorang Muslim mendapatkan bahaya kecuali shadaqah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Ketika seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Wahai Rasulullah kekayaan apakah yang paling utama? Maka beliau menjawab: Tanah yang subur, yang diolah oleh pemiliknya dan ditunaikan haknya waktu panennya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Mengkreasi fitrah seperti telah dilakukan oleh Muhammad saw. dalam fase proses kembali ke fitrah, harus selalu dekat dengan sifat dasar manusia, yaitu dekat kepada masyarakat dan alam sekaligus. Aktivitas hidup harus selalu berinteraksi dengan alam sekaligus bekerja sama melakukan hubungan sosial penuh persaudaraan (antara muhajirin dan anshar). Mengkreasi fitrah berbentuk interaksi sosial-alam secara ekonomi diimplementasikan misalnya melalui perjanjian pembagian hasil panen pertanian 50:50 yang disebut muzara'ah dan musaqat ( As-Sadr 1989 dalam Karim 2004, 98 ). Caranya, kaum anshar diminta untuk tidak serta merta menyerahkan tanah ladang dan kebun kepada kaum muhajirin, tetapi kaum muhajirin diminta melakukan kerja sama bercocok tanam di atas ladang dan kebun milik kaum anshar. Langkah Muhammad saw. tersebut menurut As-Sadr (1989) dalam Karim ( 2004, 98 ) di satu sisi memberikan pekerjaan bagi kaum muhajirin, di sisi lain mendorong peningkatan aktivitas produksi sehingga hasil produksi lahan kaum anshar meningkat. Aspek penting lain adalah penguatan kerja sama, persaudaran dan jalinan silaturrahim yang terus menerus antara kedua pihak.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"><b>Mengembangkan Maal berbasis Kreasi Fitrah Menuju Kesejahteraan</b></span><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Agenda ketiga Muhammad saw. menginginkan bentuk keadilan dan kedermawanan sosial setelah setiap Muslim mendapatkan rezeki. Keadilan dan kedermawanan sosial bagi Muhammad saw. sesuai sifat dasar kemanusiaan yang dijiwai nilai-nilai Ketuhanan. Proses ini dapat disebut sebagai "kreasi fitrah menuju kesejahteraan (from nature to the well-being of society)", dimana penentuan kepemilikan kekayaan berdasarkan keadilan sosial.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Keadilan sosial atau mashlahah, seperti telah dijelaskan di bab-bab terdahulu merupakan tujuan syari'ah itu sendiri. Mengapa keadilan sosial atau mashlahah dijadikan sebagai dasar tujuan syari'ah? Bila dilihat dari perspektif ekonomi pasca hijrah di Madinah, jelas sekali tujuan akhir dari setiap aktivitas ekonomi yang dicontohkan Rasulullah, adalah keadilan sosial, kesejahteraan sosial dan masyarakat serta alam. Masyarakat Muslim di Madinah setelah hijrah mempraktikkan kepemilikan maal atau kekayaan dalam perspektif kedermawanan. Kepemilikan kekayaan dalam perspektif kedermawanan merupakan antitesis kepemilikan kekayaan terpusat pada satu kekuatan tertentu seperti perilaku masyarakat Mekkah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Penguasaan terpusat pada para saudagar berdampak kekuatan sosial dan politik yang tidak sehat. Monopoli dan oligopoli ekonomi menyebabkan lemahnya sistem kemasyarakatan. Ketika kekuasaan berada pada tangan pengusaha, maka masyarakat menjadi sub-ordinat yang "kalah", dan penguasa menjadi "simbol" serta "boneka" para saudagar. "Koreografi" kehidupan yang tertata secara timpang itulah yang ingin dirubah Muhammad. Caranya adalah melakukan hijrah sosial, politik, ekonomi, budaya yang dipayungi spiritualitas-keimanan dalam kerangka Islam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Menurut Mulawarman (2006a, 286-287) pandangan mengenai keadilan berekonomi Islam berbeda dengan pandangan Barat. Islam melihat nilai keadilan sebagai keadilan Ilahi yang melandasi pemikiran ekonomi dan akuntansi dalam Islam sejak awal. Menurut Chapra (2000, 211) istilah adil dan keadilan dalam Al Qur'an menjadi penting sekali, karena dari istilah saja sampai mencakup tidak kurang dari seratus ungkapan yang berbeda-beda. Bahkan lanjut Chapra (2000, 212) Al Qur'an menempatkan keadilan sebagai bagian terpenting dalam struktur keimanan dalam Islam. Penegasan itu terungkap dalam Al Qur'an:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takqwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( QS. 5: 8 )<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Keadilan Ilahi harus diwujudkan secara nyata dalam kesejahteraan sosial. Shihab (2000, 129) dalam Mulawarman (2006a, 286) menegaskan kesejahteraan sosial dimulai dari perjuangan mewujudkan dan menumbuhkan aspek akidah dan etika pada diri pribadi, karena dari pribadi yang seimbang akan lahir masyarakat seimbang.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="text-align:center;line-height:19.0pt;mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="font-family:LucidaGrande;mso-ansi-language:EN-US;"><!-- [if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" o:spt="75" o:preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"/> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"/> <v:f eqn="sum @0 1 0"/> <v:f eqn="sum 0 0 @1"/> <v:f eqn="prod @2 1 2"/> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"/> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"/> <v:f eqn="sum @0 0 1"/> <v:f eqn="prod @6 1 2"/> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"/> <v:f eqn="sum @8 21600 0"/> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"/> <v:f eqn="sum @10 21600 0"/> </v:formulas> <v:path o:extrusionok="f" gradientshapeok="t" o:connecttype="rect"/> <o:lock v:ext="edit" aspectratio="t"/> </v:shapetype><v:shape id="_x0000_i1025" type="#_x0000_t75" style='width:415pt; height:311pt'> <v:imagedata src="file://localhost/Users/ajidedimulawarman/Library/Caches/TemporaryItems/msoclip1/01/clip_image001.jpg" o:title="Slide1"/> </v:shape><![endif] --><img width="415" height="311" src="file://localhost/Users/ajidedimulawarman/Library/Caches/TemporaryItems/msoclip1/01/clip_image002.jpg" alt="AppleMark" v:shapes="_x0000_i1025"><a href="http://ajidedim.wordpress.com/files/2008/08/slide1.jpg"><span style="font-family:"Times New Roman";color:#001AE7;text-decoration:none;text-underline:none;"><o:p></o:p></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"><b>MENUJU PROKLAMASI EKONOMI MELALUI PENDIDIKAN PENUH CINTA</b></span><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Ketika ekonomi tidak bebas nilai, tetapi sarat nilai, otomatis ekonomi konvensional yang saat ini masih didominasi oleh sudut pandang Barat, maka karakter ekonomi pasti kapitalistik, sekuler, egois, anti-altruistik. Ketika ekonomi memiliki kepentingan ekonomi-politik MNC's (Multi National Company's) untuk program neoliberalisme ekonomi, maka ekonomi yang diajarkan dan dipraktikkan tanpa proses penyaringan, jelas berorientasi kepentingan neoliberalisme ekonomi pula.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Globalisasi dan neoliberalisme semuanya mengarah kepentingan ekonomi dengan alat bantu teknologi yang makin tak terkendali. Kepentingan pengembangan ekonomi dan teknologi neoliberalisme masih bertumpu self interest dan antroposentris. Kondisi seperti itu berdampak pada lalu lintas moneter dan penguasaan teknologi serta produksi hanya terkonsentrasi pada segelintir perusahaan multinasional. Konsentrasi memunculkan hegemoni politik ekonomi dan menggeser kekuatan ekonomi negara berkembang menjadi pemain pinggiran yang tak pernah terselesaikan nasibnya. Negara dan ekonomi rakyat di dalamnya akan terhegemoni menjadi 'perusahaan jajahan kolonial' dari perusahaan multinasional. Bentuk hegemoni MNC's tersebut adalah sub-ordinat kekuasaan perusahaan multinasional, dan didukung pemerintahan yang juga korup. Bentuk konkrit hegemoni MNC's dalam akuntansi menurut Graham dan Neu (2003) dengan menerapkan teknologi dan praktik akuntansi yang dijalankan MNC's dalam bentuk tata kelola aliran kas dan praktik standarisasi. Tata kelola aliran kas dan praktik standarisasi dilakukan melalui sistem "aliran lintas batas melampaui ruang dan waktu". Keduanya jelas sekali bermuatan ekonomi politik untuk kepentingan MNC's melalui berbagai institusinya seperti IFM (International Financial Markets), IASB (International Accounting Standard Boards), IMF (International Monetary Fund), WTO (World Trade Organization), WB (World Bank), dan lainnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Banyak agenda membangun peradaban yang lebih baik, digagas dari segala penjuru. Membangun peradaban tidak dapat hanya dilakukan parsial. Membangun peradaban harus dilakukan secara bersama melalui mekanisme organis dengan kesamaan substansi menuju bentuk peradaban yang sama, Peradaban Islam berbasis Tawhid.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Salah satu tugas peradaban adalah proses pencarian dan penggalian (ilmu) ekonomi. Pencarian dan penggalian tidak dapat dijalankan hanya dengan proses adopsi tanpa adaptasi. Pencarian dan penggalian juga harus dilakukan dengan cara pencerahan sekaligus pembebasan sesuai realitas di mana ekonomi dikembangkan. Pembebasan dan pencerahan menurut Mulawarman (2006b) adalah proses mempertemukan dua dimensi praxis menuju pencerahan yang berujung perubahan pemahaman dan praxis baru. Habermas (Held 1980, 249-259) berusaha melakukan pertalian antara teori dan praxis yang telah ditanggalkan Marx dan Kapitalisme. Memahami praxis emansipatoris sebagai dialog-dialog dan tindakan-tindakan komunikatif yang menghasilkan pencerahan. Habermas menempuh jalan konsensus dengan sasaran terciptanya demokrasi radikal yaitu hubungan sosial dalam lingkup komunikasi bebas penguasaan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Masalahnya, emansipasi lanjut Mulawarman (2006b) tidak mempertautkan sesuatu yang ada dan hanya bersifat material saja dengan komunikasi untuk membentuk makna baru. Emansipasi yang dilakukan di sini adalah melakukan redefinisi makna terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan ekstensi makna baru dengan nilai-nilai etis, batin dan spiritual. Emansipasi di sini dilakukan dengan langkah penyucian batin maupun spiritual.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Menurut Mulawarman (2006c) melakukan perubahan melalui penyucian harus dimulai dari pendidikan ekonomi. Caranya adalah pencerahan (enlightenment) dan pembebasan (emansipation) tujuan pendidikan. Pendidikan ekonomi memegang peranan penting untuk memunculkan nilai-nilai baru dan konsep pembelajaran ekonomi pro-Indonesia. Tugas dan akuntabilitas akademisi ekonomi adalah tugas kesejarahan yang tak mungkin berjalan dan berhenti di satu titik tertentu, tetapi harus selalu melakukan proses perubahan sesuai dengan dinamika masyarakat. Seperti ditegaskan oleh Ainsworth (2001):<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Perhaps, as educators, we spend too much time trying to "prove" what we teach rather than striving to "improve" what and how we teach.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Pendidikan ekonomi sekular hanya cinta dunia dan berujung pada kepentingan keuntungan pribadi (antroposentrik) dan materialistik (kapitalistik) semata. Pendidikan ekonomi sekular diorientasikan pada self-interest dan kesadaran menikmati kesejahteraan materi. Pendidikan ekonomi yang asasi adalah pendidikan ekonomi dengan cinta. Cinta bukan hanya bersifat materi tetapi juga batin dan spiritual. Itulah truly love atau hyperlove (cinta melampaui). Pendidikan ekonomidengan cinta dengan demikian dijalankan untuk menumbuhkan dan membangun kesadaran insaniah, kesadaran menuju fitrah Ketuhanan, didasari rasa saling percaya dan kejujuran serta menghilangkan kecurigaan dan penghianatan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;"><b>AGENDA MENDESAK</b></span><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Makna terpenting dari proklamasi berekonomi Indonesia saat ini, sekarang ini, bukan lagi hanya mengenang dan merefleksikan pembebasan diri para pejuang kemerdekaan untuk benar-benar bebas dari penindasan militer asing. Makna proklamasi berekonomi adalah menjalankan Hijrah menuju Fitrah Manusia Indonesia, Fitrah Rakyat Indonesia, Fitrah Negara Tercinta ini dari penjajahan Ekonomi yang tengah melanda negara ini.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:13.0pt;line-height:19.0pt;mso-pagination: none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none;"><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Proklamasi Berekonomi untuk membebaskan diri dari Penjajahan Ekonomi berjubah Neoliberalisme melalui Regulasi, Liberalisasi dan Perdagangan Bebas. Pertama, Proklamasi Dekonstruksi Regulasi dengan cara melakukan revisi besar-besaran seluruh Undang-Undang serta Peraturan turunannya dari cengkeraman Kebijakan Ekonomi Pro MNC's (Multi National Company's). Kedua, Proklamasi Dekonstruksi Liberalisasi dengan cara melakukan revisi besar-besaran seluruh agenda penjualan aset dan perusahaan nasional maupun BUMN dari pemindahan saham kepada perusahaan maupun negara asing. Paling penting lagi adalah kemandirian berekonomi, salah satu caranya adalah nasionalisasi perusahaan-perusahaan demi terbentuknya kemandirian ekonomi nasional. Ketiga, Proklamasi Dekonstruksi Perdagangan Bebas dengan cara mengangkat potensi ekonomi rakyat lewat pemberdayaan dan bukannya memperdayai ekonomi rakyat sampai siap menjadi pelaku ekonomi di negeri sendiri dan mampu melakukan persaingan secara global. Tekanan pentingnya adalah pemerintah segera melakukan kebijakan komprehensif berdasarkan kepentingan ekonomi rakyat. Inilah makna dari Proklamasi Berekonomi dengan Cinta, Ekonomi penuh cinta atas rakyat Indonesia.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="margin-bottom:13.0pt;text-align:center;line-height:19.0pt;mso-pagination:none;mso-layout-grid-align:none;text-autospace: none;"><span style="mso-ansi-language:EN-US;"><b>PERTANYAAN AKHIRNYA: APAKAH PROKLAMASI KITA DAPAT MEWUJUDKAN INDEPENDENCE, FREEDOM ATAU BAHKAN LEBIH JAUH MENJADI IDUL FITRI BAGI MASYARAKAT INDONESIA? Hanya Allah Yang Maha Tahu dan hanya kita yang memiliki fitrah sebagai manusia sebenar-benar manusia sajalah yang dapat mewujudkannya.</b></span><o:p></o:p></p> <!-- EndFragment --> <!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-67608331356852481672008-08-08T17:58:00.000-07:002008-08-08T21:59:21.941-07:00LOVE BASED ACCOUNTING EDUCATION AND HYPERVIEW OF LEARNING<span class="Apple-style-span" style="font-family: Times;font-size: 15px;"><div style="font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif;font-size: 10px;background-image: initial;background-repeat: initial;background-attachment: initial;-webkit-background-clip: initial;-webkit-background-origin: initial;background-color: rgb(255, 255, 255);color: rgb(0, 0, 0);font: normal normal normal 13px/19px 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Tahoma, Verdana, sans-serif;padding-top: 0.6em;padding-right: 0.6em;padding-bottom: 0.6em;padding-left: 0.6em;margin-top: 0px;margin-right: 0px;margin-bottom: 0px;margin-left: 0px;background-position: initial initial;"><p class="MsoNormal" mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Oleh: AJI DEDI MULAWARMAN</span></p><p class="MsoNormal" mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><br></p><p class="MsoNormal" mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Abstract</span></p><blockquote><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Love based accounting education is a concrete understanding about education interaction based on trust, honesty and to banish doubt and treasons. Love in education should always be directed towards love to Allah SWT. This is Tawhid. By doing this, education will be freed from anthropocentrism, secularism and corporate hegemony. Love Based Accounting Education have consequences on learning process, since it would require Hyper View of Learning. Hyperview of learning added two learning conceptions to six learning conceptions proposed by Rossum and Shenk (1984) and Morton et al (1993) in Byrne and Flood (2004) which are: the increase of knowledge, memorizing, acquistion of facts, abstraction of meaning, an interpretive process and changing as a person, with a self awareness with intuitive process, and an obedience activity in a spiritual way</span></p><p> </p></blockquote><p class="MsoNormal"><br></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Introduction</span></p><p>Mulawarman (2006b) explained that accounting education system in Indonesia nowadays has been pulled out of Indonesian society reality since it was brought by the west and adopted by Indonesia without any sinificant codification and adjustment of local values. Accounting is a product that is established and developed from values that were inherent in the society where accounting and accounting system were built (see Hines 1989; Morgan 1989; Tinker 1980; Mulawarman 2006a, <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">etc</span>). It is clear that accounting and accounting education system would transfer "secularization" values that possess main traits such as self- interest focus, emphasize bottom line profit, and claim only materialistic reality.</p><p>This secular values would impact in consequences that lead accounting education to three main characteristics (Mulawarman 2006b).</p><p>First, accounting education would become a "corporate hegemony trap" (Mayper <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">et al</span>. 2005) and incline to "fill" students in comprehending economic interests of corporations (Amernic and Craig, 2004). This long-established condition turns to "universal" accounting "dogma" and could be seen as an evolution of positivistic economic approach (Truan and Hughes, 2003)</p><p>Second, learning conception that is conducted in Indonesia is still based on reproductive view of learning and used less constructive view of learning (Byrne and Flood, 2004)</p><p>Third, such learning conceptual would create students that are not able to solve changing contextual problems. Accounting education that uses reproductive view of learning obviously would not be able to see the importance of creating students to be the pioneers of society empowerment. They would turn to "individuals" and "strangers" to their own environment, and they would be more familiar to the business world that is flooded with millions of fund such as the stock market, rather than small and micro enterprises.</p><p>Based on these three problems, Mulawarman ( 2008 ) proposed Hyper View of Learning as the center of Love Based Accounting Education (Hyper Love). It is important to establish love based accounting education that reflects holistic accountability and morality. Accounting knowledge should not put an ontological boundary to mystical and metaphysical aspect such as done by the western modern science. This boundary is what has caused materialistic view. The most important thing is to be able to do an integration process as well as synergizing rationality and intuition towards spiritual values that would empower education development. Hyper love would give logical consequences to accounting education.</p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Logical Consequences of Love Based Accounting Education</span></p><p>Hyper view of learning (Mulawarman, 2006b) is an enlightenment and a liberation by agreeing that there is a greater accountability besides the accountability to shareholders/ market. This is an accountability towards employees, suppliers, society, nature and God. This is an accountability that is based on synergized love is both egoistic- altruistic and materialistic- spiritualistic. Logical consequence as a result of this widened accoutability would be the liberation of education system from corporate hegemony as well as would give an added value to accounting students. The liberation from corporate hegemony would enable accounting educators flexibility in concept distribution and accounting techiques balanced provision, such as proprietary theory based accounting technique for small enterprise, entity theory for enterprises that separate management and stock holders, or enterprose teory that comprises wider accountability. The liberation from corporate hegemony would in turn leads to search for accounting concept dynamic constructions by academicians, that would give larger scope than the accounting development based on entity theory that is presently dominant. This Value added aspects would create a wider understanding for the sake of accounting decision making that would be needed by accounting students once they have graduated. They would not make judgments based only on the interest that is co-opted by the corporation, but they would take into accounts the interest of employees, labours and management. They would also possess emphaty to external environment, such as supliers, nature and especially their personal accountability to God. In tun, accountants that have gone through education which is free from corporate hegemony would improve the extension of emphaty such as the will to empower their society by creating accounting techniques and procedures that would be useful to micro, small, middle enterprises based on religious belief though without significant material rewards.</p><p>Other consequences as explained by Mulawarman (2006b) are on the learning conceptions of students. It is no longer normative that procedural learning, surface approach or even deep approach learning becomes a debate as to which one will be used, but it emphasizes all yet goes beyond all (hyper). It is therefore important to add Van Rossum and Schenk (1984) and Marton et.al. (1993) six learning conceptions with intuitive and spiritualistic approach. Eight conceptions of learning according to Mulawarman (2006b) comprises the following(Hyper view of learning): the increase of knowledge, memorizing, acquistion of facts, abstraction of meaning, an interpretive process and changing as a person, with a self awareness with intuitive process, and an obedience activity in a spiritual way.</p><p>Anothet consequence is to give each student ability to develop ideas, theories, accounting concepts that are relatively new with widenen accountability, not just with limited materialistic view (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">stockholders</span> and society), but also with accountability that is directed towards nature and God. Logical consequence of this hyper view of learning is that it does not longer see the need to emphasize on "sientific" methodology that is objective/ quantitative/ statistic/ possitivistic approach but would see the need to extend researches that are subjektive/ qualitative/ non-statistic/ non- possitivistic. Research process should be conducted to suit its needs. </p><p><br></p><p><br></p><p class="MsoNormal"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Pendahuluan</span></p><p class="MsoNormal"><span lang="IN">Mulawarman (2006b) menjelaskan bahwa sistem pendidikan akuntansi saat ini telah lepas dari realitas masyarakat Indonesia disebabkan sistem dan konsep pendidikan akuntansi dibawa langsung dari “dunia lain” (baca: Barat) yang memiliki nilai-nilai Indonesia sendiri tanpa kodifikasi dan penyesuaian yang signifikan. Akuntansi merupakan produk yang dibangun dan dikembangkan dari nilai-nilai yang berkembang di masyarakat dimana akuntansi dan sistem akuntansi dikembangkan (lihat misalnya Hines 1989; Morgan 1989; Tinker 1980; Mulawarman 2006a dan banyak lainnya). Akuntansi dan sistem pendidikan akuntansi mmemang membawa<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">values</span></span><span lang="IN"> (nilai-nilai) “sekularisasi” yang memiliki ciri utama <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">self-interest</span></span><span lang="IN">, menekankan<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">bottom line</span></span><span lang="IN"> laba dan hanya mengakui realitas yang tercandra (materialistik).</span></p><p class="MsoNormal"><span lang="IN">Konsekuensi nilai sekuler ini lanjut Mulawarman (2006b) telah mengarahkan pendidikan akuntansi dengan tiga karakteristik utama.</span></p><p mce_style="padding-left:30px;" style="padding-left: 30px;"><span lang="IN">Pertama, pendidikan akuntansi sebagai desain ”perangkap hegemoni korporasi” (Mayper et.al.</span><span lang="IN"> 2005) serta diarahkan untuk “mengisi” peserta didik dalam memahami kepentingan ekonomi (Amernic dan Craig 2004). Kondisi yang berlangsung lama ini kemudian menjadi “dogma” akuntansi yang “universal” dan dilihat sebagai evolusi pendekatan ekonomi positivistik (Truan dan Hughes 2003).</span></p><p mce_style="padding-left:30px;" style="padding-left: 30px;"><span lang="IN">Kedua, pandangan pembelajaran yang dijalankan di Indonesia masih didasarkan pada konsepsi pembelajaran reproductive view of learning</span><span lang="IN"> dan kurang menggunakan konsep “constructive view of learning</span><span lang="IN"> (Byrne dan Flood 2004).</span></p><p mce_style="padding-left:30px;" style="padding-left: 30px;">Ketiga, pandangan pembelajaran seperti ini menyebabkan mahasiswa tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah kontekstual dan selalu berubah-ubah. Pendidikan akuntansi dengan pandangan pembelajaran reproduktif jelas tidak dapat melihat pentingnya membekali mahasiswa menjadi pionir-pionir pemberdayaan masyarakat. Mereka menjadi pribadi-pribadi yang asing dengan lingkungannya tetapi lebih akrab dengan dunia bisnis yang bergelimang peredaran dana ratusan miliar per hari di pasar modal.</p><p class="MsoNormal"><span lang="IN">Berdasarkan tiga masalah utama pendidikan akuntansi tersebut, Mulawarman (2008) kemudian mengusulkan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Hyper View of Learning</span></span><span lang="IN"> sebagai pusat dari Pendidikan Akuntansi Berbasis Cinta Yang Melampaui (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Hiperlove</span></span><span lang="IN">). Mewujudkan pendidikan akuntansi berbasis cinta adalah akuntabilitas-moralitas yang berpusat pada nilai-nilai holistik. Ilmu akuntansi tidaklah melakukan pembatasan ontologis terhadap hal yang mistik dan metafisik yang telah dilakukan oleh Sain Barat/Modern yang menyebabkannya menjadi materialistik. Tetapi yang paling penting adalah melakukan proses integrasi dan sinergi rasio dan intuisi dan menuju nilai spiritual yang dapat memberi kekuatan dalam pengembangan pendidikan. </span><span lang="SV">Cinta yang melampaui memberikan konsekuensi-konsekuensi logis dalam pendidikan akuntansi. </span></p><p class="MsoNormal"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Konsekuensi Logis Pengembangan Pendidikan Akuntansi Berbasis Cinta</span></p><p class="MsoNormal"></p><p class="MsoNormal"><span lang="IN">Bentuk <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">hyper view of learning</span></span><span lang="IN"> menurut Mulawarman (2006b) adalah pencerahan dan pembebasan dengan menyetujui perluasan akuntabilitas disamping untuk kepentingan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">shareholders/market</span></span><span lang="IN"> juga terhadap karyawan, pemasok, masyarakat alam, dan Tuhan. Itulah akuntabilitas yang didasarkan cinta sinergis yang egoistis-altruistis dan materialistis-religius. Konsekuensi logis dari akuntabilitas yang diperluas, akan membebaskan sistem pendidikan dari hegemoni korporasi sekaligus memberikan nilai tambah (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">value added</span></span><span lang="IN">) bagi peserta didik/mahasiswa akuntasi. Lepasnya hegemoni korporasi akan memberikan keluasaan akuntan pendidik mendistribusikan konsep sampai dengan teknik akuntansi yang seimbang, seperti konsep dasar teoritis dan teknik akuntansi berbasis <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">proprietary theory</span></span><span lang="IN"> untuk perusahaan kecil, <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">entity theory</span></span><span lang="IN"> untuk perusahaan yang memisahkan manajemen dan pemilik/pemegang saham, atau <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">enterprise theory</span></span><span lang="IN"> yang mencakup akuntabilitas<span> </span>lebih luas. Lepasnya hegemoni korporasi pada gilirannya menggiring penggalian dan konstruksi dinamis konsep akuntansi bagi akademisi yang jauh lebih luas daripada yang selama ini ada dan didominasi pengembangan akuntansi berbasis <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">entity theory</span></span><span lang="IN">. <span lang="IN">Nilai tambah akan memberikan pemahaman lebih luas terhadap kepentingan pengambilan kebijakan akuntansi bagi para peserta didik ketika lulus. Bukan melakukan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">judgement</span></span><span lang="IN"> yang di-kooptasi perusahaan, tetapi memiliki empati terhadap selain <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">stockholders</span></span><span lang="IN"> di dalam lingkungan intern perusahaan, seperti karyawan, buruh, manajemen misalnya. Empati juga akan muncul terhadap lingkungan eksternal perusahaan seperti pemasok, lingkungan alam dan terutama adalah akuntabilitas pribadinya kepada Tuhan. Pada gilirannya akuntan hasil pendidikan yang bebas hegemoni korporasi meningkatkan ekstensi empati seperti keinginan untuk melakukan pemberdayaan masyarakatnya dengan membuat teknik dan prosedur akuntansi yang bermanfaat bagi perusahaan mikro, kecil dan menengah, koperasi maupun perusahaan berbasis<span> </span>religius tanpa dibayangi <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">reward</span></span><span lang="IN">material signifikan.</span></span></p><p class="MsoNormal"><span lang="IN">Konsekuensi lainnya lanjut Mulawarman (2006b) adalah pada pembelajaran yang secara normatif tidak lagi ditekankan pembelajaran mahasiswa pada konsep<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">procedural learning</span></span><span lang="IN"> dan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">surface approach</span></span><span lang="IN"> dan juga bentuk konseptual <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">deep approach to learning</span></span><span lang="IN">, tetapi menekankan pembelajaran kesemuanya dan sekaligus melampauinya (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">hyper</span></span><span lang="IN">). Pelampauan (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">hyper</span></span><span lang="IN">) dalam pendekatan pembelajaran berdasar enam konsepsi pembelajaran dari Van Rossum dan Schenk (1984) dan Marton et.al. (1993), perlu<span> </span>penambahan dua konsepsi pembelajaran, yaitu pendekatan intuitif dan spiritualitas . Delapan konsepsi pembelajaran (Hyper view of learning) menurut Mulawarman (2006b) adalah sebagai berikut: the increase of knowledge, memorizing, acquistion of facts, abstraction of meaning, an interpretive process and changing as a person, with a self awareness with intuitive process, and an obedience activity in a spiritual way.<span lang="IN">Konsekuensinya adalah memberikan bekal bagi setiap peserta didik atau mahasiswa akuntansi untuk dapat mengembangkan gagasan, teori, konsep akuntansi yang relatif baru dengan keluasan akuntabilitas, bukan bersifat materi yang terbatas (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">stockholders</span></span><span lang="IN"> dan lingkungan sosial), tetapi juga mengarah pada akuntabilitas<span> </span>lebih luas (alam dan Ilahiah). Konsekuensi logis konsep pembelajaran yang melampaui (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">hyper</span></span><span lang="IN">) ini kemudian tidak lagi mengutamakan dan melihat metodologi yang digunakan dalam riset akuntansi yang memiliki nilai <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">scientific</span></span><span lang="IN"> bila ber-”aroma” obyektif/kuantitiatif/statitistik/positivistik atau lebih menekankan pada riset yang ber-“aroma” subyektif/kualitatif/non-statistik/non-positifistik. Tetapi proses riset dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhannya. <span> </span></span></span></p><p></p><p class="MsoNormal">Referensi:</p><p class="MsoNormal"></p><p class="MsoNormal"><span lang="FR">Mulawarman, Aji Dedi. 2006a. <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Menyibak Akuntansi Syari’ah: Rekonstruksi Teknologi Akuntansi Syari’ah dari Wacana ke Aksi</span></span><span lang="FR">. Penerbit Kreasi Wacana Jogjakarta.</span></p><p class="MsoNormal"><span lang="FR">Mulawarman, Aji Dedi. 2006b. Pensucian Pendidikan Akuntansi. <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Prosidi</span></span><span lang="SV"><span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">ng Konferensi Merefleksi Domain Pendidikan Ekonomi dan Bisnis</span></span><span lang="SV">. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga, 1 Desember. </span></p><p class="MsoNormal">Mulawarman, Aji Dedi. 2008. Pendidikan Akuntansi Berbasis Cinta: Lepas dari Hegemoni Korporasi Menuju Pendidikan Membebaskan dan Konsepsi Pembelajaran Yang Melampaui. <span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Jurnal EKUITAS STIESIA</span></span>. Juni.</p></div></span> <!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-3919308019608217632008-08-08T17:56:00.000-07:002008-08-08T21:57:36.556-07:00IMPLEMENTATION OF REFINED HYPERVIEW OF LEARNING (rHOL) ON MANAGEMENT ACCOUNTING LEARNING PROCESS<span class="Apple-style-span" style="font-family: Times;font-size: 15px;"><div style="font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif;font-size: 10px;background-image: initial;background-repeat: initial;background-attachment: initial;-webkit-background-clip: initial;-webkit-background-origin: initial;background-color: rgb(255, 255, 255);color: rgb(0, 0, 0);font: normal normal normal 13px/19px 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Tahoma, Verdana, sans-serif;padding-top: 0.6em;padding-right: 0.6em;padding-bottom: 0.6em;padding-left: 0.6em;margin-top: 0px;margin-right: 0px;margin-bottom: 0px;margin-left: 0px;background-position: initial initial;"><p mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">By Ari Kamayanti and Aji Dedi Mulawarman </span></p><p mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Abstract from our article : IMPLEMENTATION OF REFINED HYPERVIEW OF LEARNING (rHOL) ON MANAGEMENT ACCOUNTING LEARNING PROCESS (AN ETHNOGRAPHIC STUDY)</span></p><p mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Best Paper Awards in <a title="SNA" href="http://www.sna11pontianak.com" mce_href="http://www.sna11pontianak.com" target="_blank">National Accounting Symposium-XI</a></span><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">, at Tanjungpura University, INDONESIA, July 23-24 2008.<br><br></span></p><p></p><p class="MsoNormal" align="center"><span lang="EN-GB"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Abstract</span></span></span></p><blockquote><p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">The purpose of this paper is to describe the implementation of <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Love Based Accounting Education</span></span><span lang="EN-GB"> (LBAE) through refined <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Hyperview of Learning</span></span><span lang="EN-GB"> (rHOL) as the core of humanity learning process. The essence of rHOL is purification<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"> </span></span><span lang="EN-GB">process. The result described its impacts on learning process to suit faith towards God to free accounting education from secularism and corporate hegemony. The implications on accounting students’ learning conceptions on three management accounting topics: ABC, TQM and BSC, that are definitely secular and support corporate hegemony, were portrayed by extending ethnography by phenomenology. This method is named <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">exetnography.</span></span><span lang="EN-GB"> The presence of secularism and corporate hegemony cause the disregard for local values and local needs respectively. The role of educator has become an important factor in implementing rHOL since he/she must trigger and maintain the purification<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"> </span></span><span lang="EN-GB">process throughout the learning process. The results were astonishing</span><span lang="IN"> since</span><span lang="EN-GB"> there were shifts of students’ consciousness in three varying degrees (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">verstehen</span></span><span lang="EN-GB">, critical, reconstruction/deconstruction). Both educator and students were enlightened since renewed consciousness to return to local values and local needs emerged as a result of rHOL implementation.</span></p></blockquote><p class="MsoNormal"><br></p><p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><u>Keywords:</u></span></span><span lang="EN-GB"> <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">LBAE, rHOL, </span></span><span lang="EN-GB">Purification<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">, ABC, TQM, BSC, Ethnography, Phenomenology, Exethnography</span></span></p></div></span> <!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-7513476688699951242008-07-30T20:06:00.000-07:002008-07-30T20:13:59.069-07:00MAKRIFAT KEKAYAAN: Tafsir Atas Materialitas Manusia dan Alam Semesta<span class="Apple-style-span" style="font-family: Times; "><div style="border-top-width: 0px; border-right-width: 0px; border-bottom-width: 0px; border-left-width: 0px; border-style: initial; border-color: initial; margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 3px; padding-right: 3px; padding-bottom: 3px; padding-left: 3px; width: auto; font: normal normal normal 100%/normal Georgia, serif; text-align: left; "><span class="Apple-style-span" style="font-family:Times;"><div style="font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 10px; background-image: initial; background-repeat: initial; background-attachment: initial; -webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-color: rgb(255, 255, 255); color: rgb(0, 0, 0); font: normal normal normal 13px/19px 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Tahoma, Verdana, sans-serif; padding-top: 0.6em; padding-right: 0.6em; padding-bottom: 0.6em; padding-left: 0.6em; margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><p mce_style="text-align:center;" style="text-align: center; "><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">Oleh: AJI DEDI MULAWARMAN</span></p><p mce_style="text-align:center;" style="text-align: center; "><br /></p><p mce_style="text-align:center;" style="text-align: center; "><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">Abstraksi</span></p><blockquote><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">Kekayaan secara definisional, sosiologis bahkan filosofis ternyata telah melenceng jauh dari "realitas" kekayaan itu sendiri. Tulisan ini mencoba menelusuri lebih jauh pandangan mengenai kekayaan dalam koridor wealth (barat) dan maal (Islam) yang jelas sekali sangat berbeda konseptualisasi maupun kontekstualisasinya. Saatnya sekarang melakukan tafsir baru atas makna kekayaan dan bahkan melakukan makrifat atasnya. Makrifat makna kekayaan sangatlah </span><span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; "><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">Ilahiyyah Interest</span></span><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">. Sekali-sekali melakukan tafsir makrifat nii...hehehe...selamat menikmati.<br /></span></p></blockquote><p><br /></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">1. MERUNUT KONSEP KEKAYAAN: Pandangan Barat</span></p><p>Kekayaan (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">wealth</span>) menurut pandangan masyarakat Barat dijelaskan Armour (1999) awalnya didefinisikan sebagai kekayaan umum (masyarakat, nasional). <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">Wealth</span>, menurutnya berasal dari dua kata bahasa Inggris lama, <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">"weal" (well-being)</span> dan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">"th"</span>(<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">condition</span>), ketika dua kata tersebut disebut bersama-sama berarti "<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">the condition of well being</span>". Kekayaan menurut Armour dalam konteks peradaban didefinisikan sebagai penguasaan komunitas atas barang, jasa dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan makanan dan minuman yang layak sehingga keberadaban dan kesantunan masyarakat dapat dipertahankan keseimbangannya. Konsep kekayaan menurut Armour (1999) memunculkan deviasi dalam 3 basis peradaban. Peradaban Islam masih berorientasi sesuai wealth, kekayaan untuk semua; peradaban Cina untuk kepentingan keluarga/kelompok; sedangkan peradaban Barat untuk kepentingan pribadi (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">riche</span>s).</p><p>Kekayaan saat ini ternyata telah berubah dari <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">wealth</span> menjadi <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">riches. Richess </span>di sisi lain merupakan penguatan individual, kelompok dan perusahaan serta sebagai sumber kompetisi antar mereka untuk tujuan kekuasaan. Sehingga kekayaan saat ini telah berubah definisinya secara sosiologis yaitu menjadi milik pribadi dan untuk kepentingan pribadi. </p><p>Kritik mirip Armour (1999) disampaikan Anielsky (2003) mengenai reduksi makna kekayaan. Kekayaan sekarang selalu diasosiakan dengan uang, tabungan, investasi rumah, atau bentuk-bentuk modal finansial lain. Berdasarkan hal tersebut Anielsky (2003) kemudian mengembangkan genuine wealth atau kekayaan asali, yaitu sesuatu yang dapat membuat hidup berguna (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">worthwile</span>) dan lebih baik (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">wellbeing</span>).Kekayaan asali dikembangkan untuk meluruskan nilai dan prinsip aktual lebih baik secara personal-profesional-spiritual-lingkungan-finansial. Alat dan proses untuk mengukur/memprediksi kondisi fisik dan kualitatif, segala sesuatu yang membuat hidup lebih berguna. Gagasan Anielsky (2003) mirip penjelasan Zohar dan Marshall (2005) bahwa kekayaan harus mewujud dalam bentuk "menjadi lebih berkualitas". Artinya, kekayaan tidak hanya berhubungan dengan materi, di dalamnya juga terdapat makna batin dan spiritual. </p><p>Konsep kekayaan dari Armor (1999), Anielsky (2003) dan Zohar dan Marshall (2005) bersesuaian dengan konsep spiritualitas ekologis-kebumian-postpatriarkal dari Capra (1999). Capra (1999) melihat perlunya integrasi organis materi-batin-spiritual dalam konsep ekonomi. Tetapi ternyata, spiritualitas menurutnya adalah dinamika swa-organisasi keseluruhan kosmos atau postpatriarkal kebumian, bukan Tuhan Transendental.</p><p><br /></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">2. KONSEP KEKAYAAN MENURUT ISLAM</span></p><p>Kekayaan menurut Islam disebut <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">maal</span>. Seluruh bentuk <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">maal</span> di alam semesta menurut Islam adalah milik Allah SWT. Konsep <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">maal</span> dijelaskan dalam Al Qur'an sebagai berikut:</p><p>Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar. (QS. Al-Hadiid ayat 7)</p><p>Ayat di atas menegaskan bahwa harta hakikatnya adalah milik Allah. Manusia diberi sebagian dari harta milik Allah (spiritualitas substantif) dan dengan tanggungjawab itu manusia diwajibkan menafkahkan hartanya sesuai ketentuan Allah (materialitas-syari'ah) agar mendapat ketenangan dan pahala (batin). Allah akan memberi amanah hak penguasaan atas kekayaan kepada manusia, setelah manusia memanifestasikan keimanan dalam bentuk ketundukan kepada-Nya dan kreativitas keterwakilan di alam semesta.</p><p>Menempatkan kekayaan dalam konteks tujuan syari'ah, yaitu <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">mashlahah, </span>dengan demikian bermakna hak kepemilikan setiap manusia hanya berbentuk titipan atau amanah Allah. Kepemilikan privat murni di dunia tidak diperbolehkan. Tujuan manusia berusaha adalah mencari nafkah untuk mendapat rezeki bernilai tambah bagi dirinya, sosial dan lingkungan. Dampak mencari rezeki yaitu kekayaan penuh berkah. Perlu ditekankan di sini bahwa kekayaan bukanlah tujuan utama. Tujuan utama tetap ada pada tujuan syari'ah, yaitu nilai tambah untuk <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">mashalah</span>, sedangkan (hasil) kekayaan hanyalah dampak ikutan. Bahkan menurut Hamka kekayaan hanyalah alat dan bukan tujuan itu sendiri, karena tujuan utama adalah mengingat Allah, ridha Allah serta menegakkan jalan Allah (1984, 242).</p><p>Untuk menghindari terjadinya penyimpangan tidak mutlaknya hak dan konsentrasi terbatas atas <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">maal, </span>Islam mengingatkan perlunya <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">wasathan</span> (keseimbangan). Menurut Al Qur'an kata <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">wasathan </span>(QS. 2: 143) bersanding dengan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">ummah</span>, yaitu<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">ummatan wasathan</span>. Ciri <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">ummatan wasathan</span>, dijelaskan Taher (2005) adalah, pertama, hak kebebasan harus selalu diimbangi kewajiban kedua, keseimbangan antara kehidupan dunia dan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">ukhrawi</span>; ketiga, keseimbangan akal dan moral.</p><p>Konsep mirip <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">wasathan</span> menurut Nasr (1994) disebut <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">Al Muhith </span>(QS. 4:126). <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">Al-Muhith </span>sebagai sifat keseimbangan alam semesta dalam bingkai sifat Allah. Artinya, keseimbangan kekayaan haruslah selalu berdimensi material-batin-spritual dan mengarah pada kepemilikan proporsional diri-sosial dan lingkungan dalam lingkup kekuasaan Allah. <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">Al Muhith</span> adalah realitas segala sesuatu untuk menuju kesatuan ketundukan (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">abd' Allah</span>) dan kreativitas (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">Khalifatullah fil ardh</span>) tak terpisahkan.</p><p><br /></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">3. MAKRIFAT KEKAYAAN</span></p><p>Keseimbangan alam semesta merupakan kesatuan alam dan manusia dalam koridor kekayaan yang dinikmati manusia, sebagai bentuk <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">barakah Ilahiyyah.</span> Artinya, keseimbangan tersebut merupakan implementasi kesatuan dan bukan pemisahan antara manusia dan alam sesuai nilai-nilai Islam. Hal inilah yang disebut Nasr (2005; 85) bahwa Islam telah mempertahankan pandangan integral alam semesta dan melihat ke urat nadi keteraturan alam dan kosmos arus rahmat Ilahi atau<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">barakah</span>. Manusia mencari wujud transendental dan supernatural, tetapi ia tidak menantang latarbelakang alam yang profan (berhadapan dengan rahkat dan wujud supernatural). Di pusat alam semesta, manusia berusaha melakukan transendensi alam dan alam sendiri membantu proses ini, asalkan manusia dapat belajar merenungkan alam, dengan tidak menjadikannya terpisah dari realitas. Manusia harus menjadikan alam semesta sebagai cermin yang memantulkan realitas pada tataran tertinggi, panorama keluasan simbol, yang berdialog dengan manusia dan memberikan makna baginya.</p><p>Rahmat Ilahi atau <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">Barakah </span>dalam alam semesta menurut Nasr (2005; 86) sebenarnya akan mewujud dan tersalur dalam diri manusia itu sendiri, melalui partisipasi spiritualitas aktifnya, sehingga memancarkan cahaya yang menerangi alam semesta. Manusia adalah mulut hidup dan nafas alam. Hubungan erat antara manusia dan alam akan menyebabkan keadaan batin manusia tercermin dalam tatan eksternal. Bahkan diingatkan oleh Nasr (2005; 86) bahwa apabila tidak ada lagi pelaku kontemplasi dan orang suci, alam akan kehilangan cahaya yang meneranginya dan udara yang menghidupinya. Ini menjelaskan mengapa ketika keadaan batin manusia telah berpaling pada kegelapan dan kekacauan, alam juga berpaling dari harmoni dan keindahan, selanjutnya jatuh dalam ketidakseimbangan dan kekacauan. Di alam, manusia hanya dapat menembus dalam makna batin alam jika ia dapat menyelidiki dirinya secara batin dan tidak berada di pinggir keberadaannya. Manusia yang hanya hidup di permukaan keberadaan dirinya, akan mempelajari alam sebagai sesuatu yang perlu untuk dieksploitasi, dimanipulasi dan didominasi.</p><p>Kesatuan dan keseimbangan alam dan manusia ditegaskan oleh Faruqi (1995, 65-69) pada perspektif kesadaran Ilahi manusia, berkenaan dengan perspektif kesadaran Ilahiah. Kesadaran Ilahi bagi manusia merupakan kesadaran bahwa segala sesuatu di alam semesta diciptakan oleh Allah untuk memenuhi eksistensi tujuan penciptaan manusia itu sendiri, yaitu tujuan etis penuh nilai-nilai Ketuhanan.</p><p>Keberaturan dan ketidakberaturan alam semesta hubungannya dengan manusia dengan demikian merupakan basis konsep <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">maal</span> yang memiliki dua tujuan etis Ilahiyah, yaitu kemerdekaan dan kesucian. Kemerdekaan dan kesucian untuk dapat mendeklarasikan dirinya sebagai <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">abd Allah</span> (aspek kesucian) melalui aktivitas kreatifnya sebagai <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">khalifatullah fil ardh</span> (aspek kemerdekaan). Kesatuan dan keseimbangan tujuan etis manusia inilah yang disebut sebagai substansi kekayaan, hak milik hakiki, yang disebut Faruqi sebagai eksistensi Citra Ilahi dalam diri manusia, yaitu <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">taqwa</span> (kesalehan), dan digambarkan Nasr sebagai Cahaya Ilahi yang akan selalu memancar sebagai penerang batin dan materi alam semesta penuh cahaya spiritualitas. Citra Ilahi dijelaskan Faruqi (1995; 71) sebagai berikut:</p><p>Citra Ilahi menurut Faruqi (1995; 71) terdapat dalam diri manusia. Ia tidak akan pernah dapat dihancurkan atau dilenyapkan, dan merupakan kemanusiaan manusia yang pokok. Ia adalah miliknya yang paling mulia dan berharga. Ia Ilahiah. Manakala ia tidak ada, tak ada pula manusia; dan jika ia tak sempurna, maka pemiliknya dikatakan tidak waras. Di sini humanisme Islam bersatu dengan humanisme filosofis para filosof Yunan (Socrates, Plato dan Aristoteles) dengan perbedaan bahwa sementara obyek tertinggi rasionalitas adalah <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">paidea</span> atau kebudayaan, bagi kaum Muslimin obyek tersebut adalah <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">taqwa</span> atau kesalehan.</p><p>Cahaya Ilahi yang selalu harus muncul dalam kesadaran manusia, menurut Nasr (2005; 115) adalah tujuan kemanusiaan di dunia untuk:</p><p>...memperoleh pengetahuan total tentang benda, untuk menjadi <span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">Manusia Universal</span>(<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; "><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">al-insan al-kamil</span></span>), cermin yang memantulkan semua Nama dan Sifat Allah. Sebelum jatuh, manusia berada di surga, ia adalah <span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">Manusia Primordial</span> (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">a<span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">l-insan al-qodim</span></span>); setelah jatuh, manusia kehilangan keadaan ini, tetapi dengan menjadi makhluk sentral di sebuah Alam Semesta yang dapat ia ketahui secara lengkap, dapat melampaui keadaan dirinya sebelum kejatuhan untuk menjadi Manusia Universal. Jadi, jika manusia dapat memanfaatkan kesempatan hidup yang diberikan kepadanya, dengan bantuan kosmos, ia dapat meninggalkan alam ini untuk menggapai keadaan yang lebih mulia dibandingkan apa yang ia peroleh sebelum kejatuhannya.</p><p>Tujuan akhir Citra Ilahi atau Ketakwaan atau Cahaya Ilahi menurut Faruqi (1995; 65) harus menuju pada Kesatuan Ilahi, agar setiap diri menjadi seperti dikatakan Nasr (2005; 115) sebagai Manusia Universal. Manusia Universal dalam menuju Kesatuan Ilahi dimana hanya Allah sajalah Tuhan itu, bahwa secara mutlak tak ada sesuatupun dalam ciptaan, tidak ada sesuatupun dalam kekayaan manusia, tidak ada sesuatupun dalam keseimbangan dan kesatuan alam dan manusia. Secara mutlak tak ada sesuatupun dalam ciptaan yang disamakan dengan pencipta, Allah itu sendiri. Kekayaan hanyalah ciptaan, sejauh manapun kekayaan terderivasi dan terakumulasi, dia hanyalah ciptaan. Yang mutlak hanyalah Pencipta, Dialah Yang Maha Kaya, Dialah Pusat Segala Kekayaan, Dialah Kekayaan Itu Sendiri, Allah<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic; ">subhanahu wa ta' ala</span>.</p></div></span></div></span>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-41025122719068512922008-07-30T16:34:00.000-07:002008-07-30T20:38:36.988-07:00UU PERBANKAN SYARIAH DAN UU SUKUKBagi yang ingin download UU Perbankan Syariah dan UU Sukuk silakan klik attachment berikut di halaman ini.<div><br></div><div>bila tidak bisa download lewat attachment, silakan link ke alamat ini <a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/07/29/uu-perbankan-syariah-dan-uu-sukuk/">UU Perbankan Syariah dan UU Sukuk</a><br><div><br></div><div>semoga bermanfaat<img src="http://images.multiply.com/common/smiles/smile.png"></div></div><!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-69063940060164563362008-07-30T16:23:00.000-07:002008-07-30T20:32:35.793-07:00UU PERBANKAN SYARIAH DAN UU SUKUK <span class="Apple-style-span" style="color: rgb(102, 102, 102);font-size: 11px;line-height: 16px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: arial, helvetica;">Bagi yang menginginkan UU Perbankan Syariah dan UU Sukuk silakan download attachment di halaman ini. semoga bermanfaat.</span></span><div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(102, 102, 102);font-size: 11px;line-height: 16px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: arial, helvetica;"><br></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(102, 102, 102);font-size: 11px;line-height: 16px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: arial, helvetica;">kalo gak bisa silakan link ke alamat ini</span></span><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(102, 102, 102);font-family: 'Lucida Grande';font-size: 11px;line-height: 16px;"> <span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0);font-family: Arial;font-size: 13px;line-height: normal;"><a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/07/29/uu-perbankan-syariah-dan-uu-sukuk/">UU Perbankan Syariah dan UU Sukuk</a></span></span></div> <!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-3197651371484543542008-07-30T16:20:00.000-07:002008-07-30T20:22:23.582-07:00MAKRIFAT KEKAYAAN: Tafsir Atas Materialitas Manusia dan Alam Semesta <span class="Apple-style-span" style="color: rgb(11, 94, 180);"><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0);font-family: Times;font-size: 15px;"><div style="font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif;font-size: 10px;background-image: initial;background-repeat: initial;background-attachment: initial;-webkit-background-clip: initial;-webkit-background-origin: initial;background-color: rgb(255, 255, 255);color: rgb(0, 0, 0);font: normal normal normal 13px/19px 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Tahoma, Verdana, sans-serif;padding-top: 0.6em;padding-right: 0.6em;padding-bottom: 0.6em;padding-left: 0.6em;margin-top: 0px;margin-right: 0px;margin-bottom: 0px;margin-left: 0px;background-position: initial initial;"><p mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Oleh: AJI DEDI MULAWARMAN</span></p><p mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><br></p><p mce_style="text-align:center;" style="text-align: center;"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Abstraksi</span></p><blockquote><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Kekayaan secara definisional, sosiologis bahkan filosofis ternyata telah melenceng jauh dari "realitas" kekayaan itu sendiri. Tulisan ini mencoba menelusuri lebih jauh pandangan mengenai kekayaan dalam koridor wealth (barat) dan maal (Islam) yang jelas sekali sangat berbeda konseptualisasi maupun kontekstualisasinya. Saatnya sekarang melakukan tafsir baru atas makna kekayaan dan bahkan melakukan makrifat atasnya. Makrifat makna kekayaan sangatlah </span><span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Ilahiyyah Interest</span></span><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">. Sekali-sekali melakukan tafsir makrifat nii...hehehe...selamat menikmati.</span></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><br></span><br></p></blockquote><p><br></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">1. MERUNUT KONSEP KEKAYAAN: Pandangan Barat</span></p><p>Kekayaan (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">wealth</span>) menurut pandangan masyarakat Barat dijelaskan Armour (1999) awalnya didefinisikan sebagai kekayaan umum (masyarakat, nasional). <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Wealth</span>, menurutnya berasal dari dua kata bahasa Inggris lama, <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">"weal" (well-being)</span> dan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">"th"</span>(<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">condition</span>), ketika dua kata tersebut disebut bersama-sama berarti "<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">the condition of well being</span>". Kekayaan menurut Armour dalam konteks peradaban didefinisikan sebagai penguasaan komunitas atas barang, jasa dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan makanan dan minuman yang layak sehingga keberadaban dan kesantunan masyarakat dapat dipertahankan keseimbangannya. Konsep kekayaan menurut Armour (1999) memunculkan deviasi dalam 3 basis peradaban. Peradaban Islam masih berorientasi sesuai wealth, kekayaan untuk semua; peradaban Cina untuk kepentingan keluarga/kelompok; sedangkan peradaban Barat untuk kepentingan pribadi (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">riche</span>s).</p><p>Kekayaan saat ini ternyata telah berubah dari <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">wealth</span> menjadi <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">riches. Richess </span>di sisi lain merupakan penguatan individual, kelompok dan perusahaan serta sebagai sumber kompetisi antar mereka untuk tujuan kekuasaan. Sehingga kekayaan saat ini telah berubah definisinya secara sosiologis yaitu menjadi milik pribadi dan untuk kepentingan pribadi. </p><p>Kritik mirip Armour (1999) disampaikan Anielsky (2003) mengenai reduksi makna kekayaan. Kekayaan sekarang selalu diasosiakan dengan uang, tabungan, investasi rumah, atau bentuk-bentuk modal finansial lain. Berdasarkan hal tersebut Anielsky (2003) kemudian mengembangkan genuine wealth atau kekayaan asali, yaitu sesuatu yang dapat membuat hidup berguna (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">worthwile</span>) dan lebih baik (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">wellbeing</span>).Kekayaan asali dikembangkan untuk meluruskan nilai dan prinsip aktual lebih baik secara personal-profesional-spiritual-lingkungan-finansial. Alat dan proses untuk mengukur/memprediksi kondisi fisik dan kualitatif, segala sesuatu yang membuat hidup lebih berguna. Gagasan Anielsky (2003) mirip penjelasan Zohar dan Marshall (2005) bahwa kekayaan harus mewujud dalam bentuk "menjadi lebih berkualitas". Artinya, kekayaan tidak hanya berhubungan dengan materi, di dalamnya juga terdapat makna batin dan spiritual. </p><p>Konsep kekayaan dari Armor (1999), Anielsky (2003) dan Zohar dan Marshall (2005) bersesuaian dengan konsep spiritualitas ekologis-kebumian-postpatriarkal dari Capra (1999). Capra (1999) melihat perlunya integrasi organis materi-batin-spiritual dalam konsep ekonomi. Tetapi ternyata, spiritualitas menurutnya adalah dinamika swa-organisasi keseluruhan kosmos atau postpatriarkal kebumian, bukan Tuhan Transendental.</p><p><br></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">2. KONSEP KEKAYAAN MENURUT ISLAM</span></p><p>Kekayaan menurut Islam disebut <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">maal</span>. Seluruh bentuk <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">maal</span> di alam semesta menurut Islam adalah milik Allah SWT. Konsep <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">maal</span> dijelaskan dalam Al Qur'an sebagai berikut:</p><p>Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar. (QS. Al-Hadiid ayat 7)</p><p>Ayat di atas menegaskan bahwa harta hakikatnya adalah milik Allah. Manusia diberi sebagian dari harta milik Allah (spiritualitas substantif) dan dengan tanggungjawab itu manusia diwajibkan menafkahkan hartanya sesuai ketentuan Allah (materialitas-syari'ah) agar mendapat ketenangan dan pahala (batin). Allah akan memberi amanah hak penguasaan atas kekayaan kepada manusia, setelah manusia memanifestasikan keimanan dalam bentuk ketundukan kepada-Nya dan kreativitas keterwakilan di alam semesta.</p><p>Menempatkan kekayaan dalam konteks tujuan syari'ah, yaitu <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">mashlahah, </span>dengan demikian bermakna hak kepemilikan setiap manusia hanya berbentuk titipan atau amanah Allah. Kepemilikan privat murni di dunia tidak diperbolehkan. Tujuan manusia berusaha adalah mencari nafkah untuk mendapat rezeki bernilai tambah bagi dirinya, sosial dan lingkungan. Dampak mencari rezeki yaitu kekayaan penuh berkah. Perlu ditekankan di sini bahwa kekayaan bukanlah tujuan utama. Tujuan utama tetap ada pada tujuan syari'ah, yaitu nilai tambah untuk <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">mashalah</span>, sedangkan (hasil) kekayaan hanyalah dampak ikutan. Bahkan menurut Hamka kekayaan hanyalah alat dan bukan tujuan itu sendiri, karena tujuan utama adalah mengingat Allah, ridha Allah serta menegakkan jalan Allah (1984, 242).</p><p>Untuk menghindari terjadinya penyimpangan tidak mutlaknya hak dan konsentrasi terbatas atas <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">maal, </span>Islam mengingatkan perlunya <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">wasathan</span> (keseimbangan). Menurut Al Qur'an kata <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">wasathan </span>(QS. 2: 143) bersanding dengan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">ummah</span>, yaitu<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">ummatan wasathan</span>. Ciri <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">ummatan wasathan</span>, dijelaskan Taher (2005) adalah, pertama, hak kebebasan harus selalu diimbangi kewajiban kedua, keseimbangan antara kehidupan dunia dan <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">ukhrawi</span>; ketiga, keseimbangan akal dan moral.</p><p>Konsep mirip <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">wasathan</span> menurut Nasr (1994) disebut <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Al Muhith </span>(QS. 4:126). <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Al-Muhith </span>sebagai sifat keseimbangan alam semesta dalam bingkai sifat Allah. Artinya, keseimbangan kekayaan haruslah selalu berdimensi material-batin-spritual dan mengarah pada kepemilikan proporsional diri-sosial dan lingkungan dalam lingkup kekuasaan Allah. <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Al Muhith</span> adalah realitas segala sesuatu untuk menuju kesatuan ketundukan (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">abd' Allah</span>) dan kreativitas (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Khalifatullah fil ardh</span>) tak terpisahkan.</p><p><br></p><p><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">3. MAKRIFAT KEKAYAAN</span></p><p>Keseimbangan alam semesta merupakan kesatuan alam dan manusia dalam koridor kekayaan yang dinikmati manusia, sebagai bentuk <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">barakah Ilahiyyah.</span> Artinya, keseimbangan tersebut merupakan implementasi kesatuan dan bukan pemisahan antara manusia dan alam sesuai nilai-nilai Islam. Hal inilah yang disebut Nasr (2005; 85) bahwa Islam telah mempertahankan pandangan integral alam semesta dan melihat ke urat nadi keteraturan alam dan kosmos arus rahmat Ilahi atau<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">barakah</span>. Manusia mencari wujud transendental dan supernatural, tetapi ia tidak menantang latarbelakang alam yang profan (berhadapan dengan rahkat dan wujud supernatural). Di pusat alam semesta, manusia berusaha melakukan transendensi alam dan alam sendiri membantu proses ini, asalkan manusia dapat belajar merenungkan alam, dengan tidak menjadikannya terpisah dari realitas. Manusia harus menjadikan alam semesta sebagai cermin yang memantulkan realitas pada tataran tertinggi, panorama keluasan simbol, yang berdialog dengan manusia dan memberikan makna baginya.</p><p>Rahmat Ilahi atau <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Barakah </span>dalam alam semesta menurut Nasr (2005; 86) sebenarnya akan mewujud dan tersalur dalam diri manusia itu sendiri, melalui partisipasi spiritualitas aktifnya, sehingga memancarkan cahaya yang menerangi alam semesta. Manusia adalah mulut hidup dan nafas alam. Hubungan erat antara manusia dan alam akan menyebabkan keadaan batin manusia tercermin dalam tatan eksternal. Bahkan diingatkan oleh Nasr (2005; 86) bahwa apabila tidak ada lagi pelaku kontemplasi dan orang suci, alam akan kehilangan cahaya yang meneranginya dan udara yang menghidupinya. Ini menjelaskan mengapa ketika keadaan batin manusia telah berpaling pada kegelapan dan kekacauan, alam juga berpaling dari harmoni dan keindahan, selanjutnya jatuh dalam ketidakseimbangan dan kekacauan. Di alam, manusia hanya dapat menembus dalam makna batin alam jika ia dapat menyelidiki dirinya secara batin dan tidak berada di pinggir keberadaannya. Manusia yang hanya hidup di permukaan keberadaan dirinya, akan mempelajari alam sebagai sesuatu yang perlu untuk dieksploitasi, dimanipulasi dan didominasi.</p><p>Kesatuan dan keseimbangan alam dan manusia ditegaskan oleh Faruqi (1995, 65-69) pada perspektif kesadaran Ilahi manusia, berkenaan dengan perspektif kesadaran Ilahiah. Kesadaran Ilahi bagi manusia merupakan kesadaran bahwa segala sesuatu di alam semesta diciptakan oleh Allah untuk memenuhi eksistensi tujuan penciptaan manusia itu sendiri, yaitu tujuan etis penuh nilai-nilai Ketuhanan.</p><p>Keberaturan dan ketidakberaturan alam semesta hubungannya dengan manusia dengan demikian merupakan basis konsep <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">maal</span> yang memiliki dua tujuan etis Ilahiyah, yaitu kemerdekaan dan kesucian. Kemerdekaan dan kesucian untuk dapat mendeklarasikan dirinya sebagai <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">abd Allah</span> (aspek kesucian) melalui aktivitas kreatifnya sebagai <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">khalifatullah fil ardh</span> (aspek kemerdekaan). Kesatuan dan keseimbangan tujuan etis manusia inilah yang disebut sebagai substansi kekayaan, hak milik hakiki, yang disebut Faruqi sebagai eksistensi Citra Ilahi dalam diri manusia, yaitu <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">taqwa</span> (kesalehan), dan digambarkan Nasr sebagai Cahaya Ilahi yang akan selalu memancar sebagai penerang batin dan materi alam semesta penuh cahaya spiritualitas. Citra Ilahi dijelaskan Faruqi (1995; 71) sebagai berikut:</p><p>Citra Ilahi menurut Faruqi (1995; 71) terdapat dalam diri manusia. Ia tidak akan pernah dapat dihancurkan atau dilenyapkan, dan merupakan kemanusiaan manusia yang pokok. Ia adalah miliknya yang paling mulia dan berharga. Ia Ilahiah. Manakala ia tidak ada, tak ada pula manusia; dan jika ia tak sempurna, maka pemiliknya dikatakan tidak waras. Di sini humanisme Islam bersatu dengan humanisme filosofis para filosof Yunan (Socrates, Plato dan Aristoteles) dengan perbedaan bahwa sementara obyek tertinggi rasionalitas adalah <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">paidea</span> atau kebudayaan, bagi kaum Muslimin obyek tersebut adalah <span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">taqwa</span> atau kesalehan.</p><p>Cahaya Ilahi yang selalu harus muncul dalam kesadaran manusia, menurut Nasr (2005; 115) adalah tujuan kemanusiaan di dunia untuk:</p><p>...memperoleh pengetahuan total tentang benda, untuk menjadi <span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Manusia Universal</span>(<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"><span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">al-insan al-kamil</span></span>), cermin yang memantulkan semua Nama dan Sifat Allah. Sebelum jatuh, manusia berada di surga, ia adalah <span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">Manusia Primordial</span> (<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">a<span mce_name="strong" mce_style="font-weight: bold;" class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">l-insan al-qodim</span></span>); setelah jatuh, manusia kehilangan keadaan ini, tetapi dengan menjadi makhluk sentral di sebuah Alam Semesta yang dapat ia ketahui secara lengkap, dapat melampaui keadaan dirinya sebelum kejatuhan untuk menjadi Manusia Universal. Jadi, jika manusia dapat memanfaatkan kesempatan hidup yang diberikan kepadanya, dengan bantuan kosmos, ia dapat meninggalkan alam ini untuk menggapai keadaan yang lebih mulia dibandingkan apa yang ia peroleh sebelum kejatuhannya.</p><p>Tujuan akhir Citra Ilahi atau Ketakwaan atau Cahaya Ilahi menurut Faruqi (1995; 65) harus menuju pada Kesatuan Ilahi, agar setiap diri menjadi seperti dikatakan Nasr (2005; 115) sebagai Manusia Universal. Manusia Universal dalam menuju Kesatuan Ilahi dimana hanya Allah sajalah Tuhan itu, bahwa secara mutlak tak ada sesuatupun dalam ciptaan, tidak ada sesuatupun dalam kekayaan manusia, tidak ada sesuatupun dalam keseimbangan dan kesatuan alam dan manusia. Secara mutlak tak ada sesuatupun dalam ciptaan yang disamakan dengan pencipta, Allah itu sendiri. Kekayaan hanyalah ciptaan, sejauh manapun kekayaan terderivasi dan terakumulasi, dia hanyalah ciptaan. Yang mutlak hanyalah Pencipta, Dialah Yang Maha Kaya, Dialah Pusat Segala Kekayaan, Dialah Kekayaan Itu Sendiri, Allah<span mce_name="em" mce_style="font-style: italic;" class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">subhanahu wa ta' ala</span>.</p></div></span></span><!-- multiply:no_crosspost --><p class='multiply:no_crosspost'></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-50862912705631750632008-07-28T23:05:00.001-07:002008-07-28T23:06:35.619-07:00UU Perbankan Syariah dan UU SukukBagi yang ingin download UU Perbankan Syariah dan UU Sukuk silakan klik alamat di bawah ini<a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/07/29/uu-perbankan-syariah-dan-uu-sukuk/">UU Perbankan Syariah dan UU Sukuk</a><div>semoga bermanfaat</div>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-57095736191613804282008-03-18T01:53:00.000-07:002008-03-18T01:54:53.699-07:00TULISAN AKUNTANSI SYARIAH<p>Assalamualaikum</p><p>bagi yang berkeinginan melihat tulisan-tulisan saya mengenai akuntansi syariah lebih lengkap, silakan kunjungi <a style="font-weight: bold;" href="http://ajidedim.wordpress.com/">http://ajidedim.wordpress.com/</a><br /></p><p>berikut beberapa isi dari blog saya yang penting mengenai akuntansi syariah (dapat diklik dan link ke alamat tulisan bersangkutan langsung). semoga dapat memberi pencerahan.<br /></p><p>wassalam...<br /></p><p><b><br /></b></p><p><b>I. Kritik Akuntansi Konvensional</b></p> <p>1. <a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/01/06/extreme-ways-from-bourne-ultimatum/">Kritik Terhadap Agency Theory: Bagian Satu (klik di sini)<br /></a></p> <p>2. <a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/01/20/warning-untuk-laporan-perubahan-ekuitas/">Warning untuk Laporan Perubahan Ekuitas</a><a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/01/06/extreme-ways-from-bourne-ultimatum/"><br /></a></p> <p>3. <a href="http://ajidedim.wordpress.com/2007/12/26/positive-accounting-theory-apakah-perlu-dikritik/">Positive Accounting Theory: Apakah Perlu Dikritik?<br /></a></p><p>4. <a href="http://ajidedim.wordpress.com/2007/11/16/citra-akuntansi-kepedulian-kehormatan-atau-kekuasaan-keserakahan/">Citra Akuntansi: Kepedulian-Kehormatan atau Kekuasaan-Keserakahan<br /></a></p> <p><b>II. Akuntansi Syariah</b></p> <p>1. <a href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/page.php?action=edit&post=91" title="tazkiyah tujuan akuntansi syariah">Tazkiyah Tujuan Akuntansi Syariah</a><a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/01/06/extreme-ways-from-bourne-ultimatum/"><br /></a></p> <p>2. <a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/01/02/review-exposure-draft-akuntansi-syariah/">Review Exposure Draft PSAK Akuntansi Syariah</a><a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/01/02/review-exposure-draft-akuntansi-syariah/"> </a></p> <p>3. <a href="http://ajidedim.wordpress.com/2007/12/04/menggagas-laporan-keuangan-syari%e2%80%99ah/">Shariate Financial Statement (Abstract)</a><a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/01/06/extreme-ways-from-bourne-ultimatum/"><br /></a></p> <p>4. <a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/02/13/shariate-balance-sheet/">Shariate Balance Sheet (Abstract)</a><a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/01/06/extreme-ways-from-bourne-ultimatum/"><br /></a></p> 5. <a href="http://ajidedim.wordpress.com/2008/02/14/akuntansi-syariah-bagian-satu/">Pengantar Akuntansi Syariah: Bagian Satu</a>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-39946628131781442252008-02-14T00:23:00.000-08:002008-03-18T02:02:46.069-07:00AKUNTANSI SYARIAH: Bagian 1<b><span>1. PENDAHULUAN</span></b> <p class="MsoNormal" style="text-align: left; text-indent: 36pt;"><span>Segala Puji Bagi Allah. </span>Sesungguhnya kesucian dan kebenaran hanyalah bersumber <span class="MsoPageNumber">dari </span>dan diniatkan/ditujukan kepada Allah. <span>Sering kita bertanya-tanya bagaimana bentuk akuntansi di Indonesia? </span><img src="http://ajidedim.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/themes/advanced/images/spacer.gif" moretext="" alt="More..." title="More..." class="mce_plugin_wordpress_more" name="mce_plugin_wordpress_more" height="10" width="100%" /><span>Seperti kita ketahui hampir seluruh ‘peta’ akuntansi Indonesia merupakan <i>by product</i> Barat. Akuntansi konvensional (Barat) di Indonesia bahkan telah diadaptasi tanpa perubahan berarti. Hal ini dapat dilihat dari sistem pendidikan, standar, dan praktik akuntansi di lingkungan bisnis. Kurikulum, materi dan teori yang diajarkan di Indonesia adalah akuntansi pro Barat. Semua standar akuntansi berinduk pada landasan teoritis dan teknologi akuntansi IASC <i>(International Accounting Standards Committee)</i>. Indonesia bahkan terang-terangan menyadur <i>Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements</i> IASC, dengan judul Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Perkembangan terbaru, saat ini telah disosialisasikan sistem pendidikan akuntansi “baru” yang merujuk internasionalisasi dan harmonisasi standar akuntansi. Pertemuan-pertemuan, <i>workshop</i>, lokakarya, seminar mengenai perubahan kurikulum akuntansi sampai standar kelulusan akuntan juga mengikuti kebijakan IAI berkenaan Internasionalisasi Akuntansi Indonesia tahun 2010. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Dunia bisnis tak kalah, semua aktivitas dan sistem akuntansi juga diarahkan untuk memakai acuan akuntansi Barat. Hasilnya akuntansi sekarang menjadi menara gading dan sulit sekali menyelesaikan masalah lokalitas. Akuntansi hanya mengakomodasi kepentingan ”<i>market</i>” (pasar modal) dan tidak dapat menyelesaikan masalah akuntansi untuk UMKM yang mendominasi perekonomian Indonesia lebih dari 90%<a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftn1" mce_href="#_ftn1" name="_ftnref1" title="_ftnref1"><span class="FootnoteCharacters"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="FootnoteCharacters"><span style=";font-family:'Times New Roman';font-size:12;" >[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>. Hal ini sebenarnya telah menegasikan sifat dasar lokalitas masyarakat Indonesia. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Padahal bila kita lihat lebih jauh, akuntansi secara sosiologis saat ini telah mengalami perubahan besar. Akuntansi tidak hanya dipandang sebagai bagian dari pencatatan dan pelaporan keuangan perusahaan. Akuntansi telah dipahami sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai (<i>value laden</i>), tetapi dipengaruhi nilai-nilai yang melingkupinya. Bahkan akuntansi tidak hanya dipengaruhi, tetapi juga mempengaruhi lingkungannya (lihat Hines 1989; Morgan 1988; Triyuwono 2000a; Subiyantoro dan Triyuwono 2003; Mulawarman 2006)<a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftn2" mce_href="#_ftn2" name="_ftnref2" title="_ftnref2"><span class="FootnoteCharacters"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="FootnoteCharacters"><span style=";font-family:'Times New Roman';font-size:12;" >[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>. Ketika akuntansi tidak bebas nilai, tetapi sarat nilai, otomatis akuntansi konvensional yang saat ini masih didominasi oleh sudut pandang Barat, maka karakter akuntansi pasti kapitalistik, sekuler, egois, anti-altruistik. Ketika akuntansi memiliki kepentingan ekonomi-politik MNC’s (<i>Multi National Company's</i>) untuk program neoliberalisme ekonomi, maka akuntansi yang diajarkan dan dipraktikkan tanpa proses penyaringan, jelas berorientasi pada kepentingan neoliberalisme ekonomi pula.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span><span> </span>Pertanyaan lebih lanjut adalah, apakah memang kita tidak memiliki sistem akuntansi sesuai realitas kita? Apakah masyarakat Indonesia tidak dapat mengakomodasi akuntansi dengan tetap melakukan penyesuaian sesuai realitas masyarakat Indonesia? Lebih jauh lagi sesuai realitas masyarakat Indonesia yang religius? Religiusitas Indonesia yang didominasi 85% masyarakat Muslim?</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="text-transform: uppercase;">2. Akuntansi Syariah: ANTARA Aliran Pragmatis DAN IDEALIS</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Perkembangan akuntansi syariah saat ini menurut Mulawarman (2006; 2007a; 2007b; 2007c) masih menjadi diskursus serius di kalangan akademisi akuntansi. Diskursus terutama berhubungan dengan pendekatan dan aplikasi laporan keuangan sebagai bentukan dari konsep dan teori akuntansinya. Perbedaan-perbedan yang terjadi mengarah pada posisi diametral pendekatan teoritis antara aliran akuntansi syariah pragmatis dan idealis. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span> </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span>2.1. Akuntansi Syariah Aliran Pragmatis</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Aliran akuntansi syariah pragmatis lanjut Mulawarman (2007a) menganggap beberapa konsep dan teori akuntansi konvensional dapat digunakan dengan beberapa modifikasi (lihat juga misalnya Syahatah 2001; Harahap 2001; Kusumawati 2005 dan banyak lagi lainnya). Modifikasi dilakukan untuk kepentingan pragmatis seperti penggunaan akuntansi dalam perusahaan Islami yang memerlukan legitimasi pelaporan berdasarkan nilai-nilai Islam dan tujuan syariah. Akomodasi akuntansi konvensional tersebut memang terpola dalam kebijakan akuntansi seperti <i>Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institutions</i> yang dikeluarkan AAOIFI<a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftn3" mce_href="#_ftn3" name="_ftnref3" title="_ftnref3"><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:'Times New Roman';font-size:12;" >[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> secara internasional dan PSAK No. 59<a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftn4" mce_href="#_ftn4" name="_ftnref4" title="_ftnref4"><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:'Times New Roman';font-size:12;" >[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> atau yang terbaru PSAK 101-106 di Indonesia. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam tujuan akuntansi syariah aliran pragmatis yang masih berpedoman pada tujuan akuntansi konvensional dengan perubahan modifikasi dan penyesuaian berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Tujuan akuntansi di sini lebih pada pendekatan kewajiban, berbasis <i>entity theory</i> dengan akuntabilitas terbatas. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Bila kita lihat lebih jauh, regulasi mengenai bentuk laporan keuangan yang dikeluarkan AAOIFI misalnya, disamping mengeluarkan bentuk laporan keuangan yang tidak berbeda dengan akuntansi konvensional (neraca, laporan laba rugi dan laporan aliran kas) juga menetapkan beberapa laporan lain seperti analisis laporan keuangan mengenai sumber dana untuk zakat dan penggunaannya; analisis laporan keuangan mengenai <i>earnings</i> atau <i>expenditures</i> yang dilarang berdasarkan syariah; laporan responsibilitas sosial bank syari’ah; serta laporan pengembangan sumber daya manusia untuk bank syari’ah. Ketentuan AAOIFI lebih diutamakan untuk kepentingan ekonomi, sedangkan ketentuan syari’ah, sosial dan lingkungan merupakan ketentuan tambahan. Dampak dari ketentuan AAOIFI yang longgar tersebut, membuka peluang perbankan syariah mementingkan aspek ekonomi daripada aspek syariah, sosial maupun lingkungan. Sinyal ini terbukti dari beberapa penelitian empiris seperti dilakukan Sulaiman dan Latiff (2003), Hameed dan Yaya (2003b), Syafei, <i>et al.</i> (2004). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Penelitian lain dilakukan Hameed dan Yaya (2003b) yang menguji secara empiris praktik pelaporan keuangan perbankan syariah di Malaysia dan Indonesia. Berdasarkan standar AAOIFI, perusahaan di samping membuat laporan keuangan, juga diminta melakukan <i>disclose</i> analisis laporan keuangan berkaitan sumber dana <i>zakat</i> dan penggunaannya, laporan responsibilitas sosial dan lingkungan, serta laporan pengembangan sumber daya manusia. Tetapi hasil temuan Hameed dan Yaya (2003b) menunjukkan bank-bank syari’ah di kedua negara belum melaksanakan praktik akuntansi serta pelaporan yang sesuai standar AAOIFI. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Syafei, <i>et al.</i> (2004) juga melakukan penelitian praktik pelaporan tahunan perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia. Hasilnya, berkaitan produk dan operasi perbankan yang dilakukan, telah sesuai tujuan syariah (<i>maqasid syariah</i>). Tetapi ketika berkaitan dengan laporan keuangan tahunan yang diungkapkan, baik bank-bank di Malaysia maupun Indonesia tidak murni melaksanakan sistem akuntansi yang sesuai syariah.<span> </span>Menurut Syafei, <i>et al.</i> (2004) terdapat lima kemungkinan mengapa laporan keuangan tidak murni dijalankan sesuai ketentuan syari’ah.<span> </span>Pertama, hampir seluruh negara muslim adalah bekas jajahan Barat. Akibatnya masyarakat muslim menempuh pendidikan Barat dan mengadopsi budaya Barat. Kedua, banyak praktisi perbankan syariah berpikiran pragmatis dan berbeda dengan cita-cita Islam yang mengarah pada kesejahteraan umat. Ketiga, bank syariah telah <i>establish</i> dalam sistem ekonomi sekularis-materialis-kapitalis. Pola yang <i>establish</i> ini mempengaruhi pelaksanaan bank yang kurang Islami.<span> </span>Keempat, orientasi Dewan Pengawas Syariah lebih menekankan formalitas <i>fiqh</i> daripada substansinya. Kelima, kesenjangan kualifikasi antara praktisi dan ahli syariah. Praktisi lebih mengerti sistem barat tapi lemah di syariah. Sebaliknya ahli syariah memiliki sedikit pengetahuan mengenai mekanisme dan prosedur di lapangan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span> </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span>2.2. Akuntansi Syariah Aliran Idealis</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Aliran Akuntansi Syariah Idealis di sisi lain melihat akomodasi yang terlalu “terbuka dan longgar” jelas-jelas tidak dapat diterima. Beberapa alasan yang diajukan misalnya, landasan filosofis akuntansi konvensional merupakan representasi pandangan dunia Barat yang kapitalistik, sekuler dan liberal serta didominasi kepentingan laba (lihat misalnya Gambling dan Karim 1997; Baydoun dan Willett 1994 dan 2000; Triyuwono 2000a dan 2006; Sulaiman 2001; Mulawarman 2006a).<span> </span>Landasan filosofis seperti itu jelas berpengaruh terhadap konsep dasar teoritis sampai bentuk teknologinya, yaitu laporan keuangan. Keberatan aliran idealis terlihat dari pandangannya mengenai Regulasi baik <span>AAOIFI<i> </i></span>maupun PSAK No. 59, serta PSAK 101-106, yang dianggap masih menggunakan konsep akuntansi modern berbasis <i>entity theory</i> (seperti penyajian laporan laba rugi dan penggunaan <i>going concern</i> dalam PSAK No. 59) dan merupakan perwujudan pandangan dunia Barat<a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftn5" mce_href="#_ftn5" name="_ftnref5" title="_ftnref5"><span class="FootnoteCharacters"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="FootnoteCharacters"><span style=";font-family:'Times New Roman';font-size:12;" >[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>. Ratmono (2004) bahkan melihat tujuan laporan keuangan akuntansi syariah dalam PSAK 59 masih mengarah pada penyediaan informasi. Yang membedakan PSAK 59 dengan akuntansi konvensional, adanya informasi tambahan berkaitan pengambilan keputusan ekonomi dan kepatuhan terhadap prinsip syariah. Berbeda dengan tujuan akuntansi syariah filosofis-teoritis, mengarah akuntabilitas yang lebih luas (Triyuwono 2000b; 2001; 2002b; Hameed 2000a; 2000b; Hameed dan Yaya 2003a; Baydoun dan Willett 1994). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Konsep dasar teoritis akuntansi yang dekat dengan nilai dan tujuan syariah menurut akuntansi syariah aliran idealis adalah <i>Enterprise Theory</i> (Harahap 1997; Triyuwono 2002b), karena menekankan akuntabilitas yang lebih luas. Meskipun, dari sudut pandang syariah, seperti dijelaskan Triyuwono (2002b) konsep ini belum mengakui adanya partisipasi lain yang secara tidak langsung memberikan kontribusi ekonomi. Artinya, lanjut Triyuwono (2002b) konsep ini belum bisa dijadikan justifikasi bahwa <i>enterprise theory</i> menjadi konsep dasar teoritis, sebelum teori tersebut mengakui eksistensi dari <i>indirect participants</i>. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Berdasarkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam VAS, Triyuwono (2001) dan Slamet (2001) mengusulkan apa yang dinamakan dengan <i>Shari’ate</i> ET. Menurut konsep ini <i>stakeholders</i> pihak yang berhak menerima pendistribusian nilai tambah diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu <i>direct participants</i> dan <i>indirect participants</i>.<span> </span>Menurut Triyuwono (2001) <i>direct stakeholders</i> adalah pihak yang terkait langsung dengan bisnis perusahaan, yang terdiri dari: pemegang saham, manajemen, karyawan, kreditur, pemasok, pemerintah, dan lain-lainnya. <i>Indirect stakeholders</i> adalah pihak yang tidak terkait langsung dengan bisnis perusahaan, terdiri dari: masyarakat <i>mustahiq</i> (penerima <i>zakat</i>, <i>infaq</i> dan <i>shadaqah</i>), dan lingkungan alam (misalnya untuk pelestarian alam). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span>2.3. Komparasi Antara Akuntansi Syariah Aliran Idealis dan Pragmatis</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Kesimpulan yang dapat ditarik dari perbincangan mengenai perbedaan antara aliran akuntansi syariah pragmatis dan idealis di atas adalah, pertama, akuntansi syariah pragmatis memilih melakukan adopsi konsep dasar teoritis akuntansi berbasis <i>entity theory</i>. Konsekuensi teknologisnya adalah digunakannya bentuk laporan keuangan seperti neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas dengan modifikasi pragmatis. <span> </span>Kedua, akuntansi syariah idealis memilih melakukan perubahan-perubahan konsep dasar teoritis berbasis <i>shari’ate</i> ET. Konsekuensi teknologisnya adalah penolakan terhadap bentuk laporan keuangan yang ada; sehingga diperlukan perumusan laporan keuangan yang sesuai dengan konsep dasar teoritisnya. Untuk memudahkan penjelasan perbedaan akuntansi syariah aliran pragmatis dan idealis, silakan lihat gambar berikut:</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_HYdywGowE2A/R7QLhCQXO7I/AAAAAAAAACI/DeC2w98tejo/s1600-h/idealispragmatis.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="http://2.bp.blogspot.com/_HYdywGowE2A/R7QLhCQXO7I/AAAAAAAAACI/DeC2w98tejo/s320/idealispragmatis.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5166767334669892530" border="0" /></a></p><p class="MsoNormal" style="text-align: left; text-indent: 36pt;"><span> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><b><span> </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="text-transform: uppercase;">3. Proyek IMPLEMENTASI <i>Shari’ate Enterprise Theory</i></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Proses pencarian bentuk teknologis aliran idealis dimulai dari perumusan ulang konsep <i>Value Added</i> (VA) dan turunannya yaitu <i>Value Added Statement </i>(VAS). VA<i> </i>diterjemahkan oleh Subiyantoro dan Triyuwono (2004, 198-200) sebagai nilai tambah yang berubah maknanya dari konsep VA yang konvensional. Substansi laba adalah nilai lebih (nilai tambah) yang berangkat dari dua aspek mendasar, yaitu aspek keadilan dan hakikat manusia. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Terjemahan konsep VA agar bersifat teknologis untuk membangun laporan keuangan syari’ah disebut Mulawarman (2006, 211-217) sebagai <i>shari’ate value added</i> (SVA). SVA dijadikan <i>source</i> untuk melakukan rekonstruksi sinergis VAS versi Baydoun dan Willett (1994; 2000) dan <i>Expanded Value Added Statement</i> (EVAS) versi Mook <i>et al.</i> (2003; 2005)<a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftn6" mce_href="#_ftn6" name="_ftnref6" title="_ftnref6"><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:'Times New Roman';font-size:12;" >[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> menjadi <i>Shari’ate Value Added Statement</i> (SVAS)<a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftn7" mce_href="#_ftn7" name="_ftnref7" title="_ftnref7"><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:'Times New Roman';font-size:12;" >[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>. SVA adalah pertambahan nilai spiritual (<i>zakka</i>) yang terjadi secara material (<i>zaka</i>) dan telah disucikan secara spiritual (<i>tazkiyah</i>). SVAS adalah salah satu laporan keuangan sebagai bentuk konkrit SVA yang menjadikan <i>zakat</i> bukan sebagai kewajiban distributif saja (bagian dari distribusi VA) tetapi menjadi poros VAS. <i>Zakat</i> untuk menyucikan bagian atas SVAS (pembentukan <i>sources</i> SVA) dan bagian bawah SVAS (distribusi SVA). </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>SVAS lanjut Mulawarman (2006) terdiri dari dua bentuk laporan, yaitu Laporan Kuantitatif dan Kualitatif yang saling terikat satu sama lain. Laporan Kuantitatif mencatat aktivitas perusahaan yang bersifat finansial, sosial dan lingkungan yang bersifat materi (akun kreativitas) sekaligus non materi (akun ketundukan). Laporan Kualitatif berupa catatan berkaitan dengan tiga hal. Pertama, pencatatan laporan pembentukan (<i>source</i>) VA yang tidak dapat dimasukkan dalam bentuk laporan kuantitatif. Kedua, penentuan <i>Nisab</i> <i>Zakat</i> yang merupakan batas dari VA yang wajib dikenakan <i>zakat</i> dan distribusi <i>Zakat</i> pada yang berhak. Ketiga, pencatatan laporan distribusi (<i>distribution</i>) VA yang tidak dapat dimasukkan dalam bentuk laporan kuantitatif. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span>Bagaimana bentuk laporan keuangan syariah lainnya? <b><i>To be continued...</i></b></span></p> <p class="MsoNormal"><span> </span></p> <p class="MsoNormal"><span> </span></p> <p class="MsoNormal"><b><span>DISARIKAN DARI:</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span>Mulawarman, Aji Dedi. 2006. <i>Menyibak Akuntansi Syariah: Rekonstruksi Teknologi Akuntansi Syari’ah Dari Wacana Ke Aksi</i>. Penerbit Kreasi Wacana. Jogjakarta.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span>Mulawarman, Aji Dedi. </span><span>2007a. Menggagas Laporan Arus Kas Syariah. <i>Simposium Nasional Akuntansi X. Unhas Makassar</i>. 26-28 Juli</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span>Mulawarman, Aji Dedi. </span><span>2007b. Menggagas Neraca Syariah Berbasis Maal: Kontekstualisasi “Kekayaan Altruistik Islami”. <i>The 1st Accounting Conference. FE-UI Depok</i>. 7-9 Nopember.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: -35.45pt;"><span>Mulawarman, Aji Dedi. 2007c. Menggagas Laporan Keuangan Syariah Berbasis Trilogi Ma’isyah-Rizq-Maal. <i>Simposium Nasional Ekonomi Islam 3</i>. Unpad. Bandung. 14-15 Nopember. </span></p> <div><!--[if !supportFootnotes]--> <hr align="left" size="1" width="33%"> <!--[endif]--> <div> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref1" mce_href="#_ftnref1" name="_ftn1" title="_ftn1"><span class="FootnoteCharacters"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="FootnoteCharacters"><span style=";font-family:'Times New Roman';font-size:10;" >[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span> Menurut data <i>Indonesian Capital Market Direktory 2005</i>, perusahaan yang terdaftar di bursa saham per Desember 2004 mencapai 331 perusahaan. Sebagai perbandingan, jumlah usaha mikro, kecil dan menengah saat ini mencapai lebih dari 16 juta entitas.</span></p> </div> <div> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref2" mce_href="#_ftnref2" name="_ftn2" title="_ftn2"><span class="FootnoteCharacters"><span style="font-size:10;"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="FootnoteCharacters"><span style=";font-family:'Times New Roman';font-size:10;" >[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-size:10;"> </span><span style="font-size:10;">Ditegaskan oleh Chua (1986) bahwa akuntansi bukan hanya dipandang bersifat rasional teknis saja, suatu aktivitas jasa yang terpisah dari hubungan kemasyarakatan. </span><span style="font-size:10;">Tetapi, seperti dikatakan oleh Hines (1989), bahwa <i>accounting creates and maintains (or can play a part in changing) the social world, is through its reflection and reinforcement of the values of society.</i></span></p> </div> <div> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref3" mce_href="#_ftnref3" name="_ftn3" title="_ftn3"><span class="FootnoteCharacters"><span style="font-family:Arial;"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="FootnoteCharacters"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" >[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a> AAOIFI singkatan <i><span>Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions, </span></i><span>lembaga regulasi keuangan Islam internasional yang berkedudukan di Abu Dhabi, UEA. AAOIFI telah mengeluarkan Standar Akuntansi dan Auditing untuk lembaga keuangan Islam <i>(Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institutions)</i> tahun 1998.</span></p> </div> <div> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref4" mce_href="#_ftnref4" name="_ftn4" title="_ftn4"><span class="FootnoteCharacters"><span style="font-family:Arial;"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="FootnoteCharacters"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" >[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span> <span>PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 merupakan pernyataan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengenai Akuntansi Perbankan Syariah. Standar ini banyak merujuk pada AAOIFI. </span></span></p> </div> <div> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref5" mce_href="#_ftnref5" name="_ftn5" title="_ftn5"><span class="FootnoteCharacters"><span style="font-family:Arial;"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="FootnoteCharacters"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" >[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span> Penelitian yang menarik dilakukan Afifudin (2004) mengenai PSAK No. 59 khusus pembiayaan <i>Mudharabah</i> Bank Syariah. Dari penelusuran mengenai konsep dasar teoritis akuntansi yang melandasinya, jelas-jelas menggunakan basis <i>entity theory</i> yang kapitalistik.</span></p> </div> <div> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref6" mce_href="#_ftnref6" name="_ftn6" title="_ftn6"><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:'Times New Roman';font-size:10;" >[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span> <span>EVAS dikembangkan oleh Mook <i>et al.</i> (2003; 2005) sebagai salah satu alternatif bentuk pengganti Laporan Laba Rugi. EVAS merupakan adaptasi dari VAS yang diperluas. EVAS juga menekankan peran organisasi dalam mengarahkan manfaat untuk masyarakat yang secara umum diabaikan dalam <i>financial statement</i>. EVAS merupakan integrasi informasi finansial dan non finansial, melakukan sintesis data finansial dengan input dan output sosial. EVAS mengkombinasikan data finansial dan data sosial untuk memberikan gambaran lebih utuh dampak sosial dan ekonomi perusahaan.</span></span></p> </div> <div> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a class="mceItemAnchor" href="http://ajidedim.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref7" mce_href="#_ftnref7" name="_ftn7" title="_ftn7"><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:'Times New Roman';font-size:10;" >[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span> <span>Proses rekonstruksi sinergis VAS dan EVAS untuk membentuk SVAS dapat dilihat lebih detil dalam Mulawarman (2006).</span></span></p> </div> </div>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-31816470254396412982007-12-05T22:22:00.000-08:002008-01-06T02:29:09.045-08:00SELAMAT DATANGBapak ibu sekalian, selamat datang di blog mengenai akuntansi syariah.<br />Isi blog mirip <a href="http://islamic-accounting.blogspot.com/">http://islamic-accounting.blogspot.com/</a> atau <a href="http://ajidedim.blogspot.com/">http://ajidedim.blogspot.com/</a> .<br />Pengembangan selanjutnya blog ini akan diramu untuk bincang akuntansi syariah versi bahasa Indonesia.<br />Sedangkan <a href="http://islamic-accounting.blogspot.com/">http://islamic-accounting.blogspot.com/</a> diramu untuk versi bahasa Inggris.<br />Mengenai <a href="http://ajidedim.blogspot.com/">http://ajidedim.blogspot.com/</a> akan berbicara lebih pada wacana ngobrol santai daripada akademis.<br />apabila bapak ibu ingin melihat blog versi lain dan lebih dinamis dapat mengunjungi <a href="http://ajidedim.wordpress.com/">http://ajidedim.wordpress.com/</a><br /><br />selamat menikmati.<br /><br />ajidedimAji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2871347356227564389.post-18082594991454102802001-02-18T02:40:00.000-08:002008-03-18T02:40:55.896-07:00EXPOSURE DRAFT AKUNTANSI SYARIAH<p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="left">Bapak ibu saudara sekalian, berikut ini saya posting usulan yang pernah saya ajukan untuk <i>review </i>dan saran perubahan mengenai Exposure Draft Akuntansi Syariah. EP tersebut dikeluarkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), sekarang telah disetujui menjadi SAK 101-106 tentang Akuntansi Syari'ah. Usulan ini sih masih diajukan di tingkat tim<i> review </i>Jurusan Akuntansi FE Universitas Brawijaya. Usulan resmi dari Jurusan Akuntansi FE Universitas Brawijaya ya gak begini bentuknya. Wong baru usulan saya...hehehe :) . Tapi gpp, makanya daripada tulisan ini nganggur di laptop lebih baik diposting di website aja. Semoga ada manfaatnya...</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b><span>Draf <i>Review</i> dan Saran Perubahan<br />Atas <i>Exposure Draft</i> Akuntansi Syariah<br />Oleh: Aji Dedi Mulawarman</span></b><br /><i><span>Bismillahirrahmaanirrahim</span></i> </p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b><span>1. Miskonsepsi Paradigma Transaksi Syariah dalam Akuntansi Syariah<br /></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>Terdapat miskonsepsi antara Paradigma, Asas dan Karakteristik Transaksi Syariah<span> </span>(Kaidah 1) dengan Tujuan Laporan Keuangan, Asumsi Dasar dan Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan (Kaidah 2). Kaidah 1 mengatur fungsi transaksi yang dilakukan entitas syariah. Kaidah 2 mengatur fungsi pencatatan dan penyampaian informasi yang dilakukan entitas syari’ah. Perbedaan fungsi Kaidah 1 dan Kaidah 2 merupakan kriteria yang sangat mendasar. Kaidah 1 memang dapat berpengaruh terhadap kaidah 2 , berkaitan apa yang akan dicatat dan diinformasikan dalam laporan keuangan. Tetapi fungsi kaidah 2 sebenarnya tidak hanya melakukan pencatatan dan penginformasian transaksional saja. Kaidah 2 di samping mencatat fungsi transaksi, juga mencatat kejadian atau aktivitas ekonomi yang tidak dan belum melibatkan transaksi yang dicantumkan dalam Kaidah 1. Kejadian ekonomi berhubungan dengan: </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><b><i><span>a. Aset dan Kewajiban</span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 81pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>Penilaian aset dan kewajiban dipengaruhi kejadian baik sebagian atau keseluruhannya di luar transaksi. Contohnya adalah kenaikan harga, akresi (pertumbuhan alamiah), apresiasi (selisih nilai pasar wajar) penyusutan, pencurian, kejadian luar biasa, <i>intangible asset</i>, operasi mesin atau pabrik untuk produksi, <i>goodwill</i>, pemeliharaan, beban pengiriman barang dan jasa, dan lain-lain.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><b><i><span>b. Pendapatan</span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 81pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>Proses produksi yang dipengaruhi kejadian menyebabkan naiknya nilai aset sebelum dilakukan penentuan harga jual dan dilakukan penjualan, dan lain-lain. </span><span>Dalam konsep pembentukan pendapatan terdapat titik-titik tertentu yang tidak berhubungan dengan proses transaksi. Misalnya produk selesai diproduksi sebelum penjualan untuk industri ekstraktif seperti pertambangan, pertanian, perkebunan, dan lainnya. Kemudian, pemindahan barang jadi dari pabrik ke gudang</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><b><i><span>c. Biaya</span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 99pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>Penurunan nilai aset, sediaan barang atau ekuitas yang dipengaruhi kejadian dapat dianggap sebagai biaya. Dalam proses pembentukan biaya juga terdapat biaya yang tidak terkait dengan transaksi, seperti kos produksi, kos non produksi. Di samping pembentukan biaya juga terdapat masalah yang menyebabkan terjadinya biaya seperti produk Usang dan Barang Rusak. Juga mengenai depresiasi baik akibat proses akumulasi dana, pemulihan investasi, proses penilaian. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><b><i><span>d. Eksternalitas yang berhubungan aktivitas sosial dan lingkungan </span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><b><i><span>e. Kejadian yang berhubungan aktivitas non-ekonomi lainnya</span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b><i><span> </span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b><span>2. Tujuan, Asumsi Dasar, Unsur, Pengakuan dan Pengukuran Laporan Keuangan </span></b><b><i><span></span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>ED akuntansi syariah hanya memusatkan pada dua hal yang utama, yaitu informasi ekonomi dan sosial. Informasi ekonomi masih menekankan pada pentingnya <i>bottom line</i> laba yang tidak sesuai dengan paradigma transaksi syariah. </span><span>Informasi sosial hanya berhubungan dengan bentuk <i>qardhul hasan</i> dan pengelolaan <i>zakat</i>. Dalam paradigma transaksi syari’ah paragraf 12, 13, 14 memuat beberapa prinsip utama:</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><b><i><span>a. Akuntabilitas </span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 81pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>Akuntabilitas utama dalam paragraf 12 adalah pada Allah SWT sebagai pencipta alam semesta, dan untuk kebahagiaan hidup dan kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual. Hal ini tidak nampak pada laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas dan laboran perubahan modal untuk entitas bisnis syari’ah. <i>Bottom line</i> laba dalam laporan laba rugi jelas memberi prioritas utama pertanggungjawabannya kepada pemilik modal atau investor. Sedangkan hubungannya dengan stakeholders, alam dan Tuhan dianggap sebagai biaya. Artinya disini akuntabilitas yang dipentingkan bukan kepada Allah, dan implikasinya kepada alam dan <i>stakeholders</i>, tetapi utamanya kepada pemilik<span> </span>modal maupun investor. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><b><i><span>b. Perangkat Syari’ah dan Akhlak sebagai prinsip dari asas transaksi syariah (paragraf 15 -26) dan karakteristik transaksi syariah (paragraf 27-29) hanya nampak dalam tujuan laporan keuangan tetapi tidak nampak secara utuh dan menyeluruh (kecuali dalam beberapa poin) dalam asumsi dasar, karakteristik, unsur dan pengakuan laporan keuangan.</span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 99pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>b.1. Asumsi dasar laporan keuangan akuntansi syariah masih menetapkan kelangsungan usaha dan sistem akrual (paragraf 41 dan 43). Dua asumsi tersebut sangat bertentangan dengan prinsip dan akhlak syariah bahkan tujuan laporan keuangan akuntansi syariah. Asumsi kelangsungan usaha memang memiliki pendekatan akuntabilitas berbasis <i>entity theory</i> yang mementingkan pemilik modal dan investor saja (lihat point 2.i.a.). Sedangkan dalam asumsi dasar akrual tidak sepenuhnya dapat digunakan secara langsung. Seperti diketahui bahwa prinsip akrual melakukan pencatatan fakta (merekam arus kas masa kini), potensi (merekam arus kas masa depan) dan konsekuensi (merekam arus kas masa lalu). Khusus mengenai pencatatan potensi menggunakan prinsip <i>present value</i> yang sarat dengan penghitungan bernuansa <i>riba</i> dan <i>gharar</i>. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 99pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>b.2. Unsur laporan keuangan akuntansi syariah terutama laba masih menggunakan konsep <i>income </i>yang memang merupakan konsekuensi digunakannya <i>entity theory</i>. Tidak menyesuaikan konsep <i>income</i> berdasar pada <i>shari’ate enterprise theory</i> yang menggunakan konsep nilai tambah yang sesuai prinsip transaksi syariah. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 99pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>b.3. Pengakuan unsur-unsur dalam laporan keuangan akuntansi syariah masih didasarkan pada prinsip akuntansi konvensional (paragraf 110). Proses pengakuan seperti ini akan berdampak pada hilangnya paradigma transaksi syariah dan akhlak (seperti tidak mengandung unsur riba, haram, gharar, dan prinsip syariah lainnya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b><span> 3. Bentuk Laporan Keuangan </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>Dampak miskonsepsi antara Kaidah 1 dan Kaidah 2 jelas kurang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan tujuan syariah (<i>maqashid asy-syari’ah</i>). Laporan Nilai Tambah Syariah, Neraca Berbasis Nilai Sekarang, Aliran Kas Syariah dan Laporan Respon Sosial dan Lingkungan, tidak menjadi laporan utama dan bahkan tidak di akomodasi dalam laporan keuangan syari’ah dalam ED.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b><span>4. Saran-saran Perbaikan ED Akuntansi Syariah<br /></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>Perlu dilakukan perubahan dan perbaikan mengenai beberapa hal agar terdapat konsistensi dengan paradigma syariah. Berikut beberapa hal yang perlu dilakukan perubahan:</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><b><i><span>a. Perubahan Paradigma Transaksi Syariah</span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>Agar paradigma transaksi syariah dapat memayungi seluruh kejadian dan aktivitas yang berhubungan dengan pencatatan akuntansi bagi entitas syariah diperlukan <i>perubahan dari Paradigma Transaksi Syariah menjadi Paradigma Transaksi dan Kejadian Ekonomi Syariah</i>. Perubahan ini akan memberi tuntunan yang lebih pasti terhadap ketentuan-ketentuan pencatatan sampai penyampaian informasi akuntansi yang menyeluruh baik mengenai transaksi maupun kejadian ekonomi lain dalam entitas bisnis. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><b><i><span>b. Perubahan Asumsi Dasar Akuntansi Syariah<br /></span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><i><span>Asumsi dasar akrual seharusnya dirubah menjadi Sinergi Akrual dan Cash Basis.</span></i><span> Khusus akrual diperlukan penjelasan lebih detil khusus pencatatan potensi untuk menghindari terjadinya transaksi dan kejadian ekonomi lainnya yang bertentangan paradigma transaksi dan kejadian ekonomi syariah. Sedangkan <i>asumsi dasar kelangsungan usaha dirubah menjadi asumsi dasar kerjasama usaha yang berbasis pada shariate enterprise theory</i>. Asumsi dasar kerjasama usaha mengakui bahwa akuntabilitas bukan hanya pada kepentingan pemilik modal dan investor saja, tetapi akuntabilitas yang lebih luas. Akuntabilitas pada partisipan langsung (pemegang saham, karyawan, pemerintah, kreditor, pemasok, pelanggan dan lainnya) tidak langsung (<i>mustahiq</i>, lingkungan alam) serta dilakukan dalam rangka ketundukan (pertanggungjawaban kepada Allah/<i>abd’Allah</i>) dan kreativitas (pertanggungjawaban kepada manusia, sosial dan alam/<i>khalifatullah fil ardh</i>).</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><b><i><span>c. Perubahan Unsur Laporan Keuangan Akuntansi Syariah<br /></span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>Perubahan asumsi dasar akan berdampak pada unsur laporan keuangan, terutama pada unsur laba (<i>income</i>). Perubahan laba dari laba akuntansi menjadi nilai tambah syari’ah harus selalu bernilai suci (<i>tazkiyah</i>) mulai dari proses pembentukan sumber, proses, sampai distribusinya. Semua harus jelas pengakuan dan pengukurannya yang sesuai syariah. Artinya, <i>unsur atau elemen laba dirubah menjadi elemen nilai tambah syariah</i>. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><b><i><span>d. Perubahan Pengakuan Laporan Keuangan Akuntansi Syariah<br /></span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>Penggunaan nilai tambah syariah berdampak pada prinsip pengakuan. <i>Transaksi dan kejadian ekonomi lain dapat diakui ketika telah disucikan (tazkiyah) atau disesuaikan dengan prinsip pengakuan halal, bebas riba dan bebas gharar</i>. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><b><i><span>e. Perubahan Bentuk Laporan Keuangan Akuntansi Syariah<br /></span></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span>Berdasarkan pada perubahan-perubahan poin a-e, maka bentuk laporan keuangan yang diperlukan perubahannya adalah:</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 99pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><i><span>e.1. Laporan Laba Rugi dirubah menjadi Laporan Nilai Tambah Syariah<br />e.2. Neraca dirubah menjadi Neraca Berbasis Nilai Sekarang<br />e.3. Perlu penambahan Laporan Sosial dan Lingkungan</span></i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span><br />Demikian review dan saran yang kami sampaikan, semoga dapat menjadi bahan revisi <i>Exposure Draft</i> Akuntansi Syariah secara komprehensif.</span> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i><span>Billahittaufiq wal hidayah</span></i><span>.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span>Malang, 11 Desember 2006</span></b></p>Aji Dedi Mulawarmanhttp://www.blogger.com/profile/10971802705167912333noreply@blogger.com0